Mohon tunggu...
Pandyarva Satria Pratama
Pandyarva Satria Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

saya penyuka kebebasan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengintegrasikan Ilmu Dakwah dan Retorika dengan Pengetahuan dan Adab

26 Juni 2024   05:08 Diperbarui: 26 Juni 2024   09:35 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Syamsul Yakin & Pandyarva Satria Pratama

Dosen Retorika Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dakwah dan retorika menjadi bagian dari ilmu yang harus bebas nilai. Maksudnya, ilmu dakwah dan ilmu retorika harus dikembangkan berdasarkan pada ilmu pengetahuan.  Ilmu dakwah dan ilmu retorika tidak boleh dikembangkan berdasarkan pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan, seperti pertimbangan adab.

Dalam ilmu dakwah dan ilmu retorika itu ada adab yang berarti kedua ilmu itu bebas nilai. Tetapi harus mempertimbagkan kebenaran dan implikasi yang terjadi. Dengan kata lain, ilmu dakwah dan ilmu retorikan terkait dengan adab yang bersumber dari ajaran agama dan budaya.

Jadi adab dan ilmu dalam  retorika dakwah harus dipadukan. Dalam konteks ini berlaku adagium "ilmu bukan untuk ilmu", tapi ilmu untuk kebaikan dan kemudahan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Dengan kata lain, ilmu itu untuk kemanusiaan. Dalam konteks inilah pentingnya keberadaan adab.

Secara praksis, retorika dakwah itu bukan hanya ilmu berdakwah secara efektif dan efisien, menarik dan atraktif, tapi juga aturan kesopanan, keramahan, dan budi pekerti yang agung. Apalagi pada awalnya dakwah itu subjektif, dogmatik, penuh nilai. Retorika juga awalnya budaya dan berangkat dari satu sistem nilai.

Ketika retorika lahir dari rahim budaya, merangkak jadi seni bertutur,  tumbuh jadi pengetahuan, dan secara permanen diakui sebagai ilmu, pada titik tertinggi inilah retorika perlu diikat oleh adab. Budaya, seni, pengetahuan, dan ilmu manusa harus dipadu dengan adab.

Begitu juga dakwah. Berawal dari dogma atau ajaran agama, lalu jadi pengetahuan berdasar pengalaman yang belum teruji secara ilmiah, lalu secara ajeg jadi ilmu dakwah tentu juga harus didampingi adab. Di dalam berdakwah melekat kesopanan, keramahan, dan budi pekerti seorang dai.

Memadukan adab dan ilmu dalam retorika dakwah meniscayakan dua hal. Pertama, tergusurya komodifikasi dakwah. Komodifikasi dakwah menjadikan dakwah sebagai komoditas atau barang dagangan. Selama ini komodifikasi dakwah berlindung di bawah payung profesioalisme dan manajemen. Dai yang berilmu dan beradab menolak komodifikasi dakwah.

Dai dan mitra dakwah itu dilarang keras membisniskan dakwah. Namun dai dan mitra dakwah boleh mendakwahkan bisnis karena Nabi, para sababat, dan ulama banyak yang berprofesi sebagai pedagang. Dai harus menghidupkan dakwah bukan menggantungkan hidup dari berdakwah.

Kedua, memadukan ilmu adab dan ilmu dalam retorika dakwah akan menghantarkan dai menjadi profesional dalam pengertian yang sebenarnya. Makna profesional itu bukan terkenal, memiliki manajer, dan harus dibayar, tetapi memiliki adab dan ilmu dalam berdakwah dan beretorika.

Arti profesional bukanlah tidak memiliki pekerjaan sebagai dai. Dai boleh bekerja sebagai  apapun tanpa menanggalkan aspek profesionalisme. Sebab makna dai profesional dalam konteks ini adalah menghayati sepenuh hati yang dikatakan dan mengamalkannya berdasar adab dan ilmu.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun