Di setiap rumah, keramaian tak hanya diisi dengan santap hidangan khas Galungan seperti lawar, babi guling, dan sate lilit, tetapi juga dengan momen minum bersama. Minuman tradisional arak Bali, yang biasanya dibuat secara lokal, menjadi bagian tak terpisahkan dari kebersamaan ini. Tak hanya minum, beberapa keluarga juga meramaikan suasana dengan karaoke. Lagu-lagu tradisional Bali hingga lagu-lagu populer mengiringi tawa dan kegembiraan, memperkuat hubungan persaudaraan dan kebersamaan.
"Dharma rakati rakita"
Dharma melindungi mereka yang menjaganya
(Manusmriti 8.15)
Kutipan ini menggambarkan keyakinan masyarakat Banjar Purwa bahwa dengan menjaga Dharma, mereka juga akan dilindungi oleh kekuatan yang lebih tinggi. Bukan hanya melalui ritual dan doa, tetapi juga lewat kebersamaan, Galungan dirayakan sebagai waktu untuk memperkuat komitmen menjaga kebenaran, kedamaian, dan kesejahteraan dalam keluarga dan masyarakat.
Menjelang malam, Banjar Purwa semakin semarak dengan suara tawa, nyanyian, dan canda dari keluarga yang berkumpul. Momen ini mengingatkan kita bahwa Galungan tidak hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga waktu yang penting untuk menyambung tali silaturahmi, mempererat hubungan keluarga, serta merayakan kehidupan dengan penuh rasa syukur dan kebahagiaan.
Semarak Hari Raya Galungan di Banjar Purwa adalah gambaran nyata tentang bagaimana spiritualitas, tradisi, dan kebersamaan berpadu dalam harmoni. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, Galungan mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati ada dalam keseimbangan antara menjaga hubungan dengan Tuhan, keluarga, dan diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H