Mohon tunggu...
Pandu Pratama Putra
Pandu Pratama Putra Mohon Tunggu... Penulis - Pegawai Negeri Sipil

Sekarang bekerja sebagai seorang Widyabasa Ahli Pertama. Memiliki kegemaran dalam bidang kepenulisan dan kesastraan. Sangat antusias terhadap teknologi dan game.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Guru Ngaji Pengayuh Sepeda

9 April 2023   20:13 Diperbarui: 9 April 2023   20:28 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah Ramadan yang kita lalui setelah benar-benar pulih dari Pandemi yang menyerang kita hampir 3 tahun belakangan. Kita yang hari ini bertahan adalah orang-orang yang mampu melalui badai tersebut dengan kesembuhan. Namun sebagian dari saudara-saudara kita mungkin telah kembali ke Yang Maha Kuasa ketika badai tersebut menghantam.

Pandemi adalah waktu di mana saya kehilangan beberapa orang keluarga dan juga menjadi guru saya membaca Al-Qur'an. Beliau menghembuskan nafas terakhir kala Pandemi gelombang dua datang. Ia yang kondisinya kala itu sudah tua dan memang memiliki penyakit harus kembali menemui Sang Pencipta terlebih dulu.

Ibu Guru Ngaji yang mengayuh sepedanya keliling kampung selama bertahun-tahun, mendatangi rumah ke rumah, ratusan anak yang tidak bisa ngaji dapat membaca Al-Qur'an melalui dia harus meninggal dengan tanpa dapat kami lihat dan kuburkan dengan seperti biasanya. Tapi kenangan dan ilmunya jelas terus mengalir lewat suara-suara pembacaan Al-Qur'an anak-anak yang pernah menjadi muridnya. Terus mengalir ketika anak-anak itu tumbuh dewasa, memiliki anak lagi, dan akhirnya anak tersebut meninggal menyusulnya.

*

Saya belajar mengaji dengan ibu tersebut sejak kelas 3 SD. Pertama kali belajar mengaji bersama-sama dengan 6 orang yang juga belajar bersama. Perlahan-lahan sisa 2 orang dan pada akhirnya tinggal saya sendiri. Awalnya saya ikut belajar mengaji di sebuah rumah orang yang memanggilnya. Kemudian saat sendirian akhirnya belajar berpindah ke rumah saya sendiri. Di rumah saya sendiri juga setelah saya berhasil khatam Al-Qur'an untuk beberapa kali akhirnya berhenti namun dilanjutkan oleh kedua adik saya.

Jadwal mengaji dulu adalah tiga kali dalam seminggu. Jadwal itu harus ada karena banyak anak yang rumahnya juga minta dikunjungi untuk belajar mengaji. Ibu itu selalu keliling menggunakan sepedanya setiap hari mendatangi murih-murid dari rumah ke rumah.

Itu dilakukannya sejak pukul 8 pagi hingga menjelang sore hari. Selepas itu Ia akan melanjutkan kelas belajar ngaji yang lebih besar sekali lagi di rumahnya setiap selesai sholat Maghrib yang dilakukan oleh banyak anak yang tinggal di dekat rumahnya. Ia telah menjadi guru ngaji puluhan tahun. Bahkan saya berhenti mengaji dengan beliau setelah SMK. Terakhir sekali sebelum meninggal, beliau sempat menuntut adik terakhir saya untuk menamatkan Al-Qur'an pertama kali sebelum akhirnya beberapa hari setelah itu beliau menghembuskan nafas terakhir.

Puluhan tahun Ia mengayuh sepeda sebelum akhirnya beralih ke sepeda listrik hingga terakhir Ia dapat mengendarai motor matic. Bayarannya tidak pernah terpatok, Ia terima berapa pun orang beri. Ia mengajar ngaji buka karena uang tapi karena senang dan memang mengejar pahala. Sedih rasanya harus mengetahui Beliau meninggal dalam kondisi  ketika pandemi. Anak-anak muridnya tak bisa datang mengunjungi dan ikut menguburnya

*

Ini adalah Ramadan kedua atau oertama setelah pandemi benar-benar pulih. Saat mengaji rasanya kembali mengingat bagaimana ajarannya membuat saya bisa membaca kitab Allah SWT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun