Seperti yang saya sampaikan pada tulisan saya sebelumnya di Mencoba Hijrah ke Chrome OS. Saya akhirnya menggunakan Chromebook untuk keperluan harian saya ketika tidak bekerja di meja kerja saya dengan komputer duduk ber-OS Windows. Ada banyak kekurangan dan kelebihan yang mungkin belum saya sentuh dan alami selama 14 hari pemakaian ini. Tapi saya coba sampaikan perkembangan pengalaman selama menggunakan Chromebook saya ini dan apa yang bisa saya lakukan dan hasilkan hingga setahun ke depan.
Setidaknya selama 14 hari pemakaian Chromebook (Chromebook HP 11 G8 ee) berhasil membuat saya terkejut. Terutama teruntuk saya yang notabene sebagai pengguna komputer dan laptop ber-OS Windows selama ini.
Pertama di luar dari kinerja Chrome OS itu sendiri. Chromebook yang saya miliki saat ini sangat mumpuni di bidang ketahanan baterai. Bayangkan saja. Selama 14 hari pemakaian, baru sekitar 3 kali pengecasan hingga penuh. Itupun tidak saya lakukan ketika baterainya benar-benar habis tapi saya lakukan ketika baterinya lagi dalam tahap 60%-an atau pas lagi iseng aja pengen menuhin baterai. Penggunaan luar ruang kerja sering saya lakukan beberapa hari ini dan semua terbebas dari colokan listrik. Ini berbeda jauh ketika saya menggunakan laptop-laptop Windows selama ini yang paling lama bertahan ya seharian lalu kemudian harus di-charger lagi hingga penuh.
Ketahanan baterai dari Chromebook yang saya miliki ini tentu tidak serta-merta karena daya bateri Chromebook HP 11 G8 ee yang sebenarnya terbilang sama saja seperti baterai laptop lain. Tapi OS Chrome yang memang sangat ringan dan hemat dayalah yang memegang peran utama. Ini tentu memenuhi ekspektasi saya terhadap pembelian laptop ini yang saya lakukan untuk keperluan luar kantor dan tidak perlu repot-repot nyari colokan.
Keterkejutan saya berikutnya berada pada Chromebook yang sangat ringan pada OS-nya. Sebagai informasi. Sebelum menggunakan Chromebook, saya telah memakai laptop-laptop Thinkpad dari Lenovo yang versi lama seperti seri X220, X230, dan X260. Laptop-laptop itu sudah saya upgrade penyimpanannya menjadi SSD dan RAM di antara 4--8Gb, ada yang dual channel tapi ada juga yang single channel. Komputer meja saya di kantor hari ini penyimpannnya masih pakai hardisk dengan RAM 4 Gb.Â
Performa Thinkpad yang saya punya kala itu cukup gesit. Booting enggak pakai lama dan buka browser dengan jumlah tab yang banyak juga tidak masalah. Jarang nge-lag. Tapi namanya laptop bekas ada saja kendala seperti tiba-tiba blue screen dan laptop booting ulang tanpa diketahui penyebabnya apa. Sedangkan performa komputer meja saya terbilang cukup biasa saja. Penyimpanannya yang masih hardisk kadang bikin saya emosi terutama karena sudah tahu cepatnya SSD. Untungnya status sebagai komputer meja, membuat saya harus maklum dan tidak terlalu bikin malu di depan umum kalau memang tiba-tiba terjadi frezee dalam beberapa waktu.
Chromebook yang saya pakai sekarang sungguh luar biasa. Penyimpannya memang bukan SSD melainkan  eMMC. RAM-nya juga hanya 4Gb single channel. Tapi urusan booting Chromebook bisa dihitung pakai jari tangan. Ketika ada kondisi yang mengharuskan saya menyalakan kembali laptop padahal baru saja dimatikan, tidak menjadi beban untuk saya. Browsing sebagai primadona utama Chrome OS juga tidak ada kendala. Jumlah tab yang banyak tidak membuat Chromebook bermasalah dan masih berjalan wajar-wajar saja. Ini yang membuat saya selama 14 hari ini merasa pemilihan saya terhadap Chromebook sangat tepat. Terlebih untuk kebutuhan di luar ruangan.
Keterkejutan saya berikutnya adalah laptop yang menggunakan sistem pendingin pasif yang artinya enggak ada suara dan juga minim debu untuk masuk ke dalam laptop. Ini membuat saya yang hobi nulis dimungkinkan untuk kerja di mana saja. Mau di atas kasur dengan alas bantal, bisa. Mau di atas lantai semen, bisa. Mau di atas meja, bisa banget. Yang penting enggak di atas penderitaan orang lain saja.