Mohon tunggu...
Pandu Heru Satrio
Pandu Heru Satrio Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Student of Tenth Nopember Institute of Technology/Naval Arch

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Perpisahan Itu? Nyata!

28 Januari 2014   08:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:23 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana malam yang sunyi, semakin menambah keresahan di dada. Tiba-tiba ring tone handphone penanda ada LINE masuk berbunyi. Sambil tidur dan memeluk guling, ku coba raih BB yang tidak jauh dari kuping sebelah kiri ku. Sial. Film nya sangat menyentuh, filmn di global tv itu menceritakan tentang seorang kakak yang merupakan street fighter Muay Thai, yang membela mati-matian jantung yang akan dipakai adiknya untuk operasi, akibat lemah jantung yang dideritanya semenjak kecil.

Sejenak kualihkah pandangan ku, untuk melihat chat dalam LINE yang masuk. Ternyata dari sahabat ku, ia adalah orang yang special buat ku. “Kev, gue mau ngomong sesuatu nih, bisa telepon gak?”. Tanyanya, pikiran ku melayang jauh. Takut sesuatu yang tidak-tidak menghampirinya. “OK, silahkan Mut, gue bebas kok.” Jawab ku tenang, meskipun pada kenyataannya hati ini sangat bergejolak dibuatnya.

Malam itu, kami bercerita panjang. Termasuk tentang masa depan kita. Ya, masa depan karena kita telah berjanji untuk tidak berhubungan satu sama lain lagi. Masa depan karena kita tidak akan lagi menjadi sahabat sepreti biasa. Ia mempunyai alasan, yang membuat kami tidak bisa bersama lagi sebagai sahabat. “Lo tau kan, gimana dalamnya perasaan gue, ke lo”. Tukasnya, lalu ia menambahkan, “Mudah emang buat lo, bisa kea gini. Lo nganggep gue teman biasa, sahabat biasa, tapi setiap kali gue deket sama lo, gue pengen minta lebih dari sekedar sahabat.” Waktu itu aku hanya bisa terdiam, mendengar ia sedang bercerita, isak tangis mulai keluar setelah ia mengeluarkan kalimat kedua.

Sekali lagi, sesuai dengan permintaannya, aku diminta hanya untuk mendengarkan sejenak. Takut, kalau aku memotong bakal menggangu konsentrasinya, begitu katanya di awal. Kuping sudah mulai panas, hati sudah mulai gerimis akan kesedihan, namun aku paksakan untuk tidak menangis saat itu. Ia kembali meneguhkan pandanganny, “Mulai dari sekarang, gue mau kita gak usah berhubungan SMS atau LINE atau BBM, gue takut gak bisa benar-benar berhenti mikirin lo.”

Semua ini beralasan, kenapa ia meminta kita menjauh. Aku adalah orang yang pernah berada special di hatinya. Aku memang bukan tipe orang yang bisa dibanggakan akan ketampanan, apalagi harta. Kamipun tidak sadar, kenapa kami sempat tejerumus dalam lingkaran yang aku sendiri sempat menyesal telah menginginkannya. Kami mencintai satu sama lain, lebih dari sekedar cinta remaja waktu itu. Kami berikan ketulusan cinta satu sama lain, sambil berharap, cinta yang kami pupuk ini akan tumbuh hingga pernikahan kelak. Namun, nampaknya kami hanya bermimpi.

Aku tersadar dari tidur ku, aku terbangun dari mimpi yang menjerumuskan ini dan aku baru tahu selama ini, aku telah masuk ke dalam lumpur yang sangat kotor, namun inilah manusia, mereka sangat senang berada dalam kekotoran. Aku kembali diberi hidayah oleh Allah, untuk segera kembali ke jalan-Nya.

Selepas kami tidak berada di lingkungan yang sama, aku dan ia menjauh. Kami memang tidak jauh secara hati, hanya sekedar fisik saja yang selama ini terpisah. Kami masih cukup sering berhubungan jarak jauh via gadget yang kami punya. Namun, itu hanya di awal saja, dengan kesibukkan yang semakin menyita waktu, terkadang namanya sudah tidak teringat lagi di pikiran ku, terkadang bayangnya sudah tidak terlihat lagi di imajinasiku. Namun, saat aku kembali diam dan menghindar sejenak dari kesibukan, semua itu kembali, bayangnya, senyumnya, tawanya dan panggilan khas yang keluar dari bibirnya terbawa kembali ke alam sadar.

Malam itu, imajinasi ku bermain kembali. Handphone yang tidak pernah lagi ku gunakan untuk menelpon, malam itu kembali lagi sebagai alat penemu rindu. Namun, aku sadar akan ucapannya. “ Kita gak mungkin setiap saat begini, mulai dari sekarang, besok dan seterusnya, tolong kita menjauh satu sama lain, entah nanti kita bakal dipertemukan lagi atau gak, yang jelas gue mau kita saling menghargai pandangan kita sama lain, ya”.

Sebenarnya kami memang sudah tidak berhubungan atas nama “pacar” karena aku sendiri yang meminta untuk tidak melakukan hal itu. Seperti alasanku diatas. Namun, entah kenapa hubungan persahabatan kami ini terus berjalan sampai sekarang, ya memang aku bukanlah orang yang suka putus tali persahabatan dengan sahabatku. Aku bukanlah orang yang lebih memilih putus persaudaraan dibanding apapun. Itulah yang membuat kami tetap berhubungan satu sama lain hingga kini.

Malam itu, ia mengucapkan kata perpisahannya lewat handphone yang ku genggam. Suara nya yang samar karena air mata yang keluar membuat hati ini semakin gerimis dibuatnya. Sempat aku membalas ingin menitikan air mata karena suara perpisahan itu, namun, aku tak sanggup melihat ia tambah sedih. Biarkan saja, diri ini yang menanggung penyesalan karena ditinggal sahabat terbaik. yang terpenting selepas bangun esok, tak ada lagi kenangan yang tersisa. Aku sudah tidak kuat mengimajinasikan nama dan bayangnya di pikiran. Semakin kuat aku mencoba membayangkannya, semakin pula aku berusaha untuk menjauh darinya.

Perpisahan itu memang nyata, perpisahan itu memang sakitm perpisahan itu sangat ku benci. Namun jika ada satu hal yang bisa membuat ia lebih baik, maka hal itu akan kulakukan.meskipun kami harus merana karenanya. Malam, semakin larut. Kuputuskan untuk mengakhiri pembicaraan kami.

Dalam pesan terakhir ku, aku sempatkan untuk menulis syair untuknya. Potongannya seperti ini.

Malam ini, kita telah dipisahkan oleh pintu yang kita tidak tahu siapa yang memegang kuncinya. Pintu yang entah kapan terbuka, pintu yang memisahkan tawa, canda dan kenangan yang pernah menjadi ingatan terindah. Malam ini, Arjuna kehilangan sayapnya, mungkin ia tidak bisa menemukan Srikandi yang sebanding cintanya dengan mu, namun pasti, Arjuna itu akan menemukan Srikandi yang terbaik. begitupun dengan Srikandi itu. Mulai mala mini, kita telah berjanji untuk tidak berhubungan satu sama lain lagi. Dan mala mini pula yang membatasi hubungan kita. Semoga Allah meridhai apa yang telah kita tentukan.

Sincerely,

Arjuna Yang Kehilangan Separuh Sayapnya.

Gerimispun membasahi bumi, entah sampai kappan waktunya. Yang jelas kenangan bersamanya adalah sebuah memori yang sangat indah untuk dilupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun