Mohon tunggu...
Pandu Wibowo
Pandu Wibowo Mohon Tunggu... -

Peneliti Center for Information and Develpoment Studies Indonesia | Tenaga Ahli Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas | Candidate Magister of Planing and Public Policy in University of Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi Partai Islam Rebut Indonesia

16 April 2014   18:28 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:36 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13976223181859533627

Pandu Wibowo

Mahasiswa Ilmu Politik UIN Jakarta.



Pemilihan umum legislatif telah usai dilaksanakan. Sekarang para pratai dan elit politik sibuk mencari koalisi untuk pemerintahan yang akan datang. Sudah Nampak jelas beberapa partai politik saling kunjung mengunjungi. Bahkan secara terang terangan PDIP dan Nasdem sudah sepakat terkait arah koalisi di Pilpres nanti. Sementara partai partai lain pun walau tidak teralalu ada beritanya di media juga pasti sibuk untuk mencari koalisi yang tepat.

Fenomena Pemilu tahun ini seakan kita menemukan kembali kelamin dari masing masing partai. Terlihat ideologi yang jelas di Indonesia pada saat ini, yaitu antara Nasionalis dan Islam. Suara yang didapat partai pun sebagaian besar juga berasal dari pemilih loyal atau tradisionalnya. Misalkan suara orang orang NU seakan kembali ke PKB dan berhasil mengantarkan PKB duduk di partai menengah dengan perolehan suara sekitar 9,2%. Kemudian PAN juga berhasil mendapatkan suara suara tradisionalnya kembali yang pada Pemilu 2009 hilang akhirnya kembali di Pemilu 2014. PAN pun mendapat suara besar yakni 7,5% yang disinyalir sebagaian besar dari kalangan Muhammadiayah. PKS juga diprediksi tidak lolos PT akhirnya bisa mempertahankan suara dari basis Tarbiyahnya dan ditambah suara non Tarbiyah sekitar 6,8%. PPP pun demikian meningkat suaranya menjadi 6,4%. Selain itu dari partai Nasionalis, suara PDIP pun semakin melojak dengan masyoritas pendukungnya berideologi Nasionalis sekuler. Tidak hanya PDIP, partai nasionalis lain juga mendapat masyoritas dari suara tradisonalnya.

Melihat fenomena ini kita bisa melihat garis demarkasi antara Nasionalis dan Islam. Fenomena ini juga nantinya akan berpengaruh dalam arah koalisi. Sebenarnya dalam studi kasus political opportunity jika partai Islam bersatu, ini akan menjadi kuda hitan di Pilpres nanti. Sekarang sudah terlihat jelas bahwa sudah ada tiga nama Capres dari partai Nasionalis, seperti Joko Widodo (PDIP), Prabowo Subianto (Gerindra), Abdurizal Bakrie (Golkar). Dan jika partai partai Islam mau berkoalisi, jelas akan menambah satu nama Capres lagi. Jadi kedepannya aka nada empat Carpes di Pilpres 2014.

Dalam teori konstruktivisme yang dikaitkan dengan dunia politik dijelaskan bahwa suatu organisasi bisa menjalin hubungan atau kerjasama jika dalam setiap organisasi tersebut memiliki kesamaan, seperti ideologi, platform partai, visi, dan program kerja. Melihat konteks partai politik Islam sendiri. Tidak menutup kemungikinan partai Islam sangat bisa berkoalisi, jika partai partai tersebut mau menghilangkan egonya sejenak, ini akan menjadi kekuatan baru di pertarungan politik Indonesia jika koalisi benar benar terjadi.

Suara partai Islam jika ditotal akan berkisar di angka 29-30%. Dan ini sudah menjadi tanda bahwa Carpes dan Cawapres yang akan di usung di Pilpres mampu bersaing dengan Capres dan Cawapres yang diusung oleh partai nasionalis lainnya. Kemenangan pun bisa terciptan nampaknya untuk partai Islam.Indikator kemengan tersebut bisa kita lihat dari beberapa faktor, antara lain:

1.Tokoh partai Islam

Dari partai partai yang berbasis Islam di Indonesia seperti PKB, PAN, PKS, PPP, PBB ada banyak tokoh yang layak dan memiliki elektabilitas bagus di konstelasi politik Indonesia. Tokoh tokoh tersebut seperti Mafhud MD (PKB), Hatta Rajasa (PAN), Hidayat Nur Wahid atau Anis Matta (PKS), Surya Dharma Ali (PPP), dan Yusril Izah Mahendara (PBB). Atau bahkan ada tokoh alternatif yang memang sudah dikenal ditokoh Islamis seperti Yusuf Kalla.

2.Pemilih loyal

Dalam studi political behavior ada yang namanya pendekatan model sosiologis dan psikologis. Dalam model sosiologis seseorang memilih bisa diperngaruhi oleh agama yang dipercayai. Jika partai Islam bersatu, ini menjadi bukti bahwa Islam solid di Indonesia. Mayoritas penduduk Indonesia yang muslim pun akan banyak yang memilih Capres dan Cawapres dari partai Islam ketibang partai Nasionalis. Kemudian dalam model psikologis ada yang namnya partaiID. Dimana seseorang akan memilih dan bekerja untuk partai jika memiliki jiwa partisanship. Jiwa partisanship ini merupakan sebuah pemilih loyal dalam partai politik. Bisa kita sebut kader dan simpatisan. Dan kader dan simpatisan inilah yang nantinya akan menjadi dinamo penggerak partai untuk menyerap suara dan memainkan isu politik partai sebagai strategi politik. Terlebih kader dan simpatisan partai Islam terkenal dengan kemilitannya dalam bekerja.

3.Terpecahnya suara partai nasionalis

Dalam sejarah perpolitikan Indonesia pasti tokoh partai nasionalis untuk mencapai atau mempertahankan kekuaasaan harus membutuhkan dukungan dari tokoh Islam. Fenomena yang bisa kita ambil contoh adalah, Soekarno menggandeng NU untuk berkoalisi di Orla. Kemudian pada Pemilu tahun 2005 Megawati menggandeng Hasyim Muzadi yang dimana sebagai tokoh Islam terkenal pada saat itu. Jika partai Islam telah bersatu, otomatis dukungan suara Islam akan beralih, bukan ke partai nasonalis kembali, melainkan akan mendukung koalisi partai Islam itu sendiri. Tiga Capres dari partai nasionalis ini juga akan terpecah suaranya dan menguntungkan bagi koalisi partai Islam yang suaranya solid.

Ketika koalisi ini sukses dan Capres dan Cawapres yang didukung partai Islam berhasil menang pasti akan ada koalisi yang sehat di eksekutif nanti. Dampaknya tidak ada lagi anggota koalisi yang tidak setuju atau menyerang pemimpin koalisi, itu semua karena faktor ideologi dan visi yang sama. Koalisi ini juga nantinya akan menjadi sebuah hal positif untuk membangun Indonesia yang lebih baik dalam mengawal transisi demokrasi.

@pandu_wibowo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun