Mohon tunggu...
Pandu Wibowo
Pandu Wibowo Mohon Tunggu... -

Peneliti Center for Information and Develpoment Studies Indonesia | Tenaga Ahli Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas | Candidate Magister of Planing and Public Policy in University of Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kampanye Harus Mencerdaskan Masyarakat, Bukan Membodohi

7 Juni 2014   18:57 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:49 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandu Wibowo
Mahasiswa Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengamat politik Roger dan Storey mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Dan kalau mau difokuskan dalam dunia politik, kampanye merupakan upaya yang terorganisir bertujuan untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan para pemilih.

Telah kita ketahui bersama bahwa KPU telah mendeklarasikan Pemilu Berintegritas dan Damai. Otomatis, setelah deklarasi ini selesai para pasangan Capres dan Cawapres bersama besertatim sukses masing masing harus menjalani prosedur dan mentaati peraturan yang ada. Kita sebagai rakyat Indonesia telah jenuh dengan kampanye kampanye hitam yang beredar di media media seperti pesan singkat. Kampanye hitam yang memojokan calon tertentu merupakan sebuah hal yang tidak benar. Hal seperti ini bukan mencerdaskan masyarakat Indonesia terhadap politik, namun bisa membodohkan masyarakat terhadap politik.Masing masing tim sukses Capres dan Cawapres seharusnya mampu mencerdaskan masyarakat dengan kampanye kampanye yang dilakukan. Daripada terus terusan black campaign alangkah lebih baiknya saling adu program. Ketika saling mepromosikan progam program, masyarakat akan tahu mana Capres dan Cawapres yang pantas dipilih dengan program programnya yang pro terhadap rakyat.

Dalam studi Budaya Politik ada tipe tipe budaya politik yang perlu kita ketahui. Pertama, Budaya Politik Parokial. Tingkat partispasi masyarakat dalam budaya politik ini bisa dikatakan sangat rendah. Masyarakatnya rata rata kurang berpendidikan dan tingkat ekonominya rendah. Selain itu mereka tidak minat terhadap kondisi politik yang ada serta tidak peduli dengan masa depan bangsanya. Kedua, Budaya Politik Subjek. Budaya politik ini ditandai dengan masyarakat yang relative maju dalam segi pendidikan dan ekonomi. Namun masyarakat kurang minat juga dalam berpolitik. Mereka cendrung berfikir, yang penting kita bisa hidup dan memenuhi kebutuhan, namun tidak peduli dengan kondisi Negara kedepannya. Dan yang ketiga, Budaya Politik Partisipan. Budaya politik ini ditandai dengan sudah tingginya angka pendidikan dan ekonomi di masyarakat. Selain itu minat dalam berpartisipasi politik sangat tinggi. Dari ketiga tipe budaya politik tersebut, rata rata masyarakat Indonesia kalau mau kita analisis ada di tipe Budaya Politik Subjek dan hanya sedikit masuk ke ranah Budaya Politik Partisipan. Maka dari itu, kampanye yang berisikan program program bagus dan tidak menjelekan pasangan tertentu akan membuat masyarakat Indonesia tidak apatis terhadap politik. Dan yang lebih penting, mereka sudah cerdas memilih. Mereka memilih bukan hanya karena dipengaruhi saja. Tapi juga mereka para masyarakat mampu berfikir kritis serta mempertimbangkan dengan program program yang telah di kampanyekan oleh masing masing Capres dan Cawapres. Kalau itu semua telah terjadi, pasti rata rata masyarakat di Indonesia akan naik level dan masuk ke dalam masyarakat yang bertipe Budaya Politik Partisipan.

Charles U. Larson dalam hasil penelitiannya menjabarkan jenis dan metode kampanye. Dan salah satu metodenya adalah Candidate Oriented Campaigns. Candidate Oriented Campaigns adalah kampanye yang berorientasi pada kandidat, umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk memperoleh kekuasaan politik. Jenis ini sering juga disebut political campaigns. Namun dalam penyelenggaraannya terkait hasyrat mempereoleh kekuasaan berpolitik jangan sampai menghalalkan berberbagai cara. Mencapai kekuasaan politik harus dilakukan dengan cara cara yang benar dan sesuai prosedur yang ditetapkan.Dalam UU No. 10 Tahun 2008 dijelaskan ada beberapa larangan dalam melakukan kampanye, yaitu sebagai berikut:Pertama, mempersoalkan Dasar Negara Pancasila dan Pembukaan UU NKRI. Kedua, melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI. Ketiga, menghina seseorang, agama, ras, suku, golongan, dan calon, atau peserta lainnya. Keempat, menghasut dan mengadu domba. Kelima, mengganggu ketertiban umum. Keenam, mengancam untuk melakukan kekerasan. Ketujuh, merusakan dan menghilangkan alat peraga kampanye peserta lain. Kedepalan, menggunakan fasilitas pemerintah. Kesembilan, memnjanjikan memberikan uang.

UU No. 10 Tahun 2008 sepertinya sudah jelas untuk dijadikan pedoman berkampanye bagi Capres dan Cawapres. Di Pilpres 2014 ini, sering sekali kita melihat dan mendengar isu ras, agama, suku yang dilontarkan ke pasangan tertentu. Padahal dipoin ke tiga dari UU tersebut dilarang menghina seseorang, agama, suku, dan ras. Kemudian jangan sampai para pejabat publik ikut berkampanye kemudian memakai fasilitas negara. Ini merupakan aib kalau memang benar benar terjadi di Pilpres tahun ini. banyaknya menteri dan kepala daerah yang cuti bekerja dan lebih memilih kampanye sebenarnya sah sah saja. Tapi ini menunjukan tidak perofesionalnya para pejabat pejabat negara dalam bekerja. Seharusnya para pejabat publik terutama menteri dan kepala daera tidak perlu ikut berkampanye dan cuti kerja. Kemudian apa guna tim sukses Capres dan Cawapres dalam berkampanye kalau memang menteri dan kepada daerah dari partai masing masing ikut berkampanye. Budaya profesionalitas dalam berkerja inilah yang harus dibangun di perpolitikan tanah air. Ketika mereka sudah diamanahkan menjadi pejabat publik, maka mereka adalah untuk rakyat bukan partainya.

Kembali ke maslaah kampanye hitam. Banwaslu sendiri mengatakan kampanye hitam pada Pilpres 2014 sangat ekstrim sekali di Pilpres 2014 ini. Tapi yang menarik dari pengalaman Pilpres 2004 dan 2009 SBY selalu mendapat kampanye hitam. Tapi akhirnya SBY elektabilitasnya semakin meningkat dan malah memenangkan Pilpres dua kali berturut turut. Pasangan yang mendapat kamapanye hitam seolah terzholimi. Dan masyarakat sendiri merasa kasihan dengan pasangan yang mendapat kampanye hitam. Telah terbukti kampanye hitam sudah tidak efektif lagi dilakukan. Selain itu adalah perbuatan curang, juga tidak mencerdaskan masyarakat dalam berpolitik. Mari kita lakukan kampanye yang berintergritas dan damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun