Mohon tunggu...
panji wicaksono
panji wicaksono Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Financial Service Institution
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

A motivated economics major with high attention to detail combined with 2 years of experience in Financial Services Institutions. I have in-depth knowledge of financial instruments which enables me to maintain high client satisfaction even in difficult times

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Emiten SKRN dan UCID Buy Back?

7 Desember 2020   16:30 Diperbarui: 7 Desember 2020   17:09 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka SKRN sukses membeli kembali saham publik sebanyak 141,2 juta (s.d. 30 Sep 2020) dengan harga Rp. 701, dan tambahan 15,2 juta lembar pada tanggal 1 Oct 2020. Sehingga kepemilikan publik merosot dari 300 juta lembar (20%) menjadi 156,5 juta lembar (10,4%).

Sedangkan UCID berdasarkan informasi tanggal 30 November 2020 di sini https://bit.ly/36k8wTY hasil sementra jumlah saham yang di-buy back menurut data RTI pada tanggal 30 November 2020 sebesar Rp. 13,26 juta lembar.

Mungkin anda akan beragumentasi, bahwa share buy back itu bagus karena meningkatkan nilai shareholder yang menyebabkan EPS naik dan ROE juga naik. Ketimbang dana nganggur tidak digunakan oleh emiten?

Untuk kasus kedua perusahaan (SKRN dan UCID) tidak masuk akal mengembalikan uang modal kepada shareholder, padahal SKRN memiliki utang berbunga pada tanggal 30 September sebesar Rp. 738,7 miiar. Dan UCID memiliki utang berbungakepada pihak berelasi sebesar Rp. 1,3 triliun.

Logika sederhana lebih baik membayar utang berbunga ketimbang buy back shares, karena beban bunga berkurang, maka laba naik. Selain itu membayar utang berbunga akan mengurangi resiko keuangan.

Bagimana jika emiten tidak memiliki saldo utang berbunga, posisi sedang surplus kas yang berlimpah, tetapi tidak ada rencana capex? Apakah buy back juga diperlukan dan menguntungkan? Penulis akan memilih untuk tidak berinvestasi pada perusahaan sejenis ini kecuali hanya untuk tujuan trading, dimana harga saham cenderung akan naik atau lebih terjaga jika ada aksi “buy-back”.

Untuk tujuan investasi harus dicoret, karena bagaimana mungkin kita mengharapkan pada emiten yang sudah kebingungan bisnis kedepannya mau diapakan, sehingga tidak ada rencana ekspansi kedepan, lantas modal dikurangi??!?

Mungkin ada bantahan, setelah emiten melakukan buy-back, kelak saham buy-back dapat dijual lagi, maka emiten untung? Secara PSAK tidak ada pengakuan untung setelah saham dijual. Jadi tidak akan menambah saldo retained earning. Dengan demikian keuntungan atas menjual kembali saham buy-back (treasury) tidak berpengaruh langsung terhadap dividen.

Justru jika emiten sudah punya niat untuk melakukan jual-beli saham sendiri, maka ini adalah saham yang harus segera dijauhi, karena emiten mulai memainkan sahamnya sendiri, ini sudah termasuk kategori atau cenderung melakukan SUPER INSIDER TRADING. Bandar atau siapapun akan kalah jika beradu judi saham dengan emitennya sendiri. Lalu untuk apa punya saham perusahaan seperti ini, semakin tidak berkah.

Bagaimana buy-back yang benar? Sebenarnya bukan buy-back, tetapi jika PSP-nya langsung yang membeli saham publik, itulah yang paling benar, karena PSP-nya semakin yakin emiten sangat menguntungkan sehingga tidak rela berbagi untuk dengan publik.

Demikian semoga cuan dan bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun