Mohon tunggu...
Edgar Lim
Edgar Lim Mohon Tunggu... -

Seorang penulis independen yang ingin menyuarakan pendapatnya selama mengamati berita-berita yang mengalir setiap harinya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menilik Aksi "Kartu Kuning" Ketua BEM UI yang Seharusnya Tidak Perlu Diapresiasi

8 Februari 2018   05:10 Diperbarui: 8 Februari 2018   22:55 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sri Mulyani sempat menyindir aksi ini dengan berkata. "Jadi mahasiswa UI yang mau kasih kartu kuning atau demo, harus sudah dapat kuliah Pengantar Teori Ekonomi Makro, Kalau sudah dapat pengantar makro ekonomi baru demo ya. Kalau belum terus demonya salah itu malu-maluin, jangan bilang pernah diajar saya,"

Saya sendiri bukanlah lulusan sarjana ekonomi atau semacamnya, sehingga saya tidak bisa benar-benar mengartikan apa yang dimaksud oleh Ibu Sri Mulyani, tapi gambarannya adalah Zaadit yang melakukan aksi kartu kuning yang memberi peringatan kepada Jokowi tentang masalah gizi buruk Asmat bisa dianggap tidak mengerti tentang kenyataan yang terjadi.

Zaadit berkata, "Sudah seharusnya Presiden Joko Widodo diberi peringatan untuk melakukan evaluasi di tahun keempatnya." Tanpa mengetahui bahwa dalam hal ini Jokowi sudah banyak melakukan hal-hal besar terutama dalam hal mengatasi kesenjangan sosial di Papua.

Dari Harga BBM di Papua yang sebelumnya Rp. 60.000 kini menjadi Rp. 6.450 sampai  Pembangunan jalan Trans-Papua, atau bahkan perebutan 51% saham Freeport Indonesia yang kini dimiliki pemerintah, itu semua merupakan prestasi yang seharusnya bisa kita lihat dengan jelas, terlebih lagi dengan mudahnya akses berita seperti kompas.com ini, rasanya bohong jika kita tidak mengetahuinya. Dengan melakukan semuanya itu pemerintah berharap dapat mengurangi kesenjangan ekonomi di Papua dan secara tidak langsung dengan adanya perekonomian yang lebih baik, akan memudahkan bantuan yang akan dikirimkan ke daerah terpencil seperti Asmat yang secara tidak langsung akan mengurangi angka penyakit gizi buruk.

Dengan data keberhasilan di atas seharusnya kita bisa mengetahui bahwa pemerintahan Jokowi sudah berusaha dengan sangat baik yang mana melebihi era-era presiden sebelumnya. Jadi di sini saya melihat bahwa aksi Zaadit itu seakan dia tidak benar-benar mengetahui apa yang ia bicarakan.

Jokowi sendiri lebih merespon dengan santai atas aksi yang Zaadit lakukan. Jokowi tahu bahwa ia sudah melakukan hal yang benar, meski belum bisa menuntaskan semuanya karena membutuhkan waktu, setidaknya Pak Jokowi sudah memulai langkah yang besar di 4 tahun kepemimpinannya. Dan aksi Zaadit tidak lebih terlihat seperti aksi mahasiswa yang sedang mencari perhatian.

Dan yang menyebalkannya adalah, terlalu banyak orang yang mengagungkan aksi Zaadit ini, meski sebenarnya aksinya hanyalah aksi biasa yang tidak ada artinya atau seperti yang di judul artikel ini saya tulis, aksi yang seharusnya tidak dilakukan. Orang-orang menyebutnya heroik karena berani bersuara, dan banyak yang berkata seakan dia adalah simbolisme aksi mahasiswa yang kini cenderung apatis dan diam. Momentum ini pun digunakan sejumlah elit politik yang anti terhadap pemerintah untuk memuja aksi Zaadit agar citra pemerintah terlihat negatif, bahkan sampai mendapat tawaran umroh, meski akhirnya ditolak.

Kesimpulannya adalah, Aksi "Kartu Kuning" Zaadit bukanlah aksi heroik, melainkan aksi yang mempermalukan dirinya sendiri yang seharusnya tidak ia lakukan. Saat ini kita berada di era reformasi dan bukan di era orde baru di masa lalu di mana aspirasi bisa disampaikan dengan cara yang lebih baik, seperti diskusi, misalnya, terlebih saat itu presiden Jokowi sebenarnya sudah merencanakan akan bertemu dengan BEM UI, namun dibatalkan karena aksinya yang seharusnya tidak ia lakukan ini.

Pemerintah kita bukanlah pemerintah yang sama seperti saat jaman orba yang anti-kritik, tapi kebebasan mengkritik pun tetap ada aturannya, melihat bagaimana perkembangan internet yang terlalu bebas, sering kita melihat bahwa orang-orang yang ditangkap polisi karena menghina presiden atau kapolri malah menyalahkan dan menganggap pemerintah anti-kritik, namun kenyataannya menghina dan mengkritik itu berbeda. Saya yakin kita semua berharap ke depannya tidak terjadi hal seperti ini lagi dan setiap aspirasi baik itu dari masyarakat ataupun dari mahasiswa bisa disampaikan dengan cara yang lebih baik.

 Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun