Sembalun juga pernah menjadi sentra komoditas bawang putih di era Soeharto sekitar tahun 1990 hingga 1997.
"Sembalun sangat terkenal sebagai sentra bawang putih saat itu. Potensi 400 hektare bisa ditanami semua, tapi sampai 1997 di saat pemerintahan Soeharto berakhir, kejayaan bawang putih Sembalun juga berakhir karena harga bawang dari China lebih murah," kata Hairul.
Saat ini eksisting lahan yang ditanami bawah putih di Kecamatan Sembalun hanya sekitar 50 hektare.
Petani di sana enggan menanam bawang putih lantaran ongkos produksi yang dinilai terlalu tinggi dan juga harga jual yang cenderung tidak stabil.
Ketua Kelompok Tani Lendang Luar Sembalun, Risbaini (48) mengatakan, menanam bawang putih bagi petani Sembalun saat ini bukan hal yang mudah, jika tanpa pendampingan dan perhatian banyak pihak.
Ia menjelaskan, setidaknya dibutuhkan dana Rp100 juta sampai 110 juta untuk ongkos produksi menanam 1 hektare lahan bawang putih.
"Ongkosnya tinggi, untuk bibit pupuk dan juga operasional.Sementara produktivitas kita disini rata-rata hanya 25 ton sampai 30 ton perhektare. Tapi kalau ada bantuan bibit dan pupuk kami pikir petani bisa lebih tertarik," katanya.
Risbaini menjelaskan, saat ini ada sekitar 79 kelompok tani di Kecamatan Sembalun, dengan anggota total mencapai 800 orang.
Namun yang masih aktif menanam bawang putih hanya 200 an orang, sisanya lebih memilih menanam komoditi hortikurtura, padi dan jagung, yang dinilai lebih mudah dan menguntungkan.
Jika hitungan Risbaini diperlukan minimal Rp100 juta untuk 1 hektare lahan bawang putih, maka bisa diperkirakan program perluasan lahan tanam 60 ribu hektar bawang putih nasional, akan menanggung biaya tidak kurang dari Rp60 Triliun.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H