Kasus pelecehan seksual saat ini sudah sering sekali terdengar di media cetak maupun digital, kebanyakan korban dari kasus pelecehan seksual dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak.Â
Namun banyak diantara mereka yang  takut melaporkan kejadian pelecehan yang mereka alami. Hal ini dikarenakan masih adanya stigma di masyarakat bahwa korban pelecehan seksual merupakan orang yang dianggap kotor dan memalukan nama keluarga.Â
Kurangnya perlindungan kepada korban juga menjadi faktor yang membuat korban takut untuk bersuara, maka berangkat dari aspek tersebut gerakan-gerakan perlindungan terhadap korban pelecehan seksual mulai dikampanyekan.
Seperti adanya penjaminan perlindungan kepada perempuan yang dilakukan oleh Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga turun tangan dengan memberikan perlindungan hukum dan pendampingan baik itu secara fisik maupun psikologis kepada korban pelecehan seksual yang dialami oleh anak-anak.Â
Pelecehan seksual bisa dialami oleh siapapun dan dimanapun, bisa jadi kita pernah mengalami pelecehan tersebut namun kita tidak sadar bahwa tindakan tersebut masuk ke dalam pelecehan seksual, pada kesempatan ini saya sebagai penulis ingin berbagi mengenai pengalaman yang tidak pernah saya duga, bahwa kejadian tersebut merupakan bagian dari pelecehan seksual.
Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan pelecehan seksual? Secara umum Pelecehan seksual merupakan sebuah tindakan atau perilaku yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang dikehendaki ataupun tidak dikehendaki baik itu verbal ataupun nonverbal sehingga membuat orang tersebut tidak nyaman dan merasa direndahkan yang menjurus kepada perbuatan mesum.Â
Penulis mengambil 3 bentuk pelecehan yang dilansir dari Halodoc, bentuk-bentuk pelecehan seksual yang perlu diketahui:
Perilaku Menggoda, ditandai dengan perilaku seksual yang menyinggung, tidak pantas, dan tidak diinginkan korban. Contohnya, menggoda seseorang hingga membuatnya risih, memaksa seseorang untuk melakukan hal yang tidak disukainya, dan ajakan lain yang tidak pantas.Â
Pelecehan Gender, perilaku ini berupa pernyataan seksis yang menghina atau merendahkan seseorang karena jenis kelaminnya. Contohnya, komentar yang menghina, gambar atau tulisan yang merendahkan, lelucon cabul atau candaan tentang seks.Â
Pemaksaan seksual, perilaku ini terkait seks yang ditandai ancaman hukuman. Artinya seseorang dipaksa melakukan tindakan yang tidak disukainya, jika tidak ia akan diberikan hukuman atau ancaman seperti pencopotan jabatan, disebarkan aibnya, sampai pada ancaman pembunuhan.Â
Seperti kita ketahui banyak korban yang takut untuk melaporkan tindakan tersebut, karena merasa lemah dan tidak ada yang mendukung. Maka dengan itu beberapa lembaga hadir untuk melindungi mereka terutama kepada perempuan dan anak.Â
Pelaku Kejahatan pelecehan seksual banyak dilakukan oleh kalangan pria kepada perempuan dan anak, namun bagaimana jika tindakan tersebut terjadi kepada kalangan pria sebagai korbannya.Â
Jika korban membuka suara banyak yang menganggap hal itu sebagai sebuah guyonan dan candaan sehingga hal itu dianggap angin lalu saja. Maka korban akan memendam semua itu sendirian.Â
Saya merasa bahwa anggapan tersebut memang betul adanya di masyarakat, karena pria secara general harus kuat dan tidak boleh merasa lemah. Itulah yang saya rasakan ketika saya pernah mengalami sebuah tindakan pelecehan seksual.Â
Pada awalnya saya tidak pernah menyangka bahwa apa yang saya alami merupakan sebuah tindakan pelecehan seksual. Saya mencoba untuk berdamai dengan diri saya dan melupakan kejadian itu.Â
Tindakan tersebut saya alami ketika saya berada dibangku SMA, hari itu saya pulang sore karena ada rapat OSIS. Sebelumnya saya sudah janjian dengan teman saya untuk bertemu di toko buku membeli peralatan alat tulis karena ujian akhir akan segera dilaksanakan, karena sudah sore saya datang agak terlambat ke salah satu toko buku yang ada di dalam mall itu.Â
Sebelum saya ke toko buku, saya melaksanakan shalat ashar di masjid yang letaknya berada di lantai atas mall.Â
Sehabis melaksanakan shalat ashar saya mengikat tali sepatu saya, ternyata di sebelah masjid ada sebuah ATM yang cukup besar. Di sana ada beberapa orang sales yang berdiri di depan ruangan ATM, sesudah mengikat tali sepatu saya berjalan dan melewati ruangan tersebut.Â
Tiba-tiba ada seorang sales laki-laki yang menghampiri saya, dalam pikiran saya mungkin orang ini ingin menawarkan sebuah brosur atau hal yang berkaitan dengan bank.Â
Orang tersebut terlihat tidak mencurigakan, ia mendatangi saya dan menanyakan nama saya. Namun saya tidak menjawab, dengan cepat orang itu bertanya lagi 'sekolah dimana?' saya hanya menjawab nama daerah sekolah saya.Â
Tidak habis dari situ ia bertanya nomor telepon saya, saya menjawab 'hah?'. Saya mulai merasa takut ketika ia bertanya 'pulang kemana? Saya anterin ya'.Â
Dari situ saya panik dan melihat ke kanan dan kekiri celingak celinguk, karena merasa dalam situasi yang tidak nyaman. Iya bertanya lagi 'nomor teleponnya berapa ganteng?'. Saya mencoba untuk pergi namun ia mencegat di depan saya. Sempat melihat sekeliling saya mencari celah untuk kabur. Dalam pikiran saya hanya ada 'kabur', ditambah situasi saat itu cukup sepi.Â
Saya sangat bersyukur ketika seorang sales perempuan datang dan berkata 'udah dek pergi aja, jangan ditanggepin' saya langsung berjalan dengan cepat meninggalkan area itu. Parahnya laki-laki itu masih memanggil-manggil saya untuk memberikan nomor telepon.Â
Kejadian itu membuat saya shock, bahkan untuk waktu yang lama saya tidak pernah ke mall tersebut karena takut kejadian itu terulang lagi. Kejadian lainnya yang saya alami yaitu di situasi yang cukup ramai.Â
Seingat saya kejadian ini di salah satu stasiun KRL JABODETABEK, Saat itu saya ingin pulang, menaiki kereta arah Jakarta Kota. Situasi stasiun tidak sepi namun tidak terlalu ramai, banyak orang yang menunggu kereta di dekat tempat duduk.Â
Saya memilih untuk berdiri agar dapat melihat langsung kereta yang datang, semua berjalan normal. Saya menunggu kereta sambil melihat ke arah bawah dan atas.Â
Saat melihat datangnya arah kereta, dari jauh kereta sudah terlihat. Namun ada seorang pria sekitaran umur 30-an memandang saya, saya sadar ia memperhatikan saya ketika saya menengok ke arah kereta.Â
Saya membuang muka, dalam benak saya mungkin hanya kebetulan. Saya melihat lagi kereta semakin dekat, pria itu menatap ke arah saya cukup lama. Kali ini saya ingin memastikan apakah orang itu benar menatap ke arah saya.Â
Dengan berani saya melihat ke arah pria itu, kaget bukan kepalang pria itu bertatapan mata dengan saya. Dengan hitungan detik pria itu memanyunkan bibirnya, seperti memberi ciuman dari jauh ke arah saya disertai dengan kedipan mata.Â
Di situ saya merasa itu sangat menjijikkan, kenapa orang itu bersikap seperti itu kepada saya. Kereta datang dan saya masuk ke dalam kereta, entah mengapa pria itu tiba-tiba ada di satu gerbong kereta dengan saya. Merasa takut saya mencoba untuk bersembunyi di balik badan orang-orang yang sedang berdiri.Â
Pada awalnya saya hanya memendam itu sendirian dan menganggap kejadian yang saya alami merupakan hari apes bagi saya, ketika saya nongkrong dengan teman saya dan membicarakan isu pelecehan seksual ternyata teman laki-laki saya juga pernah mengalami hal itu, namun mereka tidak terlalu menganggapnya serius dan membuat hal itu sebagai pengalaman yang menjijikan dalam hidupnya.Â
Dari situ kami sharing dan saling memberikan penguatan satu sama lain, agar bisa bertindak tegas dengan orang-orang yang melakukan tindakan seperti itu.Â
Bahkan kami pun juga berwaspada jangan sampai menjadi pelaku pelecehan seksual. Saya harap banyak diantara kita yang menyadari bahwa pria juga bisa menjadi korban pelecehan seksual dimanapun dan kapanpun sehingga bisa lebih berhati-hati.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H