Mohon tunggu...
Panca Nur Ilahi
Panca Nur Ilahi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Rebahan

Limpahkan pemikiran dengan sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lampu Malam

21 September 2020   23:06 Diperbarui: 21 September 2020   23:44 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan ku di dunia perkuliahan sudah hampir selesai, seperti berlari marathon sedikit lagi aku melampaui garis finish. Dengan keringat yang membasahi sekujur tubuh dan nafas yang terengah-engah aku mendekati garis itu, ya, garis tanda selesainya perjuangan ku selama ini.

Memang betul nasihat orang tua bahwa aku harus fokus dengan pendidikan di bangku kuliah, karena pada masa ini akan banyak ujian kehidupan yang mencoba menggoyahkan diri untuk berhenti dan menyerah. 

Aku memasuki semester akhir atau lebih tepatnya semester delapan pada jurusan yang aku pelajari. Tentunya aku harus mengerjakan tugas akhir atau skripsi agar mendapat gelar sarjana. Semua mahasiswa sudah mulai sibuk untuk menentukan judul yang akan mereka ambil, hari ini aku harus sudah mengajukan judul skripsi ku kepada dosen pembimbing.

Aku merasa belum sepenuhnya percaya diri dengan judul yang aku ambil, maka aku memutuskan untuk ke perpustakaan kampus terlebih dahulu sebelum bertemu dengan dospem. 

Aku berniat untuk memantapkan judul yang aku ambil, tentunya aku juga butuh saran dari orang lain agar ada pandangan orang kedua dari judul tersebut, aku mencoba me-Whatsapp Kevin. 

'Vin hari ini gua mau ke perpus, lu temenin gua dong.' aku berusaha mengajak kevin.

Selang 10 menit kemudian Kevin membalas 'yaudah lu duluan aja nanti gua nyusul.'

'Gua butuh banget elu nih buat ngasih saran judul Skripsi gua, gua juga mau curhat soal masalah keluarga yang gua alamin' balas ku, agar Kevin sadar bahwa saat ini aku butuh seseorang. 

'Iya gua nanti bantuin deh, kan kemaren lu udah sering bantuin gua' Kevin membalas dengan sebuah harapan. 

'Oke gua tunggu jam 10 pagi ya, gua udah mau otw nih' tak ada balasan, terlihat centang dua berwarna biru tanda Kevin sudah membaca pesan ku.  

Kevin merupakan salah satu teman cowok ku yang cukup dekat di banding dengan Anton dan Bima, kami memang sering bersama tiga setengah tahun belakangan ini, bisa dibilang dari semester awal kami selalu nongkrong bareng. 

Sudah hampir setengah jam aku di perpustakaan, sambil menunggu Kevin aku membaca skripsi lain untuk mendapat inspirasi, Hp ku bergetar tanda masuknya sebuah pesan WA, aku buka pesan itu 'Cup gua gak bisa nemenin lu sorry banget ya' aku terdiam, ternyata pesan dari Kevin, ini sudah kesekian kalinya aku diperlakukan seperti ini oleh Kevin. Aku hanya bisa menghela nafas 'Hufft' sambil membaca skripsi yang ku pegang. 

Disaat seperti ini aku hanya bisa terdiam tanpa ada reaksi kekecewaan yang aku tunjukan. Aku berdiri dan berjalan untuk menenangkan diri, berjalan ke arah lorong rak aku menaruh skripsi yang aku baca. Akhir-akhir ini memang Kevin menghubungi ku jika dia butuh bantuan mengenai skripsinya saja. Namun saat ini kali pertama aku membutuhkan Kevin. 

Hp ku bergetar lagi, kali ini pesan dari dosen pembimbing ku 'Assalamualaikum mas, hari ini tidak jadi bimbingan ya. Saya ada urusan.' membaca pesan ini aku bingung harus membalas apa karena sudah dari jauh-jauh hari aku meminta waktu untuk bertemu dengan beliau. 'Walaikumsalam, iya pak tidak apa-apa' sambil mengerutkan dahi aku membalas pesan WA itu. 

Waktu sudah menunjukan pukul 14.00 WIB, aku harus bergegas untuk kelas Sosiologi Pembangunan. Di dalam kelas aku bertemu dengan Kevin namun aku hanya terdiam melihat sikapnya yang seakan tidak terjadi apa-apa. 

'Cup...ucup... Yusuf!' sambil menepak pundak ku Anton memanggil. 

'Eh iya kenapa ton?' aku menoleh ke Anton yang duduk tepat di belakang ku. 

'Lu kok bengong, noh lagi di absen.' Anton terheran dengan sikap ku.

'Hadir pak.' Sambil mengangkat tangan aku tersenyum ke Anton tanda terima kasih sudah menyadarkan ku. 

Kelas ini berlangsung hingga sore hari, aku tidak terlalu fokus dengan materi yang dijelaskan, terlalu banyak pikiran yang ada di otakku. Hanya ada pertanyaan 'Mengapa semua masalah ini terjadi di saat aku butuh dukungan orang lain? Aku hanya ingin menyelesaikan pendidikan ku ini, cukup.' 

semua masalah yang terjadi selalu aku pendam agar aku terlihat kuat dan tidak dikasihani orang lain, namun ternyata aku manusia biasa yang butuh dukungan dan tempat cerita. Aku bingung tanpa pegangan karena masalah yang kuhadapi selama setahun ini. 

Niatan ku untuk cerita ke teman terdekat ku ternyata sia-sia, mereka tidak terlalu peduli dengan diriku, yang mereka pedulikan bagaimana mereka bisa menyelesaikan urusannya dengan lancar. Mungkin hanya aku yang merasa mereka adalah teman ku, sedangkan mereka menganggap aku sebagai teman jika sedang butuh saja. Begitu miris pertemanan di kota metropolitan. 

Kelas sudah selesai, semua mahasiswa mulai keluar dari gedung fakultas beberapa menuju DPR (Di bawah Pohon Rindang) sebutan tempat nongkrong mahasiswa. Aku duduk sembari melihat HP. 

'Maen HP mulu lu dari tadi, di kelas juga diem doang. Ada masalah?' Bima mencoba menggali sikap anehku. 

'Hehe gak tau lagi mumet aja gua bim.' mata ku mengarah ke Bima.

'Cerita aja ada masalah apa?' pertanyaan Bima memancing ku untuk bercerita.

Anton memotong pembicaraan dan berkata 'Udah biarin aja paling lagi galau gara-gara jomblo terus'.

'Iya biarin aja si ucup, entar juga biasa lagi. Kebanyakan nonton Drama Series Thailand si lu, eh apa kebanyakan Drama Korea hahaha.' Kevin menimpali omongan Anton.

Aku hanya tersenyum dan berkata dalam hati 'Series kesukaan gua itu dari Barat The Umbrella Academy'. Aku lelah dengan obrolan yang sia-sia ini. 

'Gua cabut ya, mau balik, capek gua udah malem jugakan, Dari sore kita disini.' 

Tanpa ada pertanyaan, mereka mengiyakan pamitnya diriku dari tongkrongan yang bisa menghabiskan banyak waktu bahkan sampa kampus tutup. 

Aku mulai menyusuri jalanan malam yang disoroti dengan lampu-lampu jalan yang begitu indah, ditambah gemerlapnya lampu gedung-gedung Ibu Kota. memberikan kesan cantiknya Jakarta di waktu malam. 

Entah mengapa angin malam ini begitu sejuk menghempas diriku yang mengendarai motor, macetnya Jakarta membuat aku banyak menghabiskan waktu di jalan. Pegal di punggung mulai terasa begitu berat.

Aku menoleh ke kanan terlihat gedung dengan pantulan cahaya yang begitu menarik, aku tertegun ke arah gedung itu. Entah mengapa aku ingin mengadu dengannya tentang beban hidup yang aku rasakan. 'Tin...tin tin...' suara mobil di belakang sudah mulai klakson, ternyata jalan sudah mulai lancar kembali. 

Sampai di jalan Mampang aku menarik gas motor ku, karena saat itu jalanan sangat lengang. Aku berhenti di lampu merah mampang, 115 detik mulai menghitung mundur. Entah aku merasa lampu merah kali ini begitu lama, sambil menatap ke atas aku melihat langit malam ini ternyata gelap dan mendung. 

Di balik kaca helm ku, aku teringat dengan semua masalah yang aku alami, dari orang tua ku yang setiap hari bertengkar satu tahun belakang, tugas akhir yang menuntut untuk harus segera selesai, teman yang mengecewakan, semua tulisan yang aku kirim ke media cetak ternyata tidak ada satupun yang lolos tayang. Aku merasa sendirian di dunia ini, dada ini terasa sesak dan sulit bernapas. 

Air mata mulai menetes dari mata yang kupejamkan, begitu lemah diriku. Manusia memang makhluk yang lemah jika tidak bersama tuhan 'hah' aku berteriak sambil membuka kaca helm ku. Namun air mata ini terus berlinang, seorang bapak-bapak menatap diriku dengan tatapan aneh. 

Aku tertunduk dan ternyata air mata ini turun dengan derasnya 'ya yusuf kamu sudah tidak bisa menahannya, keluarkan saja' hati ini memberi sinyal. 

Aku mulai terisak dengan tangis ku di lampu merah mampang, tanpa menghiraukan orang lain aku luapkan rasa beban itu di tengah jalan. Memang lucu rasanya melihat seorang pemuda menangis tanpa sebab di lampu merah. Mengusap air mataku aku mulai menenangkan diri. Apa daya rasa sedih ini terus terlampiaskan, aku merasa ini sebuah abreaction yang sudah lama aku pendam. 

Hujan mulai turun dan menghujani seluruh badan ku, orang disekelilingku beranjak pergi untuk menepi, aku kembali melihat langit dengan air yang begitu deras. Aku terdiam dan melampiaskan semua beban ku di tengah hujan malam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun