Awal Agustus lalu, saya sangat bersemangat. Apa pasal? Saya akan mengikuti workshop penulisan yang diselenggarakan CLICK Kompasiana. Tidak hanya workshop penulisan, beserta peserta workshop lain, usai workshop, kami akan berkunjung ke Pantai Maju.
Pada Jumat yang masih amat pagi, Argo Parahyangan membawa saya dan empat kawan Kompasianer ke Jakarta. Kami tiba di TMII sebagai lokasi workshop tepat saat azan Dhuhur berkumandang.
Workshop Penulisan
Workshop dimulai setelah para peserta pria menunaikan salat Jumat dan peserta wanita beribadah salat Dhuhur. Materi workshopnya adalah menulis fiksi bersama Fanny Jonatan Pyok. Saya baru ngeh kalau Kak Fanny ini putrinya Gerson Pyok, sastrawan kenamaan yang tulisannya banyak dimuat di Harian Kompas.Â
Miris hati saya mendengar kisah pilu Gerson Pyok menjalani masa sakit hingga beliau berpulang. Di situ saya kembali berpikir bisakah saya hidup dari menulis? Jika bisa, tulisan seperti apa yang bisa menjamin kehidupan saya?
Ketika Kak Fanny berbagi info tentang fee yang diterima Alberthiene Endah, sang penulis spesialis biografi artis dan tokoh populer di negeri ini, saya berdecak kagum. Tetep aja harus punya networking orang - orang yang dekat dengan dunia keartisan atau politik. Karena nepotisme di negeri ini teramat kental.
Kondisi Gerson Pyok mengingatkan saya pada Hamsad Rangkuti. Beliau juga sakit dan wafat jauh dari ingar - bingar perayaan karya - karyanya. Padahal karya - karya Hamsad Rangkuti ini juga diperhitungkan di dunia sastra nasional.
Keprihatinan itu membuat saya berpikir apa yang harus dilakukan agar tulisan kita bernilai secara materi secara berkelanjutan?
Pemaparan dan penjelasan dari dua pembicara selanjutnya tentang content marketing dalam tulisan serta potensialnya tulisan bertema ekonomi membuat saya kembali bersemangat menjadi penulis, terutama penulis blog.Â
Mas Iskandar Zulkarnaen, Co founder Kompasiana menjelaskan serba -serbi literasi digital. Bagi saya yang sudah bertekad menjadi blogger professional, materi ini sangat bermanfaat. Menurut Mas Isjet, ada empat prinsip dalam membuat content marketing :
1. orisinalitas; dilarang keras menjiplak
2. kesabaran; konten marketing bukan proses kilat
3. aktual; sesuaikan dengan kondisi terkini masyarakat
4. fleksibel artinya bisa membuat konten di semua platform media sosial.
Berkaitan dengan yang konten marketing, Direktur Program PPI (Persatuan Penulis Indonesia), Bang Isson Khaerul menekankan pentingnya kekayaan data yang valid dalam menulis. Untuk itu, setiap penulis wajib memperkaya diri dengan berbagai informasi, baik primer maupun sekunder. Kerangka berpikir yang harus menjadi pedoman adalah isi tulisan harus bermanfaat untuk banyak orang.
Ilmu - ilmu baru ini mengurai simpul - simpul kekhawatiran saya tentang masa depan kehidupan penulis. Ketika simpul - simpul kekhawatiran itu terurai, saya merasa melihat masa depan profesi penulis amat cerah. Efek semangat itu memudahkan saya menulis cepat di ponsel ketika panitia meminta kami menyampaikan membuat artikel tentang kesan pesan tentang acara hari pertama. Harapan memang selalu menjadi bahan bakar perjalanan.
Plesir ke Pantai Maju
Esok paginya, sekira pukul 06.30, rombongan bergerak ke Pantai Maju. Saya penasaran sekali seperti apa sih Pulau D yang direklamasi menjadi daratan ini.
Setibanya di sana, yang saya jumpai jalanan panjang yang gersang. Â Beberapa orang tampak sedang berolahraga jalan kaki. Banyak bangunan baru di kanan kiri jalan. Ada juga deretan warung tenda yang katanya menjadi jujugan wisata kuliner pada sore hari.Â
Hari masih pagi, tapi sinar matahari terasa amat menyengat di kulit. Saya yang masih agak mengantuk berusaha tetap semangat menikmati Pantai Maju yang menjadi kawasan bisnis ini. Di kejauhan, saya melihat gedung - Â gedung pencakar langit tampak terselimuti kabut. Objek foto yang indah. Namun sayangnya, itu bukan kabut, tapi polusi udara yang terakumulasi hingga terlihat seperti kabut. Ah ya, saya ingat hari itu Udara Jakarta masih menempati peringkat kedua terburuk di dunia.Â
Bersama kawan - kawan, saya menyusuri jalan di Pantai Maju hingga ke tepian laut. Sebagai orang Bandung yang jauh dari laut, saya antusias bias melihat laut dari dekat. Karena bukan kawasana wisata, saya hanya bias memandanginya dari  tepian. Di tepi laut ini ada lahan yang amat luas sedang dalam proses pembangunan. Truk - truk lalu lalang di sana.  Sejauh mata memandang hanya ada kesibukan proyek. Kondisi ini mengingatkan saya pada film -film Hollywood. Saya seolah - olah menjdi detektif sedang  yang mengintai proyek misterius. Â
Jujur, Â takada yang menarik di tempat ini selain kontroversi yang terus merebak sejak pulau ini direklamasi. Yang menarik hanyalah berita - berita kontroversi tentang kebijakan Ahok dan Anis. Manakah yang lebih layak diperjuangkan? Keselamatan lingkungan hidup di masa depan atau keuntungan yang diterima Pemda DKI dengan adanya reklamasi?Â
Hari beranjak siang, agenda di Pantai Maju pun usai. Mobil elf mengantar kami ke tujuan yang sudah disepakati sebelumnya. Saya Bersama kawan -kawan bersepakat turun di HI lalu lanjut naik MRT. Selepas Maghrib, kami kembali ke Bandung. Perjalanan 39 jam yang mengesankan. Terima kasih CLICKompasiana dan PPI. Sampai jumpa lagi..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H