Mohon tunggu...
Sugi Siswiyanti
Sugi Siswiyanti Mohon Tunggu... Full Time Blogger - blogger lifestyle, content writer, writer

Menikmati hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Panta Rhei, yang Abadi Adalah Perubahan

11 Februari 2016   18:25 Diperbarui: 11 Februari 2016   19:01 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang ini ada broadcast massage masuk ke grup Whatsapp. Isinya renungan orangtua tentang betapa sempitnya waktu yang dimiliki bersama anak –anaknya. Tahu – tahu anak –anaknya sudah bukan balita lagi. Tahu – tahu mereka sudah remaja, dewasa, dan menua juga. Kekhawatiran yang muncul kemudian adalah sebanyak apa bekalyang sudah diwariskan pada anak – anak. Bekal materi mungkin bisa dihitung, tetapi bekal immateri yang seringkali kurang terdeteksi berapa banyak yang sudah kita berikan pada mereka?

Merenungi betapa cepat waktu berlalu dan mendapati anak – anak kita sudah punya acara sendiri –sendiri. Sebagian malah sudah menggendong anak lagi. Renungan yang meninggalkan perasaan haru sekaligus sedih. Haru karena banyak yang sudah dilewati dan diraih. Sedih karena kadangkala ada keinginan kembali ke masa kecil mereka; memperbaiki kesalahan – kesalahan kita sebagai orangtua.

Namun, mesin waktu hanya ada di layar kaca atau di buku – buku cerita. Yang nyata adalah pergerakan waktu yang tak bisa dihentikan barang sedetik pun. Yang bisa dilakukan para orangtua hanya menerima dan memanfaatkan sisa waktu yang dikaruniakan-Nya.

Sudah sunatullah segala sesuatu akan tumbuh dan berkembang. Segala sesuatu akan berubah dari kecil, besar, tua, lalu mati. Semua mengalaminya tanpa kecuali. Takhanya manusia, tetapi juga tumbuhan dan hewan. Waktu terasa sangat sedikit karena perubahan yang terus terjadi. Karena itu, Herakleitos mengatakan yang abadi hanyalah perubahan. Perubahan menyampaikan pesan  tak ada yang abadi. Tak ada yang abadi kecilnya, abadi tuanya, abadi menetapnya, atau abadi kemasyhurannya. Semua akan berangsur berkurang atau bertambah. Semua akan tampak sekaligus hilang. Pada intinya semua akan mati dalam berbagai konteksnya.

Seandainya setiap individu memahami ini, takkan ada kerakusan menguasai atau kesedihan kehilangan. Semua diterima apa adanya. Semua dijalani sebaik – baiknya. Orangtua akan menghargai setiap waktu bersama buah hatinya. Para pemimpin akan legowo dengan dinamika pergantian kekuasaannya.

Jika setiap individu menyadari ini, tak ada yang akan terlalu sedih, tak ada yang terlalu takut, dan tak ada yang selalu kesepian. Semua akan dirasakan bergantian. Semua akan mengalami banyak hal dengan kesadaran bahwa yang abadi adalah perubahan. Karenanya, manfaatkan setiap jengkal kesempatan dan waktu sebaik – baiknya. Namun, jika terlewat, yah sudahlah. Kesempatan baik sebenarnya datang lebih dari sekali. Tergantung usaha kita, kekuatan pikiran dan hati kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun