Akan tetapi kegiatan politik yang hidup di dalam program-program televisi tidak melukiskan realitas politik di Indonesia sesungguhnya. Media massa sering dijadikan sebagai alat politik oleh para petinggi Negara, padahal fungsi penting media massa adalah mengawal demokrasi. Pada dasarnya, media harus mampu mengontrol jalanya kegiatan di pemerintahaan, meski tidak menapikan adanya partai politik. Partai politik sebagai alat menuju demokrasi merupakan salah satu syarat sebagai lembaga resmi dalam sebuah politik. Akan tetapi, media ternyata juga mempunyai kepentingan yang sama, yaitu dapat mampu mengawal partai politik.
Media di Indonesia sendiri hingga saat ini belum mampu sepenuhnya untuk menjadi pengawas kegiatan demokrasi dan wadah aspirasi masyarakat. Media yang seharusnya berperan sebagai pengawas kinerja pemerintahan justru malah menjadi bagian dari sistem politik itu sendiri. Media seharusnya memberikan arus informasi secara netral dan berimbang sesuai dengan fakta yang ada, namun kenyataannya informasi yang disajikan oleh media merupakan informasi yang diolah sesuai dengan kebutuhan para pemilik media selaku gatekeeper dari media itu sendiri.
Hal ini bukanlah sebuah rahasia, banyak sebagian dari masyarakat menyadari hal tersebut. Kesadaran yang muncul di masyarakat tidak lantas merubah hal tersebut, yang berubah adalah cara masyarakat memilih media mana yang akan mereka konsumsi. Disisi lain hal tersebut secara tidak langsung mendorong masyarakat agar lebih cerdas dan selektif dalam memilih arus media yang hendak mereka konsumsi.
Kesalahan yang terjadi dalam media tersebut dikarenakan banyaknya pengaruh dari para politisi yang memiliki power dalam sebuah media. Sebagai satu contoh yang sangat nyata adalah, sebuah jingle dari salah satu partai baru yang selalu dikumandangkan di salah satu group televisi nasional. Secara nalar memang mudah untuk menjelaskan mengapa jingle tersebut yang notabene adalah milik sebuah parpol politik dapat dipublikasikan melalui sebuah group televisi nasional, karena pemilik dari media tersebut adalah ketua umum dari partai itu.Â
Kesalahan yang terjadi tidak semata-mata ada pada pihak penguasa, kesalahan tersebut juga ditunjang dengan adanya celah-celah dari regulasi yang memang bisa dimanfaatkan oleh para penguasa media yang memiliki kepentingan dalam urusan politik. Secara hukum memang tidak salah, dikaji secara ekonomis pun juga tidak salah karena siapa saja yang memiliki modal dapat menguasai sebuah media, karena media menjadi salah satu industri besar era ini.Â
Namun secara moral apakah hal tersebut dapat dibenarkan ? apakah masih sesuai dengan prinsip-prinsip dasar bagaimana seharusnya sebuah media ? saya rasa tidak apabila kita melihat uraian dari dasar teori bagaimana seharusnya sebuah media yang ideal, sesuai dengan yang sudah dijabarkan diatas.
Media tidak lagi netral, arus informasi yang disajikan juga sudah mulai tidak berimbang karena adanya tedensi politik dalam pengolahan dan penyampaian informasi kepada masyarakat. Media tidak lagi menjadi pengawas yang netral dari kinerja pemerintah, justru banyak masyarakat yang mengawasi media karena kinerjanya yang tidak sesuai prinsip awal. Yang berdampak laten bagi masyarakat umum adalah apabila media salah memberikan edukasi bagi khalayak.Â
Dari segi konten yang disajikan justru media memberikan banyak pemahaman yang salah, konten pencitraan dan debat kusir tanpa solusi mengenai isu-isu yang sedang mencuat ke permukaan justru mendidik para khalayak menjadi generasi yang kurang solutif. Karena memang idealnya politik dan media menjadi hal yang terpisah namun saling menguatkan.Â
Dengan adanya media, seharusnya dapat menjadi wadah demokrasi yang positif. Tidak hanya mengawasi namun juga dapat menfasilitasi masyarakat agar dapat dapat berdemokrasi dengan cerdas, sehingga dapat membantu sistem politik yang ada di Indonesia.
Yang terpenting dari tulisan diatas bukanlah pada penilaian kita terhadap media di Indonesia ini. Titik berat dari tulisan ini adalah agar kita dapat paham dengan kondisi yang ada, dan harapannya kita dapat mulai melakukan sesuatu untuk memperbaiki hal tersebut. Apabila masyarakat sudah cerdas dan sudah paham dengan kondisi yang ada, yang dibutuhkan adalah gerakan kecil. Sekecil apapun gerakan kita untuk membenarkan sistem yang ada apabila dilakukan secara bersama-sama dapat menjadi sesuatu hal yang besar.Â
Hal-hal kecil tersebut dapat dimulai dari diri kita sendiri, menjadi pribadi yang kritis dan tidak hanya diam dan membenarkan sebuah kekeliruan merupakan satu hal konkrit yang bisa kita lakukan. Apabila lembaga pengawas yang terkait tidak dapat berbuat banyak, maka kitalah yang akan mengawasi hal-hal yang keliru yang dalam konteks ini adalah media. Apabila kita sebagai khalayak dapat memilah media secara cerdas dan tepat, maka iklim media yang ada juga akan berubah. Karena sebenarnya bentuk dari sebuah media adalah representasi dari apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya.