Dulu ada sebuah program yang dinamakan Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara, atau biasa disingkat menjadi KPR BTN. Sebagai satu-satunya bank yang paling banyak mengeluarkan permodalan untuk membantu pihak pengembang membangun perumahan bagi masyarakat, hingga akhirnya kependekan dari KPR BTN diplesetkan oleh sebagian orang menjadi "Kepengen Punya Rumah Biar Tidak Numpang".
Dominasi yang dipegang oleh BTN kini hanya tinggal cerita, kini banyak bank-bank lainnya juga ikut mencoba peruntungan dalam memutar uang yang masuk kedalam Bank-Bank mereka, bahkan kisah kejayaan BTN ketika masih menjadi berani untuk melakukan pembiayaan pembangunan rumah, saatnya mulai tergeser, apalagi beberapa kemudahan yang ditawarkan oleh bank lainnya cukup membuat para calon pembeli berani untuk mengambil sikap.
Masyarakat dari berbagai lapisan saat ini menjadikan kebutuhan "papan" yang utama dibandingkan dengan kebutuhan sandang maupun pangan yang pada beberapa tahun lalu menjadi utama dan papan belum dianggap kebutuhan mendesak. Namun kini berbeda. Laju penduduk Indonesia yang belum memiliki rumah, cukup tinggi, bahkan salah satu bisnis yang dianggap cukup menguntungkan adalah penyedian kamar kos yang diperuntukkan bagi para pekerja, terutama pekerja yang berpenghasilan rendah.Â
Hingga akhirnya mereka menikah, dan kebutuhan akan tempat hunian yang representatif menjadi sebuah keharusan, bahkan dari beberapa pekerja kecil terutama yang bekerja disektor pabrik dan sudah berkeluarga, ketika anda tanyakan apa yang mereka butuhkan ketika mereka memiliki uang, jawabannya pasti rumah, bukan lagi persoalan baju atau kendaraan.Â
Kebutuhan yang semakin meningkat ini, juga membuat pemerintah sempat kelimpungan, bahkan untuk bisa memberikan kesempatan kepada siapa saja yang sudah "kebelet" ingin punya rumah, dibuatkan program dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dengan nama "Rumah Murah" bahkan pada tahun 2011 lalu, Kemenpera sempat mengeluarkan pernyataan jika mereka akan membangun sebuah hunian yang hanya memerlukan biaya sekitar Rp.20-26 jutaan, yang otomatis nilai jualnya juga dipastikan dibawah Rp. 100 jutaan.
Namun kisah "cerita dongeng" ini terkubur, dan penulis penasaran kenapa program Rp. 20 juta per rumah ini tidak berlanjut ? yang pasti saya perkirakan jika tetap dilanjutkan maka sudah jelas kerugian akan diderita oleh pihak pemodal, terutama pihak Bank-Bank yang ingin melakukan investasi, karena sudah tentu harga bahan material yang tidak menentu, bahkan naik dan juga di ikuti harga tanah yang sejak "Jaman Batu" terus naik dan tidak pernah turun. Jadi kisah program rumah murah ini hanyalah Dongeng Pengantar Tidur bagi pekerja kasar di pabrik-pabrik dan di tempat lainnya.
Bayangkan saja jika dengan gaji yang hanya berkisar Rp. 2 jutaan sementara harga uang muka rumah murah, rata-rata berkisar di Rp. 3 jutaan, maka sudah tentu persoalan semakin rumit, karena pengembang harus mengeluarkan dana lebih untuk membayar tanah, lalu persoalan Bunga Bank atau BI Rate yang terkadang tiba-tiba naik, walaupun juga sempat turun, namun pastinya lebih sering naik. Hal inilah yang menjadi dilema, ketika pemerintah "dipaksa" untuk mau menaikan harga rumah murah. Namun pemerintah harus bersiapa juga berhadapan dengan pihak buruh yang menuntut upah penghasilan mereka dinaikan.Â
Persoalan BI rate yang sudah tentu mempengaruhi harga KPR membuat pihak Bank harus pandai membuat program-program yang bisa menenangkan perasaan para calon pembeli rumah, agar tidak mengganggu mereka. Mengingat pembayaran KPR bukan hanya setahun-dua tahun namun sampai belasan tahun. Apalagi rumah yang ditempati tidak boleh dikontrakan apalagi diperjualbelikan sebelum melunasi kewajiban mereka kepada pihak Bank.
Sejak mengakuisisi Bank Internasional Indonesia alias BII pada tahun 2008 lalu, Maybank memulai kegiatan mereka di Indonesia, sebagai salah satu Bank yang memiliki reputasi Internasional Maybank akhirnya merubah nama BII menjadi PT. Bank Maybank Indonesia Tbk. dan hingga tahun 2016, Maybank Indonesia tercatat memiliki cabang sebanyak 428 unit cabang di Indonesia termasuk didalamnya Islamic Banking atau biasa dikenal dengan istilah Bank Syariah.Â
Maybank memiliki produk, salah satunya adalah Perbankan Ritel yang didalamnya termasuk KPR. Maybank bisa dianggap sebagai salah bank yang bisa memberikan sedikit kenyamanan untuk melakukan KPR, karena selain program suku bunga khusus bagi kredit properti, juga pembiayaan rumah syariah. dengan mengedepankan sistim Akad Murabahah dimana didalam sistim yang diadopsi dari tata cara niaga Islam ini, agar setiap penjual diwajibkan untuk memberitahukan secara jujur nilai nominal dagangannya dan berapa keuntungan yang mereka dapatkan dari hasil penjualan tersebut.Â
Hal ini sepertinya baru dilakukan oleh Bank Maybank Indonesia, karenanya dengan sistim ini, maka sudah tentu pihak konsumen bisa melakukan penilaian dan pertimbangan terlebih dahulu, sebelum bertransaksi, karena di dalam tata niaga Islam tidak dibenarkan adanya Riba makanya dibuatlah sistim Akad Murabahah dimana kedua belah pihak bisa saling menjajaki, dan yang terpenting adalah keterbukaan dan kejujuran diantara kedua belah pihak agar tidak saling mencurigai dan merugikan, karena dalam Islam berlaku istilah "Pembeli Adalah Raja"
Namun persoalan saat ini yang sedang mendera ekonomi Indonesia cukup membuat beberapa pengusaha, terutama di bidang perumahan sedikit pesimis, mengingat daya beli masyarakat sedang menurun tajam. Beberapa kasus dengan ditutupnya gerai-gerai seperti pusat perbelanjaan Matahari, dan juga beberapa ritel yang bergerak dibidang supermarket terancam tutup dan merugi.Â
Bahkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Thomas Lembong, merasa jika saat ini pergerakan ekonomi Indonesia disebutnya aneh, karena dari data mereka, jumlah investasi yang masuk ke Indonesia justru meningkat, namun daya beli masyarakat justru menurun. Bahkan ada yang menyalahkan jika ada konspirasi untuk menyerang pemerintah dengan lesunya daya beli masyarakat yang berbanding terbalik dengan masuknya Investasi yang justru naik dari tahun-tahun sebelumnya.
Saya punya teman dan bukan ahli Ekonomi, hanyalah seorang tamatan sekolah menengah atas, namun rajinnya mengikuti "kejadian-Kejadian" di sosial media, maka dia mencoba memberikan jawaban atas keheranan Thomas Lembong yang dianggapnya justru hanya berpura-pura dan sedang akting.Â
Menurutnya jumlah Investasi yang masuk ke Indonesia memang meningkat, namun yang perlu dilihat bukan nilai investasi yang masuk, tapi tenaga kerja yang seharusnya dipekerjakan di beberapa Investasi justru memakai tenaga kerja dari luar, terutama dari Tiongkok, bahkan bukan hanya sektor pertambangan, namun juga beberapa proyek-proyek besar dari pemerintah, justru banyak yang mempekerjakan tenaga kerja asing. apalagi dari hasil penelusurannya melalui berbagai media yang hampir setiap hari dibukanya, jika gaji yang diterima oleh TKA dari Tiongkok ini justru langsung ditransfer ke China melalui bank-bank milik China. Dan sama sekali mereka tidak menerima apalagi membelanjakan di Indonesia.
Yang paling memiriskan katanya, beberapa transaksi yang dilakukan oleh antar perusahaan di dalam negeri dengan pihak perusahaan dari luar negeri justru dilakukan di Singapura, bukan di Indonesia, maka persoalan ekonomi Indonesia yang sedang sakit parah ini, seharusnya tidak perlu "diherankan".
Karenanya teman saya berharapa kepada pihak bank yang akan memberikan KPR agar lebih bisa memberikan kemudahan-kemudahan pada awal-awal, seperti mencoba untuk membuat kebijakan untuk rakyat kecil Indonesia, atau yang sebaiknya pihak Bank mengikuti ucapan Anies Baswedan yang berencana untuk memberikan kemudahan bagi warga Jakarta memiliki rumah tanpa harus menyetor uang muka.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H