Pendekatan ini sangat penting dalam konteks kepemimpinan modern, di mana banyak pemimpin sering terjebak dalam korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan kepentingan pribadi. Gaya kepemimpinan Sosrokartono mengajarkan bahwa kepemimpinan sejati harus mengutamakan kepentingan umum di atas keuntungan pribadi.
2. Menekankan Kesejahteraan Sosial dan Kemanusiaan
Salah satu prinsip yang paling menonjol dari kepemimpinan Sosrokartono adalah perhatiannya terhadap kesejahteraan sosial dan kemanusiaan. Metafora "Mandor Klungsu" menggambarkan bahwa seorang pemimpin bukanlah penguasa yang berkuasa penuh, melainkan pelayan yang bekerja untuk kebaikan bersama dan mengabdi kepada Tuhan.
Filosofi ini penting karena mengingatkan para pemimpin tentang tanggung jawab mereka untuk melindungi dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Sosrokartono juga menekankan bahwa seorang pemimpin harus menghormati martabat semua orang, tanpa memandang status sosial atau latar belakang. Pandangan ini relevan dalam situasi saat ini, di mana kepemimpinan yang inklusif dan berfokus pada kesejahteraan bersama menjadi sangat dibutuhkan.
3. Membentuk Kepemimpinan yang Berkelanjutan
Gaya kepemimpinan Sosrokartono juga penting karena menawarkan pendekatan yang berkelanjutan. Filosofi "Menang Tanpa Ngasorake" mengajarkan bahwa kemenangan atau kesuksesan seorang pemimpin tidak harus merugikan atau merendahkan orang lain. Pendekatan ini mendorong kepemimpinan yang lebih harmonis, di mana konflik diselesaikan tanpa kekerasan, dan perbedaan disikapi dengan rasa hormat.
Dalam dunia yang dipenuhi oleh persaingan yang seringkali destruktif, pendekatan ini memberikan panduan tentang bagaimana seorang pemimpin dapat mencapai tujuan dengan cara yang membangun, tanpa menghancurkan hubungan sosial atau merugikan orang lain. Hal ini penting untuk menciptakan lingkungan kerja atau komunitas yang sehat dan produktif dalam jangka panjang.
4. Relevansi dalam Konteks Kepemimpinan Modern
Gaya kepemimpinan Sosrokartono masih sangat relevan dalam konteks modern. Di era globalisasi, pemimpin tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan teknis dan strategis, tetapi juga empati, kepekaan sosial, dan tanggung jawab moral.Â
Sosrokartono mengajarkan bahwa pemimpin yang baik harus memiliki "Catur Murti", yaitu pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan yang benar. Integritas dalam keempat aspek ini penting untuk membangun kepercayaan dan rasa hormat dari bawahan, rekan, maupun masyarakat luas.
Dalam dunia yang semakin pluralistik, nilai-nilai seperti kesederhanaan, pengabdian tanpa pamrih, dan penghormatan terhadap orang lain menjadi semakin penting. Pemimpin yang hanya fokus pada kekuasaan tanpa memperhatikan aspek kemanusiaan dan etika cenderung menciptakan ketidakadilan dan ketidakstabilan dalam masyarakat atau organisasi yang dipimpinnya.