Mohon tunggu...
PAMILA PUTRI SAFIRA
PAMILA PUTRI SAFIRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pamila Putri Safira 111211235, Universitas Dian Nusantara, Jurusan Manajemen. Nama dosen Prof. Apollo Daito

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gaya Kepemimpinan Nusantara Model Semar

26 September 2024   09:44 Diperbarui: 26 September 2024   09:48 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semar merupakan figur utama dalam seni pewayangan Jawa, khususnya dalam pertunjukan wayang kulit. Ia melambangkan kebijaksanaan, kerendahan hati, serta perlindungan dan nasehat yang bijaksana. Dalam tradisi pewayangan, Semar berperan sebagai pelayan Pandawa dan juga pembawa pesan moral. Menggambarkan karakter ideal dalam budaya Jawa, di mana seorang pemimpin seharusnya bersikap mengutamakan kebajikan, keadilan, dan kesejahteraan orang lain di atas kepentingan pribadi. Dengan tampilan yang sederhana dan sikap yang rendah hati, Semar menunjukkan bahwa kekuatan sejati terletak pada kemampuan mendengarkan, memahami, dan melayani kebutuhan masyarakat. Ia memberikan nasihat yang penuh pertimbangan, selalu menekankan pentingnya harmoni dan keadilan dalam setiap interaksi. Semar juga mencerminkan bahwa kepemimpinan melibatkan tanggung jawab untuk membimbing dan melindungi individu, bukan semata-mata terkait posisi atau otoritas. Dalam konteks modern, nilai-nilai yang diwakili oleh Semar menjadi sangat relevan, mendorong para pemimpin untuk menjunjung tinggi etika dan integritas dalam kepemimpinan mereka, serta menciptakan lingkungan di mana semua orang merasa dihargai dan diberdayakan. Oleh karena itu, Semar bukan hanya menjadi lambang dalam cerita wayang, tetapi juga menjadi contoh bagi pemimpin di berbagai bidang untuk mengedepankan kepentingan masyarakat dan menjadikan kebaikan sebagai panduan dalam segala tindakan. 

Semar adalah figur tua berbadan gemuk dengan wajah sederhana, sering dianggap konyol atau lucu. Namun, meskipun bersikap rendah hati, ia merupakan simbol kebijaksanaan dan kekuatan spiritual. Dipercayai sebagai perwujudan dewa dalam bentuk manusia dan sering dikaitkan dengan Dewata Ismaya. Sebagai pelayan dan penasehat utama Pandawa, Semar selalu mendampingi mereka dalam perjalanan hidup, memberikan nasihat bijak, dan menjaga dari berbagai ancaman fisik dan spiritual. Meskipun memiliki kekuatan besar sebagai dewa Semar memilih untuk tampil sebagai rakyat biasa yang melayani tanpa pernah memamerkan kekuatannya sebuah filosofi kepemimpinan yang menekankan ketulusan dan kerendahan hati tanpa kesombongan, serta selalu mengutamakan pelayanan kepada orang lain.

PPT Leadership 2 Prof Dr Apollo
PPT Leadership 2 Prof Dr Apollo

Gaya kepemimpinan Nusantara (Semar/Ismoyo) mencerminkan penggabungan nilai-nilai spiritual dan budaya yang mendalam dari masyarakat Jawa dan Nusantara. Semar adalah personifikasi dari berbagai ajaran dan tradisi, yang memperhitungkan konsep Tuhan dalam doktrin Jawa, Hindu, dan Islam. Dalam konteks ini, Semar bukan hanya tokoh dalam pewayangan, tetapi juga manifestasi dari "Dan Hyang Semar," serta pentingnya Syekh Subakir dan Sabdo Palon dalam penyebaran Islam di Jawa. Nama Semar, atau "Dang," menunjukkan posisi yang sangat dihormati sebagai dewa atau leluhur, mencerminkan eratnya hubungan antara manusia dan ilahi. Istilah seperti Sanghyang, Rahyang, Kahyangan, dan Parahyangan menunjukkan hubungan spiritual yang dalam dalam tradisi Nusantara. Selain itu, "Kahyaringan" dalam konteks budaya Dayak dan pengaruh nama-nama seperti Dieng (Candi Dieng) menunjukkan bagaimana nilai-nilai ini meresap dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Metafora Telur Kulit, Putih Telur, dan Kuning Telur menggambarkan struktur ontologis yang kompleks, dimana telur digunakan sebagai simbol kehidupan dan penciptaan. Dalam perlombaan makan Gunung Siem, kehadiran Batara Guru, Semar, dan Togog menunjukkan pentingnya kerjasama dan harmoni antara entitas spiritual yang berbeda. Teks-teks kuno seperti Nasakah Kuna memuat cerita "Pikulan Tunggal" yang mencerminkan prinsip dasar penciptaan: "Ada sebelum segala sesuatu ada." Konsep ini terkait dengan "Sanghiyang Wenang/Sanghiyang Tunggal" atau "Batara Tunggal" yang merupakan lambang dari sumber segala sesuatu. Kehadiran telur dalam konteks ini, terbagi menjadi tiga bagian - kulit, putih telur (Ismoyo/Semar), dan kuning telur (Manik Moyo/Batara Guru) - menjadi simbol dari Ontologi Triangulasi Jawa/Nusantara Kuna. Hal ini menunjukkan pemahaman bahwa kepemimpinan yang ideal di Nusantara harus bisa menyatukan aspek spiritual, sosial, dan moral, menciptakan keseimbangan dalam masyarakat. Gaya kepemimpinan ini menekankan pentingnya kebijaksanaan, kerendahan hati, dan komitmen terhadap kesejahteraan kolektif, menjadikan Semar sebagai teladan yang relevan dalam era modern.

Semar melambangkan sosok pemimpin yang bijaksana dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal. Nasihat yang diberikannya kepada Pandawa dan karakter lain dalam pewayangan sering mencerminkan solusi yang dipertimbangkan, mengutamakan keadilan, dan menjaga harmoni. Berikut adalah gaya semar yang di lambangkan dalam budaya jawa :

  • kebijaksanaan dan kearifan lokal, adalah pemimpin yang bijak dan berperilaku berdasarkan prinsip-prinsip kearifan lokal. Seringkali, nasihat yang diberikan Semar kepada Pandawa atau karakter lain menunjukkan solusi yang bijak, mengutamakan keadilan, dan menjaga harmoni.
  • Pelindung Rakyat, Semar adalah sosok yang mendukung keadilan dan melindungi orang-orang yang lemah. Tidak hanya menjadi penasihat Pandawa dalam cerita pewayangan, tetapi juga menjaga nilai-nilai masyarakat.
  • Sederhana dan Merakyat, Karakter Semar yang sederhana tetapi bijak menunjukkan bahwa seorang pemimpin tidak perlu terlihat mewah atau kuat untuk dihormati. Nilai-nilai pelayanan dan perhatian terhadap rakyat adalah inti dari kepemimpinan Semar.

Konsep gaya kepemimpinan Nusantara Model Semar terinspirasi oleh sifat karakter legendaris dari budaya Nusantara, terutama yang berkaitan dengan karakter wayang Semar. Sifat-sifat yang sering dicirikan oleh gaya kepemimpinan ini termasuk bijaksana, penyabar, penuh perhatian terhadap kebutuhan bawahan, dan kemampuan untuk memberikan arahan yang mendalam dan memotivasi dengan cara yang lembut namun keras. Konsep ini menegaskan bahwa pemimpin harus mempertimbangkan hal-hal seperti kebijaksanaan, spiritual, dan emosional. Ini berbeda dengan gaya kepemimpinan Barat yang lebih banyak berfokus pada otoritas dan cepat membuat keputusan. Berdasarkan filosofi kepemimpinan tradisional Jawa, model kepemimpinan Nusantara Semar menggambarkan Semar sebagai sosok panutan yang melambangkan kebijaksanaan, kesederhanaan, dan keadilan. Semar dikenal sebagai punakawan, yaitu tokoh pengiring yang mengikuti ksatria dalam pewayangan, meskipun berperan sebagai abdi tetapi memiliki kebijaksanaan melebihi para bangsawan atau pemimpin yang dilayaninya.

Gaya kepemimpinan Semar dianggap penting karena menawarkan pendekatan yang berbeda yang didasarkan pada prinsip lokal dan kemanusiaan. Mengandung nilai-nilai kepemimpinan yang sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan masyarakat Nusantara. Dalam pewayangan Jawa, Semar melambangkan seorang raja yang rendah hati yang selalu menjaga keharmonisan dan keseimbangan di antara orang-orang. Ia memimpin dengan kebijaksanaan dan pengabdian, bukan dengan kekerasan, sehingga dapat membangun hubungan yang dekat dengan bawahan atau masyarakat. Gaya kepemimpinan ini sangat relevan untuk Indonesia karena mencerminkan prinsip-prinsip lokal seperti toleransi, gotong royong, dan kebersamaan. Gaya ini membantu pemimpin membangun kepercayaan dan membangun iklim sosial yang stabil di mana setiap orang merasa dihargai dan diperlakukan dengan adil.

Gaya kepemimpinan Semar mencerminkan nilai-nilai yang kaya akan kebijaksanaan, kerendahan hati, dan pelayanan. Berikut adalah beberapa elemen utama dari gaya Semar

1. Kepemimpinan yang Melayani

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun