(dari catatan 1 februari, waktu ngangkring sendiri, meski tak terasa sepi, dan kini sekedar ingin berbagi.)
menjelang magrib dari bangku angkringan yang meh entek-ntek'an.
masing-masing punya parameter, paradigma, indikator-indikator, dalil-dalil, mazhab juga.
sudut pandang mereka menarik;
> "gusti alah.. kedaden tenan kok. sing dikawatirkan"
< "Lha opo to?"
> "kae sing do numpak motor"
> "2012. tanda-tanda kiamat tenan"
< "Hlah. kuwi ki malah suwargo bocor"
lantas keduanya sama-sama tertawa
akupun juga.
sedikit tertahan karena sruputan es teh telah sampai ke kerongkongan
seperti terjadi konflik kepentingan, antara tawa dan es teh
menggelikan.
remeh memang.. maksud saya, teringat beberapa saat yg lalu...
coba saudara bandingkan dengan rapat-rapat.
bapak-bapak kita yang katanya terhormat.
lalu..??
apa perlu bapak-bapak itu kita gantikan?
apa perlu rapat-rapat itu pindah gelanggang. digelar di angkringan?
kemudian ada rasa lega. pangkat dua.
yg satu karena es teh, satunya karena saya tidak ikut memilih.
sebenarnya saya telah memilih. memilih untuk putih.
"sudahlah.. itu masa lalu. sudah terlanjur..." kata hati kecil saya.
"tapi. apa masa depan nanti jadi lebih baik?" "semua konspirasi dapat terurai. terjawab kebenaran?" "apakah hukum masih adil?" "apa konflik-konflik ini bisa terselesaikan?"
"apa skenario kiamat memang disetting tahun 2012?" "apa bisnis sate keong sungguh menjanjikan?"
"adakah film keren dgn ending keren, tanpa promosi besar-besaran?" "masih etiskah berpropaganda?"
"apa target nikah tanggal 21-12-2012 bisa tercapai?" "apa aku sudah cukup optimis?"
"apa si dia mau untuk menunggu?" "apa duitku cukup?" "tapi, siapakah yang akan jadi si dia?"
tanya otak kecil saya.
^ "pun mas. berhitung."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H