Mohon tunggu...
Paman Tigis
Paman Tigis Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ngaji Tosan Aji di Sekolah Budaya Tunggulwulung Kota Malang

1 Desember 2016   09:23 Diperbarui: 1 Desember 2016   09:34 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuatu dikatakan indah jika ia mampu membangkitkan perasaan atau bisa menstimulus sensasi (senang, puas, tegang, nyaman, aman, bahagia, ataupun sedih dan terharu). Contoh paling gampang ialah saat kita melihat film horor tentu sensasinya berbeda dengan ketika kita menyaksikan film komedi. Sensasi tersebut tentunya muncul atau bangkit saat indra kita bersinggungan dengan sebuah karya yang memiliki nilai seni. Sensasi rasa indah atau nikmat indah yang dialami ini disebut pengalaman estetik (Sumarwahyudi, 2011). Keindahan itu tentu tidak lepas dari aspek kebermaknaan yang ditangkap dan diresapi oleh si penghayat seni (apresiator) itu sendiri.

Sebenarnya tulisan ini sudah saya posting di facebook pada tanggal 12 Nopember 2016 :) 

Sore tadi (12 Nopember 2016), saya menghadiri sebuah diskusi yang digagas oleh Sekolah Tosan Aji Nusantara di Museum Brawijaya Malang. Ada beberapa hal yang saya catat diantaranya ialah penjelasan dari bapak Faiz yang menyatakan bahwa semua keris itu “bagus” (saya jadi teringat pak Tino Sidin yang selalu mengucapkan kata “bagus” yang ditujukan kepada semua anak kecil yang telah berhasil menggambar atau melukis). Kata “bagus” disini tentunya memiliki derajat yang berbeda. Apa yang membedakan derajat “bagus” pada sebuah karya tosan aji ? ada beberapa faktor yang menyebabkan derajat “bagus” pada sebuah karya tosan aji tidak sama antara tosan aji yang satu dengan yang lainnya. Secara umum yang membedakan derajat “bagus” pada sebuah karya tosan aji ialah faktor eksoteri dan isoteri keris itu sendiri. Untuk mengetahui faktor eksoteri dan isoteri keris tentunya membutuhkan pengetahuan dan pengalaman tersendiri. Faktor eksoteri keris (perihal fisik keris itu sendiri) bisa dianalisa secara obyektif, yaitu dari : 

1. kualitas bahan baku bilah tosan aji (baja, besi dan bahan pamor), 

2. ketepatan suhu saat proses penempaan, 

3. tingkat kehalusan ukiran ricikan wilah tosan aji, dan

4. kualitas warangka.

Namun jika berbicara faktor isoteri keris, dipaparkan oleh Raden Mas Jagad Pangestu bahwa faktor isoteri keris ini sifatnya subyektif berdasarkan pengalaman pribadi seseorang ketika bersinggungan dengan tosan aji tersebut (pengalaman empiris). Hal tersebut sulit untuk dikomparasi oleh orang lain karena belum tentu saat bersinggungan dengan tosan aji yang sama pengalaman yang sama didapatkan. 

Dalam bukunya (Prasida Wibawa, 2008) menyatakan bahwa faktor eksoteri keris yaitu ilmu kasunyatan (nyata) mengenai bumi beserta seluruh isi dan lingkungannya, mengenai alam raya (jagad gede). Isoteri adalah ilmu mengenai segala hal yang rahasia, misteri, dan hal-hal yang serba gaib (jagad cilik).

Dalam pembuatannya ada 4 unsur alam yang digunakan seorang empu dalam membuat tosan aji yaitu :

1. Bumi (bantala), menggunakan beraneka unsur tanah sebagai bahan pokok tosan aji,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun