Mohon tunggu...
I.P Kamis
I.P Kamis Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Menulis itu penting dan mudah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Untuk La Ode Ida

20 Februari 2012   02:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:26 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

saya sebenarnya sudah bosan menulis tentang FPI dan memaklumi bahwa berita ini sudah tidak hangat lagi bosan di baca. Tapi membaca komentar La Ode Ida (LOI) dalam kapasitas dia sebagai wakil ketua DPD di Nasional Inilah.Com, cukup membuat batin ini jadi tersentil. Kesan saya bahwa LOI membela FPI dan menganggap bahwa FPI itu organisasi yang bisa diakomodasi di Indonesia yang plural ini. Pembelaan itu juga sekaligus menafikan rentetan kejadian-kejadian tahun-tahun silam tentang keganasan FPI dalam memberangus lawan-lawan mereka dengan menggunakan taktik provokasi dan agitasi. Sekaligus juga bukan rahasia lagi bahwa FPI adalah "anjing" peliharaan salah satu oknum petinggi kepolisian RI kalau bukan mewakili institusi Polri menurut bocoran kawat diplomatik wikileak, untuk menghantam penyakit masyarakat sekaligus melindungi polisi dari tudingan pelanggaran HAM. Posisi FPI inilah yang bermain di dua kaki, menjadikannya rawan konflik kepentingan. Sehingga wajar kalau aksi-aksi FPI patut di curigai hanya memakai  agama sebagai kedok bagi pembenaran aksi mereka, padahal di belakang itu mereka bertindak berlawanan. Hanya selang sehari setelah FPI "ditonjok" di palangkaraya oleh masyarakat adat habib rizieq (HR) langsung melakukan menuver-manuver strategis di maksudkan untuk mematahkan arus balik perlawanan dan protes kepada  mereka. Komentar-komentar yang bersifat provokatif  di lontarkan oleh duet HR dan Munarman (M), tudingan dan laporan dengan pemutarbalikan faktapun tidak segan mereka lakukan demi mendiskreditkan masyarakat  adat dayak. FPI bermain di level nasional untuk menghimpit masyarakat dayak, sementara masyarakat adat dayak dengan segala keterbatasan mereka  hanya punya tekad yang kuat untuk tidak membiarkan  kesewenangan-sewenangan dan arogansi FPI ini terjadi di kampung halaman mereka. kredit foto Kal-Teng Pos, 2011 kredit foto media Indonesia.com, 2010 Masyarakat adat dayak dengan jelas mengidentifikasikan lawan mereka yaitu organisasi masa yang bernama FPI yang sudah hampir satu dekade ini di biarkan untuk memecah belah Indonesia, memicu dan sekaligus menunggangi konflik-konflik horisontal tertentu di beberapa daerah, mengadu domba umat beragama di Indonesia. ormas macam FPI ini adalah penyakit laten bagi kesatuan Indonesia yang majemuk. Namun sebaliknya FPI sengaja tidak mengidenfikasikan masyarakat dayak, melainkan mereka berusaha menggiring sentimen keagamaan dalam persoalan ini. Manuver ini sangat berbahaya dan patut di waspadai. Beberapa hari sebelum insiden di bandara Cilik Riwut Palangkaraya, seluruh elemen masyarakat Kalimantan Tengah dari berbagai golongan dan agama telah bersepakat untuk menolak FPI, dalam pernyataan bersama, mereka mengatakan bahwa urusan keamanan di Kalteng adalah urusan institusi kepolisian bersama-sama dengan masyarakat Kalteng itu sendiri. Kalteng tidak butuh FPI untuk memberantas  korupsi, menertibkan peredaran miras, pornoaksi, pornografi, pelacuran dan penyakit masyarakat yang lain. Masyarakat Kalimantan Tengah memiliki kearifan lokal sendiri untuk mengatasi soal itu. Jadi sangat heran, kembali lagi soal di atas,  dan patut disayangkan kalau LOI membela FPI dan mengatakan bahwa  masyarakat adat dayak telah menghalangi FPI yang di lindungi undang-undang. LOI perlu bapak tahu ya, karena mungkin bapak tidak tahu (saya mohon maaf bicara ini) ,   kalau di Indonesia ini bukan hanya FPI yang dilindungi undang-undang, melainkan semua elemen masyarakat Indonesia termasuk mereka yang telah menjadi korban provokasi dan agitasi  FPI di lindungi undang-undang. Jadi dengan berlindung di balik undang-undang, demikianlah  LOI seolah-olah tidak peduli dengan keresahan sebagian masyarakat Indonesia akibat kelakuan FPI, dan hanya melihat dengan kacamata kuda bahwa FPI benar dan masyarakat dayak salah. Saya tidak tahu apakah kacamata kuda itu tanpa disadari oleh LOI telah di pasang oleh HR ketika dia menerima HR di kediamannya?. sehingga tidak heran kalau LOI hanya menerima informasi satu arah saja. Ataukah memang LOI merupakan sejatinya adalah pendukung atau setidaknya simpatisan FPI?. Karena itu ijinkan saya sebagai salah satu masyarakat Indonesia yang menggantungkan harapannya tentang kebhinekaan Indonesia kepada para anggota DPD yang terhormat, "mengajari" LOI, agar bertindaklah bijak dalam menyikapi soal ini. Tunjukanlah kapasitas nasionalis tulen Bapak, gunakan mata hati dan kecermatan nurani dalam memediasi insiden tersebut. Jika tidak percuma saja LOI atau anggota DPD yang lain atau yang bahkan mengaku mewakili Kalimantan Tengah duduk di DPD.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun