Dalam rangka ikut meramaikan lomba karya tulis mengenai permainan tradisional yang diselenggarakan oleh Indonesia Travel, kali ini saya akan mencoba sedikit bernostalgia dengan permainan tradisional masa kecil dulu.
Jakarta pada medio 90-an hingga akhir 90-an mungkin menjadi masa-masa terakhir para bocah-bocah Jakarta menikmati indahnya aktifitas di luar ruangan yang mengajarkan persahabatan dan kerjasama melalui permainan tradisonal. Saat-saat itu merupakan masa-masa terakhir dimana Jakarta masih memiliki banyak ruang terbuka seperti tanah lapang atau juga "kebon" yang sebelum akhirnya dirubah menjadi gedung-gedung dan real estate, yang memungkinkan anak-anak kecil pada masa itu untuk bermain diluar.
Mulai dari bermain bola, layangan, petak umpet hingga beberapa permainan lain rasanya membuat siang hari seakan tidak pernah cukup untuk menikmati itu semua, bahkan kata-kata suruhan dari orang tua kita untuk tidur siang rasa seperti menjadi suatu hal yg mengekang dan menyebalkan.
Menarik rasanya jika sedikit bernostalgia ke jaman dimana permainan-permainan tradisional begitu mengasyikkan hingga keadaan kotor dan panas sekalipun tidak begitu diperhatikan karena asyiknya bermain. Salah satu permainan tradisional yang sering saya mainkan waktu kecil dulu adalah permainan Batu Tujuh, sebuah permainan yang pada intinya sama seperti petak umpet dimana ada satu pemain yang diharuskan mencari teman-temannya yang sedang bersembunyi.
Dinamakan Batu Tujuh dikarenakan permainan ini menggunakan batu dari pecahan-pecahan genteng sebanyak tujuh buah yang kemudian disusun secara menumpuk. Permainan ini dimulai dengan melakukan "gambreng" untuk menentukan siapa pemain yang bertugas untuk "jaga" dan mencari pemain lain yang harus bersembunyi dan juga gambreng dilakukan untuk menentukan urutan pelempar. Kemudian susunan tujuh batu genteng tadi digunakan sebagai target pelemparan, dimana alat untuk melempar bisa dari batu yang agak besar atau menggunakan kayu dan juga sendal. Diberikan tiga kali kesempatan untuk menjatuhkan susunan tujuh batu genteng yang apabila dalam tiga kali kesempatan si pelempar gagal mengenai dan menjatuhkan susunan batu genteng tersebut maka si pelempar itu akan menjadi pemain yang bertugas "jaga".
Setelah susunan tersebut berhasil dijatuhkan maka tugas si pemain "jaga" adalah menyusun kembail susunan tujuh batu genteng tersebut secara menumpuk dan sementara pemain lain lari bersembunyi. Sekilas permainan ini memang mirip dengan petak umpet namun sedikit lebih rumit karena selain harus mencari pemain yang bersembunyi, tugas si pemain "jaga" adalah mengamankan susunan tujuh batu genteng agar tidak jatuh satu batupun. Susunan tujuh batu genteng layaknya sebuah jantung benteng pertahanan yang harus dijaga jangan sampai ada pemain lain menyelinap dan menjatuhkan susunan tersebut saat kita mencari pemain yang bersembunyi. Dan apabila susunan tersebut berhasil dijatuhkan maka si pemain "jaga" harus menyusun ulang dan pemain-pemain yang telah berhasil ditemukan boleh bersembunyi kembali. Dan begitu seterusnya sampai seluruh pemain yang bersembunyi bisa ditemukan dan susunan tujuh batu genteng tetap terjaga.
Permainan baru akan dimulai saat seluruh pemain yang bersembunyi berhasil ditemukan dan pemain yang ditemukan pertama kali lah yang akan menjadi pemain "jaga" di permainan selanjutnya. Satu kali permainan Batu Tujuh akan berlangsung lama karena tidak mudah menjaga konsentrasi dalam mencari lawan sambil tetap menjaga susunan batu, belum lagi ketika ada "persekongkolan" dari pemain-pemain yang telah berhasil ditemukan untuk sedikit mengganggu dan mengalihkan perhatian si pemain "jaga" sehingga pemain lainnya bisa menyelinap dan menghancurkan susunan batu.
Dulu saya dan teman-teman masa kecil biasa memainkan permainan ini sore hari sesaat setelah solat ashar hingga menjelang magrib. Tempat yang biasanya dijadikan tempat bermain adalah sedikit tanah lapang di dekat rumah yang memiliki beberapa spot sembunyi seperti pohon (naik keatas pohon), selokan kering hingga memanjat keatas pos siskamling. Hal yang agak sedikit menjengkelkan adalah ketika waktu sudah menjelang magrib biasanya akan ada keusilan dari teman-teman untuk mengerjai si pemain "jaga" dengan diam-diam seluruh pemain tidak bersembunyi melainkan pulang sehingga si pemain "jaga" sibuk sendiri padahal teman-teman yang dicari sudah pulang kerumah masing-masing.
Permainan ini layaknya permainan tradisional lain yang mengajarkan kerjasama dan juga hubungan sosial pertemanan, permainan ini juga mengajarkan kita sebagai si pemain jaga untuk tetap fokus melakukan dua tugas yaitu menemukan pemain yang tersembunyi dan menjaga susunan batu. Sesekali permainan ini juga mengajarkan olahraga karena ada kalanya si pemain "jaga" beradu lari dengan pemain yang ditemukan untuk berebut lebih cepat menghancurkan atau menjaga susunan batu.
- Jika mengenang masa-masa itu ingin rasanya melihat lagi keceriaan bocah-bocah bermain bebas, berlari sana-sini hingga tertawa puas bermain bersama diluar ruangan tanpa memikirkan status dan kondisi saat itu, bukan seperti bocah-bocah sekarang yang hanya sibuk di dalam ruangan dan di depan layar kaca karena keterbatasan lahan bermain dan ketakutan orang tua melepas mereka bermain diluar.
Salam
Bocah 90'an