Mohon tunggu...
Palwa Ibnu Sosa
Palwa Ibnu Sosa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan International, Universitar Sriwijaya

Mahasiswa Hubungan International 19 yang tertarik tentang masalah keamanan national & international serta perdagangan International.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Adanya Nuklir Meningkatkan Ancaman atau Menciptakan Perdamaian? Analis Menggunakan Teropong Perspektif Neorealis

2 Desember 2021   09:10 Diperbarui: 2 Desember 2021   09:16 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori neorealis adalah teori hubungan international yang sangat general, abadi dan cukup relevan melihat tingkah laku negara dalam menjalin hubungan national. Hal ini menjadikan neorealis menjadi teori favorite saya dalam berprespektif melihat negara dan kepentinganya.Begitupun dalam tulisan Thomas G Maanhaken yang menjelaskan strategi militer nuklir yang sangat relevan dijelaskan dalam perspektif neorealis dengan keyword balance of power and counter balancing, security dilemma, power dan anarkis.

teori neorealis melihat sebuah politik international hanyalah drama belaka yang pada dasarnya hanya soal kepentingan antanegara dan media untuk menggapai kepentingan negaranya.  Sehingga dalam dalam perspektif realis bahwa moral dalam hubungan international itu kabur dan hanya bagaimana negara berusaha mencapai kepentingan dalam kelangsungan hidupnya. Hal ini menekankan bahwa actor hubungan international (Negara)  bersifat Rasional. Selain itu karena Hubungan international bersifat anarkis, maka timbul security dilemma dan curiga pada actor-actor lainya. Hal ini  mendorong peningkatan power pada masing-masing negara dan menimbulkan istilah balance of power serta counter balancing atas respon tersebut.  Namun neorealis tidak menganggap actor hubungan international bukan hanya negara, melainkan ada actor non negara.

Relevanisasi Teori Neorealis Dengan Implikasi Nuklir

Lahirnya nuklir sebagai teknologi baru dalam dunia militer membawa perubahan yang sangat besar terhadap strategi militer negara dan sikap negar dalam melindungi negaranya bahkan konsep keamanan itu sendiri yang sebelumnya terkontekskan dengan perang bersenjata yang saling berhadapan secara langsung dan kini perang bisa dilakukan dengan jarak jauh menggunakan nuklir. Seperti hancurnya kota Nagasaki dan Hiroshima karena bom atom yang luncurkan oleh AS.  Arundhi seoarang penulis The God of Small Things, menegaskan bahwa ciptaan manusia yang paling antimanusia, anti demokrasi, antinational dan benda paling jahat adalah Senjata nuklir. Ia juga menegaskan bahwa nuklir adalah tentangan manusia terhadap tuhan. 

Bahwa nuklir adalah kekuatan yang dapat menghancurkan apapun yang EngKau Ciptakan. Sehingga dampak nuklir tidak dapat dianggap hanya sebatas senjata militer namun senjata penghancur (Azwar, 2017). Namun hal lain impliasi lahirnya nuklir yang dipaparkan dalam tulisan Thomas G Maahnken, Menjelaskan bahwa nuklir mengubah tujuan dari perang dan secara tidak langsung menciptakan perdamaian itu sendiri. Implikasi nuklir mengubah tujuan perang yang tadinya ialah memenangkan pertempuran, menjadi menghindari pertempuran itu sendiri.

Hal ini timbul karena nuklir memiliki dampak yang sangat berbahya, baik dari daya ledak yang menghancurkan segalanya, radiasinya bahkan jika suatu negeri berperang dan menyerang negara lain dengan nuklir. Maka dia juga tidak akan mendapatkan apa-apa melainkan negara yang hancur oleh ledakan.  Bahkan dengan adanya nuklir, dalam peperangan sangat banyak perubahan dalam penggunaan strategi. Seperti kita sebelumnya, harus memperhitungkan jarak wilayah kita ke wilayah lawan atau jarak tempuh. 

Lalu memperhitungkan biaya, pasokan makanan, tenaga, kondisi iklim atau cuaca. Bahkan kita perlu memp Namun yang paling relevan, mengapa nuklir dapat menghindari perang itu sendiri, karena masing-masing negara memiliki rasa takut akan diserang satu sama lain. Melainkan hanya dapat mengembangkan teknologi nuklirnya dan bersaing dari negara lainya sebagai waspada. Sehingga nuklir dalam hal ini Nuklir hanya sebuah gertakan agar negara lain waspada dan negara lain juga mencoba menyeimbangkan power nuklirnya untuk menjadi gertakan serta sebagai tindakan waspada.(Mahnken, 2014)

Dalam konteks ini nuklir menciptakan sebuah persaingan dalam pengembangan dan keseimbangan power satu sama lain. Sehingga tercipta kondisi Balance Of Power, satu negara A yang memiliki security dilemma karena dunia bersifat anarki maka dia mencoba mengembangkan nuklir. Begitupun negera kuat B mencoba menyeimbangkan power nuklirnya agar dapat menciptakan rasa aman, jika negara A menyerangnya. Respon negara B akan keseimbangan power nuklir ini tentunya membuat negara A Semakin gencar dan kompetitif dalam meningkatkan nuklirnya. Respon negara A ini disebut Counterbalancing dalam perspektif neorealis.  Berdasarkan tulisan Thomas G Maanhaken, Kondisi seperti ini lah yang terjadi atas perang nuklir, masing-masing negara kuat mencoba meningkatkan teknologi nuklirnya. 

Namun tidak untuk digunakan, melainkan untuk menciptakan rasa aman yang dijelaskan dalam perspektif neorealis sebagai balance of power dan Counterbalancing.  Sehingga karena kondisi persaingan seperti ini, membuat perang dengan konteks kekerasan saling-membunuh tidak terjadi. Bahkan nuklir ini menciptakan kondisi menghindari perang yang dapat kita simpulkan dalam waktu sekarang adalah perdamaian sementara.

Selain itu lahirnya teknologi nuklir mendorong negara yang tidak memiliki kekuatan militer yang kuat atau memiliki nuklir, perlunya  dukungan negara-negara besar yang kuat atau besar. Agar menghindari kerentangan atas serangan nuklir dari agregesor. Dalam hal ini dapat dijelaskan dalam teori neorealis bahwa negara perlu menyeimbangkan kekuatan dan perlunya aliansi. Karena dalam perspektif neorealis dunia ini bersifat anarki yang berkontekskan power. Maka dalam kondisi ini, negara perlu melakukan survival agar dapat tetap aman. Begitupun dalam tulisan Thomas G Maanhaken bahwa negara yang tidak memiliki nuklir perlu berteman dengan negara kuat agar dapat menghindari serangan agregator.

Pada dasarnya Agresor nuklir sebenarnya memiliki rasa takut atas penyerangan dan pembalasan. Sehingga berusaha meminimalisir nuklir pihak lain atau berusaha menghilangkan penggunaan nuklir itu sendiri. Jadi negara besar yang memiliki nuklir dan bahkan dengan teknologi nuklir tinggi timbul dari rasa takut sehingga berusaha melakukan memonopoli nuklir. Contoh paling kongkrit menurut Thomas ialah Negara AS dan Russia yang berusaha memonopoli nuklir. Namun hal ini dapat lahir dari rasa takut atau security dilemma dari negara, agar merasa aman karena system international bersifat anarki.

Bahkan Security dilemma dalam nuklir ini melahirkan kondisi yang sangat berbahaya yang mendorong negara memonopoli nuklir.  Negara yang memiliki kecurigaan dan rasa takut pada negara lain dapat memasang nuklir secara sembunyi, sebagai pegangan jika suatu negara yang dicurigai ketika menyerang. Negara aggressor bisa langsung dapat mengendali pertempuran, bahkan selain itu memasang nuklir secara tersembunyi dapat menjadi menjadikan rasa takut untuk negara lain, sehingga hal ini dapat didefinisikan monopoli dari rasa takut atau security dilemma.

Seperti kita ketahui bahwa nuklir sangat fatal dampaknya baik dari korban manusia dan materi seperti kasus bom atom yang meledakan kota Hiroshima dan Nagasaki yang mengakibatkan tewas sekitar 100.000 dan 180.000 dari 350.000 populasi(Febriyanti, 2018). Maka dibentuknya perjanjian nuklir untuk mencegah dari penggunaan nuklir. Nuclear Non-proliferation yang disahkan oleh 62 negara  pada 1 Juli 1968.  Namun jalanya nuklir tidak sebaik dan selancar tersebut pada kenyataanya, Karena menurut Thomas dalam tulisanya. Bahwa rasa takut dan was-was negara besar dapat membuat semua perjanjian nuklir dapat dilanggar dan khianati tanpa sepengatahuan negara lainya atau institu national.

Hal ini sangat relevan dari teori neorealis sederhana sebelumnya, Bahwa rasa takut dan tidak aman karena system international bersifat anarkis serta actor international bersifat rasional. Maka negara perlu meningkatkan power dan melakukan apapun demi melindungi negara atau kepentingan nationalnya. Maka dari itu, sangat wajar jika ada, masih ada negara-negara dengan berlabelkan negara supower power melakukan tindakan-tindakan pelanggaran perjanjian international terkait nuklir. Dengan maksud menjaga kekuasaanya, melindungi negaranya dan bahkan memonopoli kekuasaan. Karena secara logikanya jika negara dengan kekuatan setara saja, masih butuh pertimbangan untuk saling menganggu.  Tentunya sangat butuh pertimbangan yang sangat besar jika ingin mengganggu negara dengan power yang jauh lebih besar.

Case yang pernah terjadi di salah satu tindakan yang cukup relevan terkait nuklir ialah  pada 27 Januari 2017, tindakan Donald Trump Selaku Presiden Amerika Serikat. Ia coba Melanggar perjanjian nuklir dengan menginisiasi Nuclear Posture Riview. Trump menekankan akan memperkuat dan meningkatkan teknologi nuklirnya dengan tujuan melindungi Negaranya, Mitra dan Sekutu Ameria Serikat. Padahal jika kita lihat sebelumnya di tahun 2010 saat Presiden Obama menjabat. Menegaskan  bahwa Amerika sangat mendukung sepenuhnya terkait perjanjian Non Proliferasi Nuklir, karena Nuklir dirasa tidak perlu digunakan. (Zandee, 2018)

Nuklir Meningkatkan Ancaman atau Menciptakan Perdamaian ?

Tindakan AS menjelaskan bahwa system international berdiri atas ketidakpastian keamanan dan actor hubungan bersifat rasional. Berasal dari dunia bersifat anarki, muncul security dilemma dan lahirnya peningkatan power dilanjut penyeimbangan power. Namun kembali lagi di pertanyaan awal, apakah Nuklir ini dapat menghindari perang dan menciptakan kondisi damai tanpa perang

?             

Berdasarkan analisis Penulis, Bahwa lahirnya bom nuklir sebagai alat pemusnah masal dapat menjaga keseimbangan perdamaian. Selama hal ini sejalan dengan teori realis terkait balance of power dan power balancing. Karena mengingat bahwa dampak nuklir yang luar biasa, dapat menghancurkan segalanya. Tentunya jika negara aggressor menyerang atau menggunakan nuklir, ditidak mendapatkan keuntungan seperti halnya konsep berperang sebelumnya. Karena perang sebelum adanya nuklir, tidak menghancurkan semuanya dari musuh. Sehingga masih ada yang dapat direnggut, sedangkan Nuklir membuat semuanya hancur bertubi-tubi. Tetapi hal yang paling kongkrit mengapa Nuklir dapat menghindari perang, jika masing-masing dapat menyeimbangkan kekuatan nuklirnya atau ada pihak lain yang sama-sama memiliki nuklir. Maka tidak ada yang dapat berani menyerangnya, karena ada kemungkinan balasan yang datang.

Disisi lain jika ada negara yang belum dapat meningkatkan atau menyeimbangkan kekuatanya. Negara tersebut dituntut untuk berteman atau beralinasi menjalin hubungan dengan negara kuat. Agar dapat mengurangi kerentanan dari serangan negara aggressor (negara pemilik nuklir). Namun jika konsep neorealis ini relevan, mengapa bom atom pernah dijatuhkan di kota Nagasi dan Hiroshima ? Analisis sederhana yang dapat menjelaskan kasus ini, bahwa jepang pada saat ini memiliki militer yang kuat, namun belum didukung dengan teknologi nuklir. Selain itu negara aliansi jepang pada saat itu juga belum memiliki nuklir dan memiliki konflik sendiri yang memburuk, yaitu negera jerman dan Italy. Sehingga bom atom dapat di luncurkan ke negara Jepang, melihat kondisi power antara AS dan Jepang tidak seimbang. Maka posisi nuklir serta neorealis sangat relevan melihat ini, bahwa nuklir dapat menciptakan kondisi yang security dilemma masing-masing negara. Timbul Balance of power yang saling menyeimbangkan kekuatan dan takut untuk saling menyerang satu sama lain menggunakan nuklir, mengingat dapat menimbulkan serangan balasan. Maka kondisi takut untuk saling serang ini secara tidak langsung melahirkan kondisi Tanpa Perang.

Namun Kondisi ini tidak benar-benar dapat dikategorikan perdamaian, namun hanya kondisi perdamaian sementara karena negara masih memiliki nuklir dan di isi ketagangan satu sama lain.

Bibliography

Azwar, A. (2017, Januari 25). Bom Nuklir dan Tamatnya Imajinasi. Retrieved Desember 1, 2021, from The Asrudin Center: https://theasrudiancenter.wordpress.com/2017/01/25/bom-nuklir-dan-tamatnya-imajinasi/

Febriyanti, F. (2018, Oktober 26). 6 Dampak Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki Paling Lengkap. Retrieved Desember 01, 2021, from GuruPPKN.com: https://guruppkn.com/dampak-pengeboman-hiroshima-dan-nagasaki

Zandee, D. d. (2018). Trump's Nuclear Posture Review: A New Rift Between Europe and the US. Den Haag: Cilingendael.

Mahnken, T. G., & Maiolo, J. A. (Eds.). (2014). Strategic studies: a reader. Routledge

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun