Mohon tunggu...
Palty
Palty Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Amatir

amatiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diskriminasi Pembagian Harta Warisan pada Wanita Batak Toba (Selamat Hari HAM ke-67)

15 Desember 2015   15:00 Diperbarui: 15 Desember 2015   16:14 3994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ideologi Menyalahi Aturan Hukum Agama dan Harapan Kedepannya

          Berbicara mengenai hukum adat dan hukum konstitusi rasanya kurang lengkap tanpa menyertakan pandangan dari hukum agama. Masyarakat Batak Toba yang dominan menganut agama Kristen Protestan juga memiliki pandangan tersendiri terhadap pembagian harta warisan. Seperti yang tertulis dalam RPP HKBP (aturan-aturan dalam organisasi keagamaan Kristen Protestan);
1.“Molo naung jumolo amai, maninggalhon ina na mardakdanak marboru, unang ma dibagi-bagi harta warisan molo metmet dakdanak, alai na boido lehonon ni inai panjaeon tu angka gallengna namagodang hombar turingkotna
yang memiliki pengertian apabila dalam suatu keluarga seorang ayah telah meninggal dunia serta meninggalkan anak laki-laki dan perempuan serta istri, harta warisan hendaknya jangan diberikan kepada anak apabila masih berstatus lajang, namun apabila anak laki-laki maupun wanita telah menikah dan memiliki keturunan hendaknya harta tersebut dibagi rata.
2. “Molo jumolo ama maninggalhon ina nasomaranak so marboru, berhak do inai mamangke harta warisan i saleleng dingoluna jala ndang muli tu nasing”
yang memiliki pengertian apabila dalam suatu keluarga seorang ayah telah meninggal dunia hanya meninggalkan istri tanpa ada keturunan, maka istri yang ditinggalkan berhak untuk memiliki warisan dengan catatan tidak akan menikah lagi.

         Dilihat dari pandangan agama tersebut, jelas bahwa pembedaan gender tidak dibenarkan perihal pembagian harta warisan baik untuk anak perempuan maupun janda.
Kembali lagi kepada kenyataan bahwa, walaupun masyarakat Batak Toba adalah kelompok suku yang taat terhadap perintah agama namun menerapkan aturan agama dalam pembagian harta warisan masih enggan untuk dilakukan. Hal itu juga diperparah oleh ciri dari hukum agama yang bersifat tidak tegas karena hubungannya hanya melibatkan manusia dan Tuhan yang Maha Esa.

          Singkatnya, ideologi adat Batak Toba dapat kita lihat sebagai paham yang tidak dapat diubah oleh paksaan hukum konstitusi dan hukum agama yang menyangkut hubungan antara manusia dengan sang pencipta setidaknya sampai saat ini.
         Melalui Peringatan Hari HAM Se-dunia ke-67 kiranya menjadi suatu momentum untuk menjunjung tinggi hak setiap insan manusia dan yang lebih utama bahwa harapan besar masih ada untuk menaikkan harkat dan martabat wanita Batak Toba dalam adat istiadatnya.

Jayalah Indonesia!!! Selamat hari HAM Se-dunia ke-67!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun