Mohon tunggu...
Palti West
Palti West Mohon Tunggu... Administrasi - Hanya Orang Biasa Yang Ingin Memberikan Yang Terbaik Selagi Hidup. Twitter dan IG: @Paltiwest
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tulisan analisa pribadi. email: paltiwest@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polusi Berkurang, Langit Biru Sudah Mulai Sering Kelihatan, Apa Kebijakan Pemerintah Selanjutnya?!

15 September 2023   11:17 Diperbarui: 15 September 2023   11:44 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak KTT Asean di Jakarta berlangsung sampai hari ini, Jumat (15/9/2023), kita sudah sering melihat langit biru di Jakarta. Walaupun sempat juga ada polusi pekat pada hari Rabu (23/9/2023), tetap saja penampakan langit biru Jakarta adalah bukti polusi yang mulai berkurang.

Banyak teori yang disebut menjadi penyebab polusi berkurang. Mulai dari teori ilmiah sampai teori kepemimpinan. Karena ada yang menyebutkan bahwa langit biru Jakarta terealisasi sejak Luhut diangkat Jokowi memimpin satgas pengendalian Polusi Jabodetabek.

BNPB mengklaim birunya langit Jakarta disebabkan karena efek dari Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) metode water mist spraying menggunakan pesawat. Namun, BMKG menyebutkan bahwa birunya langit Jakarta tidak hanya karena TMC melainkan ada faktor lain.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menegaskan bahwa pemicu birunya langit Jakarta beberapa hari terakhir tak hanya disebabkan dari satu faktor misalnya TMC. Namun juga banyak faktor yang bisa memengaruhinya.

"Jadi tidak hanya satu faktor saja misalnya angin. Namun banyak faktor yang mempengaruhi Konsentrasi Polutan, antara lain sumber emisi (PLTU dan Kendaraan bermotor), usaha mitigasi polutan dengan TMC, dan angin, serta faktor meteorologis lainnya," imbuhnya lagi.

Terlepas dari kebijakan pendek pemerintah dalam mengatasi polusi udara yang perlu kita apresiasi, yang perlu menjadi perhatian serius adalah apa kebijakan menengah dan panjang pemerintah untuk menekan polusi.

Yang sering kita dengar kebijakan yang akan diambil adalah terkait PLTU batubara dan kendaraan listrik. Lalu yang mana paling efektif dan efisien?!

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai bahwa penggunaan electric vehicle (EV) merupakan solusi untuk mengurangi polusi dari sektor transportasi yang notabene semakin signifikan karena kemacetan di Ibu Kota.

Menurutnya Polusi dari sektor transportasi itu semakin terasa karena kemacetan. Motor dan mobil ICE [mesin bakar konvensional] pembakaran BBM-nya jalan terus ketika macet, waktu tempuh jadi lebih panjang, padahal jarak sama saja.

Masuk akal sih, polusi jadi menumpuk di Jakarta karena terjadi penumpukan gas buang kendaraan bermotor saat terjadi kemacetan. Apalagi sebelum terjadinya polusi udara Jakarta yang membahayakan tersebut, sering kita temukan berita kemacetan di Jakarta yang panjang dan lama.

Fabby menambahkan bahwa meski EV masih menggunakan listrik dari pembangkit listrik di Indonesia yang mayoritas masih menggunakan sumber bahan bakar fosil, terutama PLTU batu bara, efek polutannya tidaklah sebesar kendaraan bermotor ICE.

Di sisi lain pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menekankan bahwa bagaimanapun, polusi terbesar di Ibu Kota berasal dari sektor transportasi, terutama karena kemacetan dari para pengendara roda empat. Namun yang juga perlu jadi perhatian penting adalah angkutan umum di Ibu Kota

Oleh sebab itu, menurut Yayat, pemerintah tidak perlu terlalu banyak memberikan subsidi bagi kendaraan listrik yang ditujukan untuk segmen menengah ke atas.

Dia pun mengharapkan ada tarif layanan transportasi umum terintegrasi berbasis langganan bulanan. Melalui mekanisme ini, subsidi berperan mengakomodasi masyarakat untuk menggunakan transportasi umum sepuasnya dalam sekali transaksi.

Saya sih sependapat dengan pernyataan Pak Yayat. Kalau pembelian mobil listrik di subsidi sih sepertinya tidak perlu dilakukan. Kalau mau, subsidi diberikan kepada pengguna transportasi umum, seperti LRT, MRT, KRL, Transjakarta, dan bahkan Kereta Api Cepat.

Yakinlah kalau transportasi umum sudah semakin baik, kendaraan bermotor sudah konversi ke listrik, maka polusi udara Jakarta akan bisa ditekan. Karena faktanya, penyebab utama Polusi Udara Jakarta adalah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak dari fosil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun