Banyak yang berpikir bahwa penanganan Polusi Udara Jakarta bisa dilakukan dengan segera dan secepat mungkin. Jadi, kalau ada kebijakan dilakukan hair ini, maka besok harus segera teratasi. Padahal penanganan Polusi Udara Jakarta saat ini sangat sulit dilakukan karena kondisi kemarau panjang. Tetapi bukan berarti tidak bisa ditangani, hanya butuh kesabaran dan konsistensi.
Banyak yang nyinyirin kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan work from home (WFH) 50% bagi ASN DKI demi menekan polusi udara di Jakarta selama 2 bulan dari 21 Agustus 2023 sampai 21 Oktober 2023. Kebijakan ini pun akan ditingkatkan menjadi 75% menjelang KTT ASEAN yang dilaksanakan mulai tanggal 4 - 7 September 2023. Meskipun di awal tidak berdampak penurunan polusi udara Jakarta, tetapi Pemprov DKI Jakarta konsisten melakukannya.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono sendiri juga sudah mengundang beberapa pihak swasta untuk membahas soal penerapan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah bagi pegawai. Penerapan WFH bertujuan untuk mengurangi polusi udara di Ibu Kota, mengurangi kemacetan dan menyukseskan pergelaran KTT ASEAN. Namun karena berupa himbauan, tidak ada keharusan untuk melakukannya.
PJ Gubernur Heru menyatakan bahwa kebijakan WFH ini adalah aksi nyata yang dilakukan untuk memerangi polusi udara. Saat semua disibukkan dengan mencari apa penyebab utamanya, Heru ingin membuktikan langsung apakah WFH berpengaruh menurunkan polusi udara Jakarta. Apabila sudah dilakukan WFH 100 persen, tetapi polusi udara masih tidak turun juga, pemerintah akan menyisir lagi penyebab lain.Â
"Jadi, saya ingin membuktikan," katanya.
Intinya bagi Heru adalah melakukan solusi tanpa mengurangi kegiatan ekonomi. Lalu apakah berdampak?! Ternyata benar, hasil tidak akan mengkhianati kerja keras dan kegigihan. Polusi udara mulai menurun jelang KTT ASEAN. Kebijakan WFH mulai terasa. Penyebabnya adalah aat penyelenggaraan KTT ASEAN 2023 berlangsung di DKI Jakarta banyak masyarakat yang WFH.Â
Hal ini berpengaruh terhadap kualitas udara di DKI Jakarta yang menjadi bersih. Pengamat ekonomi energi Fahmy Radhi mengungkapkan kebijakan WFH pada hari pertama saat penyelenggaraan KTT ASEAN langsung berpengaruh signifikan terhadap membaiknya kualitas udara di Jakarta.
Seperti yang kita ketahui PLTU Suralaya sudah dipadamkan sebesar 1.600 MW sejak 29 Agustus 2023, tetapi tidak ada pengaruhnya terhadap kualitas udara di Jakarta seminggu terakhir," ujar pengamat dari Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Terpantau pada 4 September siang, indeks kualitas udara menjadi kategori sedang dengan level 99 dari sebelumnya menyentuh level 157 masuk kategori tidak sehat.
Lalu apakah kita langsung cepat puas dengan pencapaian ini?! Tentu saja tidak. PJ Gubernur Heru Budi terus berkomitmen untuk menurunkan polusi udara Jakarta. Karena level polusinya akan dengan mudah naik ketika KTT ASEAN selesai. Lalu lintas akan semakin padat dan akan menyebabkan kembali menumpuknya polutan di udara Jakarta.
Semoga saja dengan masuknya musim penghujan, penurunan level polusi akan semakin cepat. Tapi bukan berarti kebijakan mengurangi pemakaian BBM busuk, konversi kendaraan listrik dan penggunaan energi lebih ramah lingkungan tidak dilanjutkan, malahan seharusnya semakin dipercepat untuk lingkungan udara yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H