Dalam beberapa tulisan saya terakhir, kata KARAKTER menjadi sebuah kata penting yang menggambarkan kualitas seorang pemimpin. Perkataan, penampilan, gerak tubuh bisa dilatih sedemikian rupa tetapi karakter tidak bisa dibuat-buat. Karakter seseorang cepat atau lambat akan tampak dalam tindakan dan keputusan yang diambilnya. Hal inilah yang saya lihat sangat jelas ada dalam diri Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Jokowi memiliki karakter yang sederhana dan pekerja keras. tahu benar bahwa menjadi pejabat adalah sebuah amanah untuk mengabdi. Hal ini bukan hanya terjadi ketika dia menjadi Gubernur DKI Jakarta atau saat jadi Presiden RI, melainkan juga waktu Jokowi menjadi Walikota Solo.
Karena itulah maka Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, pernah menyatakan keinginannya untuk menjadi seperti Jokowi ketika diundang dalam acara Mata Najwa di Kota Solo. Dalam acara tersebut, Abraham Samad mengaku ingin menjadi Jokowi.
“Bukan karena jabatannya, tapi karena pribadinya. Saya ingin jadi seperti Jokowi. Dia itu kan tulus begitu, jadi bukan karena jabatannya,” kata Abraham.
Saat ditanya Najwa alasan memilih Jokowi. Abraham mengatakan dia sudah melihat sepak terjang Jokowi sejak menjadi Walikota Solo. “Jadi begini, biasanya kan kalau orang sudah menjabat selama dua periode itu terus di periode kedua itu meihat materi. Nah Pak Jokowi ini kan menjalankan dua periode, tapi dia biasa saja tidak melihat materi,” ujar Samad.
Materi bukanlah tujuan Jokowi ketika menjadi seorang pejabat pemerintahan. Dia tahu benar apa artinya kekurangan, dia tahu juga artinya punya kelebihan. Dia sejak awal punya keinginan mengabdi dan ingin rakyat sejahtera. Tidak pernah memikirkan berapa gaji yang didapatkannya bahkan sering sekali memberi kepada mereka yang membutuhkan. Kualitas karakter yang terbentuk dengan prinsip tegas dan terimplementasi nyata ketika dia menjabat. Solo dan Jakarta sudah menikmati ketulusan dan ketidaktertarikannya terhadap materi, kini Indonesia pun menikmatinya.
Jadi, tidak heran jika pada akhirnya Jokowi menolak kenaikan gaji Presiden meski DPR sudah menyetujuinya. Bukan hanya karena kondisi perekonomian yang sedang lemah, tetapi karena Jokowi tidak tertarik dengan kenaikan gajinya dan lebih mementingkan kepentingan rakyat. Ini karena prinsipnya adalah mengabdi.
Berbeda dengan anggota DPR RI, kenaikan gaji akan mereka nikmati mulai bulan depan. Ada yang menolak ada juga yang menerima keputusan tersebut. Jika setujui maka bisa dipastikan bahwa yang ingin gaji DPR naik lebih banyak daripada yang menolaknya. Mengapa hal ini terjadi? Karena sebagian besar politisi di DPR adalah orang yang punya prinsip balik modal kampanye dan kalau bisa malah untung. DPR RI kini bukanlah tempat wakil rakyat tetapi para pencari uang dan kenikmatan.
Jika boleh jujur, maka seharusnya gaji Jokowi lah harusnya dinaikkan. Sejak dilantik jadi Presiden sampai sekarang, Jokowi terus bekerja tanpa hentinya. Dari satu daerah ke daerah lain. Meninjau langsung proyek pemerintah dan hadir ketika ada bencana yang terjadi. Beda dengan anggota DPR yang kerjanya sebagai legislator tidak maksimal. Target pembuatan Undang-undang tidak tercapai. Malahan sibuk jalan-jalan ke luar negeri di tengah kondisi ekonomi yang sedang lemah. Tetapi sekali lagi saya mau tekankan disinilah KARAKTER menjadi sebuah pembeda nyata kualitas seseorang.
Jadi tidak usah heran jika DPR RI akan terus bersemangat membicarakan kenaikan gaji mereka setiap tahunnya tetapi tidak bersemangat menyelesaikan pembuatan Undang-undang. Dan Jokowi akan terus menolak kenaikan gaji tetapi akan terus blusukkan dan bekerja tanpa kenal lelah dengan satu tujuan agar rakyat Indonesia sejahtera.
Salam.