Entah apa yang ada di dalam pikiran Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Budi Susilo Soepandji dalam menghadapi konflik Papua yang dipicu oleh Oraganisasi Papua Merdek (OPM). Tetapi pernyataan Budi ini tidak menunjukkan bahwa pemimpin negara kita tidak belajar dari kasus Aceh. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dihadapi selama berpuluh-puluh tahun menggunakan militer (senjata), hasilnya? GAM semakin berkembang.
Budi melalui berita yang saya kutip dari metrotvnews.com, mengingatkan agar organisasi di Papua tidak mengangkat senjata. Jika tersebut terjadi, Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak segan mengangkat senjata pula. "Saya katakan orang bersenjata tidak bisa dilawan hanya dengan doa. Strength respect to strength, senjata harus dihadapi dengan senjata. Kita punya kekuatan untuk itu. Oleh karena itu saya minta seluruh organisasi yang ada di Papua, yang membawa senjata, untuk meletakkan senjata," kata Budi di Jakarta, Rabu (9/11).
Pernyataan Budi ini menurut pandangan saya terkesan arogan. Pernyataannya juga terkesan mengancam dan mengajak perang. Bukankah para pemberontak itu adalah warga negara Indonesia? Mengapa tidak diperlakukan sebagaimana mestinya? Apakah perlu bagi Budi, sebagai Gubernur Lemhanas, mengeluarkan pernyataan seperti ini?
Budi harusnya mengingatkan untuk mengedepankan komunikasi untuk menghentikan konflik. Suatu usaha yang dilakukan ketika negara ini mengalami konflik perbatasan dengan Malaysia. Apakah memang TNI kita hanya berani kepada rakyat? Mengapa TNI diam ketika Malaysia melanggar perbatasan kita?
Semoga konflik Papua diselesaikan dengan singkat. Tidak perlu sampai terjadi konflik dan perang berpuluh-puluh tahun lamanya. Kasihan rakyat Papua. Mereka sudah sangat menderita. Bagaimana pendapat anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H