Mohon tunggu...
Palti West
Palti West Mohon Tunggu... Administrasi - Hanya Orang Biasa Yang Ingin Memberikan Yang Terbaik Selagi Hidup. Twitter dan IG: @Paltiwest
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tulisan analisa pribadi. email: paltiwest@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Salahkah Meminta Dukungan Dana dari Pengusaha?

19 Maret 2014   19:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:45 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindakan Megawati yang menerima kedatangan sekitar 60 pengusaha di Kantor DPP PDI-P di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2014) malam menjadi sebuah perhatian seorang pengamat. Pengamat politik Universitas Islam Negeri Hidayatullah Zaki Mubarak meragukan keberpihakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) terhadap "wong cilik" yang selama ini melekat pada PDIP.

"Masyarakat makin skeptis terhadap komitmen kerakyatan atau 'wong cilik' PDI-P. Dalam praktiknya, 'wong cilik' lebih banyak menjadi jargon saja," kata Zaki saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (19/3/2014) (kompas.com).

Pernyataan pengamat politik di atas tentu saja membuat saya terheran-heran dan bertanya dalam hati, apakah menerima bantuan pengusaha adalah sebuah pelanggaran dari ideologi "wong colik" apalagi sang pengamat menghubung-menghubungkannya dengan penjualan aset sebagai transaksi politik?

Jika sang pengamat berpikir seperti itu, maka tidak akan ada partai dan capres yang pantas berpihak pada wong cilik. Karena semua partai dipimpin dan atau dibiayai oleh pengusaha. Bukankah cara berpikir seperti itu terlalu mengada-ada? Apalagi jika melihat latar belakang Jokowi yang adalah seorang pengusaha, maka itu berarti Jokowi akan mengadakan transaksi?

Saya pikir tidak bisa begitu cara berpikirnya. Sewaktu Jokowi menjadi walikota Solo tidak pernah terdengar dia melakukan transaksi politik dengan pengusaha bahkan keluarganya tidak ada yang mengambil keuntungan politik dalam berbisnis. Sehingga sangat sulit melihat ada atau tidak pelanggaran yang dilakukan Jokowi.

Bagaimana dengan di Jakarta? Jokowi, yang didukung oleh beberapa pengusaha, juga tidak melakukan transaksi politik dengan pengusaha yang mendukungnya. Kasus busway karatan pun diduga kuat ada yang mendompleng nama Jokowi dan akan segera diserahkan kepada KPK.

Kalau memang meragukan, maka perlu dilihat saja siapa yang mendukung Jokowi dalam laporan pendanaan PDIP. Lalu hubungkan dengan tender-tender yang akan ada ke depanya. Tapi bukan berarti setiap pengusaha yang mendukung Jokowi jadi dilarang berusaha dan berurusan dengan pemerintah. Akuntabilitas pemerintahan Jokowi kelaklah yang harus dituntut.

Jokowi-Ahok saja siap dan dengan senang menerima bantuan bus dari beberapa pengusaha. Bukankah itu akan sangat menolong kekurangan bus tansjakarta? Mereka hanya meminta boleh beriklan di bus tersebut. Tidak merugikan pemerintah bukan?

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai biaya dari konglomerat untuk menghadapi pemilu bukanlah sesuatu yang buruk karena berasal dari swasta, bukan negara. Menurutnya, hal itu sama sekali tidak melanggar hukum.

"Daripada mengambil uang minyak, hutan, laut milik negara dari APBN, itu kan banyak pejabat dan calon-calon (presiden) yang korupsi uang negara," kata Mahfud yang mengaku juga mencari cukong untuk membiayai pencapresannya (kompas.com).

Mencari dukungan dana dari uang halal seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Yang dipermasalahkan jika ternyata dukungan itu ada terdapat transaksi politik yang membuat kebijakan politik dan pemerintah ke depan berubah. Jangan tabu dengan pengusaha kecuali pengusaha itu adalah pelanggar ham, perusak lingkungan, dan menunda pembayaran hak karyawan.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun