Labil, tidak konsisten, bingung, dan tidak percaya diri adalah gambaran yang bisa mewakili posisi kondisi Partai Demokrat (PD) sekarang. Sebagai partai yang terjun bebas perolehan suaranya, wajar jika hal ini terjadi, apalagi jika melihat partai ini dibentuk bukan berdasarkan ideologi tapi lebih berdasarkan tujuan menghantarkan SBY menjadi presiden. Ketika SBY tidak bisa mencalonkan diri lagi partai ini seperti kehilangan arah. Proses regenerasi gagal dan akhirnya menyelenggaran konvensi untuk menjaring tokoh nasional yang bukan kader PD.
Sayangnya, proyek konvensi ini dilakukan setengah hati oleh PD. Mulai dari proses konvensinya yang kurang begitu jelas sampai tidak percaya dirinya mengusung pemenang dari konvensi. Pemenang konvensi belum diumumkan, PD sudah mulai mewacanakan nama lain sebagai capresnya. Adalah Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin yang mengatakan, Partainya membidik salah satu tokoh Partai Golkar, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Munculnya nama Sultan tentu saja membuat publik bertanya-tanya apakah PD tidak serius melaksanakan konvensinya?
Kemunculan nama Sultan pun memunculkan protes dari Deklarator Partai Demokrat, Aziddin. Dia mempertanyakan wacana pengusungan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai bakal calon presiden Partai Demokrat. Ia mengatakan, Demokrat seharusnya memilih satu di antara sebelas peserta Konvensi Calon Presiden Demokrat sebagai jagoannya.
"Ya (menolak). Artinya begini, karena itu sudah komitmen bahwa di antara sebelas inilah yang akan diumumkan," kata Aziddin dalam diskusi Pilpres 2014, Berkoalisi atau Berkualitas? di Jakarta, Rabu (14/5/2014) (kompas.com).
Lalu apa alasan PD mengusung Sultan? Menurut Amir, alasan memilih Sultan karena elektabilitasnya bisa bersaing dengan dua kandidat bakal capres lainnya, yaitu Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Amir menyebutkan, berdasarkan survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), elektabilitas Jokowi berada di kisaran 25-26 persen, sementara Prabowo 17-18 persen. Di posisi ketiga, ada Sultan dengan 15 persen (kompas.com).
Meski elektabilitas Sultan tinggi dan mengalahkan calon-calon yang mengikuti konvensi, tidak etis rasanya jika PD akhirnya memilih Sultan dan mengabaikan para peserta konvensi. Bukankah peserta konvensi sudah mengikuti peraturan serta proses komvensi hingga saat ini? Bahkan ketika suara PD terjun bebas, tidak ada satu pun yang mengundurkan diri. Mengapa PD malah memikirkan nama di luar peserta konvensi?
Padahal jika dilihat dari para peserta yang ada mereka bukanlah orang sembarangan. Mereka adalah tokoh nasional yang sudah punya nama dan basis pendukung. Apalagi nama beken seperti Dahlan Iskan dan Anies Baswedan. Walau tidak sehebat Sultan, tetapi mereka adalah tokoh muda yang bisa menarik simpati massa. Bahkan jika Dahlan dipasangkan dengan Anies, pasangan ini bisa masuk putaran kedua pilpres. Tetapi apakah PD yakin kepada peserta konvensinya?
Ketua Umum Harian Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, meski partainya mempertimbangkan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai calon presiden, belum tentu Sultan akan diusung sebagai capres. Demokrat masih akan mempertimbangkan hasil konvensi yang akan diumumkan pada hari ini, Kamis (15/5/2014).
"Sultan itu masuk radar Demokrat, tapi belum tentu ditetapkan sebagai capres," ujar Syarief seusai rapat pleno Fraksi Demokrat di DPR, Rabu (14/5/2014), di Gedung MPR/DPR, Jakarta (kompas.com).
Meski belum tentu, munculnya nama Sultan pastilah ada alasannya. Salah satunya menurut saya adalah ketidakyakinan pada peserta konvensi. Sebuah sikap yang tidak etis dan kurang menghargai usaha para peserta konvensi. Kepercayaan peserta kepada PD tidak dibalas setimpal dengan kepercayaan PD kepada mereka. Malah memunculkan sosok lain yang tidak menjadi peserta konvensi.
Ini menunjukkan bahwa proses demokrasi di PD tidak terjadi. Konvensi yang digadang-gadang sebagai wujud nyata demokrasi hanya menjadi sebuah ajang main-main. Semakin menunjukkan bahwa di partai ini bukan demokrasi yang diusung melainkan pragmatisme serta arahan dari beberapa orang. Pantaslah beberapa kader yang berbeda pendapat akhirnya didepak dari partai ini.