Dalam segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita tidak ada yang kebetulan. Semua punya maksud dan tujuan. Mungkin tidak untuk kita maksud tersebut, bisa saja kepada orang lain. Karena itu, marilah cari suatu makna dan keterkaitan dalam peristiwa yangberjadi dalam hidup kita. Nah, dalam politik kebetulan adalah sebuah kemustahilan. Tidak ada yang kebetulan di politik, semua punya maksud.
Itulah mengapa ketika ada dua kejadian yang terjadi dalam waktu berdekatan dan bersamaan, maka kita harus curigai ada maksud di dalamnya. Dua kejadian yang sangat berdekatan dan bersamaan dalam pengamatan saya adalah, konflik Golkar dan penundaan revisi UU MD3 dalam prolegnas 2014. Bagaimana keterkaitannya? Mari kita lihat dulu keanehan yang terjadi dalam penundaan revisi UU MD3.
Politikus PPP Dimyati Natakusumah mengingatkan jika putusan MK harus diikuti dalam pembahasan UU MD3. Bahwa DPD harus dilibatkan dalam proses pembahasan revisi UU MD3.
"Terkait putusan MK, DPD ikut membahas tapi memang tidak memutuskan, jangan menghilangkan frasa tersebut karena sudah putusan MK," kata Dimyati di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/11).
Politikus PDIP Arif Wibowo merasa kecewa dengan penundaan ini. Dia pesimis jika revisi UU MD3 yang jadi kesepakatan islah antara KMP dan KIH bisa berjalan sesuai rencana, yakni 5 Desember 2014.
"Semakin lama (revisi ini). Jadi komitmen untuk menyegerakan pada persidangan ini rasanya sulit tercapai," ujar Arif di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/11).
Soal penundaan karena ingin melibatkan DPD, Arif menyatakan hal ini soal konsistensi. Menurut dia, dalam rapat Baleg sudah sepakat tidak melibatkan DPD, namun di paripurna berbeda.
"Ini soal konsistensi kepada kesepakatan. Semua pembicaraan tentang apakah perlu melibatkan DPD atau sebaliknya sudah selesai di Baleg. Ini soal konsistensi saja kok," pungkasnya.(merdeka.com)
Mengapa hal yang disepakati bisa berubah di rapat paripurna? Bukankah harusnya sudah tinggal memutuskan? Jika begini maka kita harus mencari penyebab lainnya di luar rapat Baleg dan Paripurna. Apakah itu? Ya, kisruh Munas Golkar.
Kaitannya jelas adalah jumlah kursi yang akan mempengaruhi nanti dalam keputusan revisi UU MD3. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya revisi UU MD3 jika KIH diperkuat oleh suara dari Golkar dan PPP dalam voting mengambil keputusan. Sesuatu yang ditakuti oleh KMP pastinya. Itulah mengapa Prabowo dan Gerindra sangat serius mengamati kisruh Munas Golkar.
Karena itulah ada dugaan penundaan revisi UU MD3 ini akan menunggu hasil Munas Golkar. Jika kubu Ical gagal menang, maka KMP sudah menjaganya dengan tidak memasukkan revisi UU MD3 dari prolegnas. Jadi, kalah pun mereka akan mempertahankan UU MD3 ini.
Jika hal ini terjadi, maka siap-siaplah kita melihat status quo DPR. Konflik tanpa ada penyelesaian. Ketika kepentingan beradu kepentingan, maka tidak akan pernah ada jalan keluar. Jangan heran jika pada akhirnya DPR hanya akan menjadi sebuah lembaga konflik bukan pemersatu bangsa.
Jadi, jangan heran jika petisi membubarkan DPR sudah mendapat tanda tangan yang banyak. Karena rakyat sudah muak melihat DPR yang tidak becus dan hanya mengutamakan kepentingan politiknya saja. Semoga saja DPR semuanya pada tobat massal biar parlemen bisa dimurnikan kembali.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H