Mohon tunggu...
Mochamad Faliqul Isbach
Mochamad Faliqul Isbach Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Sejarah Mungkin Berulang,Tetapi Orang Tidak Bisa Kembali Ke Masa Lalu - Nico Robin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembangunan Jalan raya Pos Anyer-Panarukan serta Kontroversinya

30 Januari 2023   12:00 Diperbarui: 30 Januari 2023   12:06 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja jalan raya Anyer-Panarukan gagasan Daendels (Wikipedia)

Pembangunan jalan raya pos Anyer Panarukan memberikan kesan tersendiri bagi rakyat Indonesia.Bagaimana tidak?jalan raya sepanjang 1.000 kilometer yang terbentang dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Situbondo, Jawa Timur ini dilatar belakangi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels yang dikenal kejam serta sosok yang konon menerapkan sistem kerja paksa pada masa kolonialisme di tanah Jawa.

Fakta lain dari sosok kepercayaan sang Napoleon Bonaparte ini juga mempunyai gaya pemerintahan yang militeristik.Namun, terlepas dari kebijakannya mengenai sistem kerja paksa di tanah Jawa,pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan mempunyai latar belakang serta kontroversinya.

Seperti yang sudah dibukukan, pembangunan Jalan Anyer-Panarukan dipimpin serta dibuka oleh Herman Willem Deandels.Pembangunan tersebut dilatar belakangi sebagai usaha untuk mempertahankan ekonomi dan militer Pulau Jawa.Agar mobilitas militer ujung barat Jawa hingga ujung timur Jawa dapat dilakukan dengan lebih cepat.

Proses pembangunannya menggunakan sistem kejam yang disebut kerja paksa,di mana para pekerjanya dipaksa bekerja tanpa diberi upah, bahkan sampai timbul korban jiwa.Namun sesuatu yang menjadi kontroversi serta banyak menjadi perbincangan adalah pembangunan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan sebenarnya bukanlah kerja paksa murni. Para pekerja dibayar oleh pemerintah, tetapi uang upah dari Daendels diberikan lewat penguasa lokal.

Alhasil dari hal tersebut, terjadilah praktek korupsi yang dilakukan oleh penguasa lokal.Keramaian soal jalan Anyer-Panarukan bermula dari akun Twitter @mazzini_gsp.

"Betul, bikin jalan Anyer-Panarukan itu yang kerja dibayar. Daendels kasih duit 30 ribu ringgit lebih untuk gaji dan konsumsi yang kerja juga mandor, udah dikasih ke Bupati, nah dari Bupati ke pekerja ini gak nyampe duitnya. Akhirnya kita taunya itu kerjaan gak dibayar (kerja paksa)," tulis @mazzini_gsp

Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam juga ikut membahas serta juga membenarkan pernyataan tersebut. Asvi mengatakan soal proses pembangunan Jalan Raya Pos era Daendels ini sudah diteliti oleh sejarawan Djoko Marihandono.


"Ya benar itu. Daendels dikirim ke Jawa oleh pemerintah Perancis yang sedang menduduki Belanda. Apa yang dilakukan Daendels tentu dilaporkan dan tercatat dalam arsip Perancis. Itu yang diteliti Djoko Marihandono (kini Prof) untuk disertasi doktornya," kata Asvi

Hal yang sama juga dilontarkan oleh sejarahwan Peter Carey.

"Setahu saya memang ada anggaran yang tersedia dari Pemerintah kolonial tapi yang bertanggung jawab adalah bupati dan petinggi pribumi lokal setempat untuk mengurus," kata Peter Carey

"Bukan hanya gaji tapi persiapan bekal dan alat dan sebagainya, rupanya ada banyak penyelewengan sebab begitu banyak orang buruh kasar yang digerakkan meninggal diduga antara 7.000-14.000 orang. Tidak mungkin se begitu banyak fatalitas kalau semua diatur dengan baik di tingkat lokal,"   lanjutnya. 

Cuitan @mazzini_gsp serta menurut sejarahwan lain mengenai fakta sesungguhnya terkait latar belakang pembangunan di Anyer-Panarukan yang disertai dengan cantuman daya yang sangat objektif dan tidak berlebihan itu sudah seharusnya dilakukan oleh sejarahwan, harus bicara tentang fakta sesungguhnya.Meskipun demikian, sikap kita untuk menyikapi hal yang luput dari buku sekolah tersebut harus disikapi dengan bijak.Jangan membenarkan tindakan kolonialisme hanya karena upah yang secara tidak dibukukan pernah dibayarkan kepada rakyat pribumi.Lihatlah upah dan bandingkan dengan kerugian yang dialami pribumi masa itu.Meskipun yang ironis dari hal tersebut adalah budaya korupsi yang dilakukan penguasa lokal sudah mendarah daging bahkan sebelum Indonesia merdeka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun