Mohon tunggu...
Pak Ugi
Pak Ugi Mohon Tunggu... profesional -

read & write, berita99.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Simbiosis Mutualistis BUMN-DPR

7 November 2012   01:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:51 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

IBARATorang buang angin, seperti itulah hubungan BUMN-DPR. Ada bau-bau busuk yang tercium. Tapi jarang terdengar di muka umum. Walhasil, orang cuma bisa kasak-kusuk tentang hubungan berbau busuk di antara keduanya.

Semua orang bisa mencium bau busuk aksi oknum (?) anggota DPR dalam memanfaatkan BUMN sebagai ATM ataupun sapi perah. Tapi lagi-lagi, tak mudah membuktikan sumber bau tersebut.

Seperti diakui mantan Menteri Negara BUMN, Sofyan Djalil, isu BUMN jadi sapi perah adalah cerita lama. Namun, selama ini tak ada yang membongkar. Baru heboh sekarang karena langkah Dahlan Iskan membongkar nama-nama anggota DPR peminta upeti dari BUMN.

"Walaupun saya sendiri waktu masih menjabat tidak pernah mengalami. Tapi kalau anak buah saya ada yang melakukan ya saya tidak tahu," kata Sofyan Djalil di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/11). Hmmm...tidak tahu ya?

Apa sebetulnya yang terjadi? Apakah BUMN ada pada posisi korban? Diperas habis-habisan tanpa bisa melawan? Atau justru yang terjadi adalah praktik kongkalikong, take and give, simbiosis mutualistis, saling memberi keuntungan tanpa peduli negara dan rakyat dirugikan?

Pernyataan Dahlan Iskan yang menolak tegas BUMN dijadikan sapi perah adalah salah satu indikasi suburnya praktik patgulipat BUMN dengan DPR ini. Terlepas dari perseteruan Dahlan vs DPR selama ini, pernyataan tersebut tak bisa dipandang sebelah mata. Ada asap, pasti ada api.

Sementara itu, reaksi sejumlah anggota DPR atas sepak terjang Dahlan juga merupakan sinyal kuat atas adanya oknum (?) pemeras BUMN ini. Logika awam, orang yang tidak berbuat akan lebih kalem kalau menerima tuduhan.

Di luar itu semua, bau busuk patgulipat antara para legislator yang mulia dengan BUMN juga terlihat dari banyaknya direksi dan komisaris BUMN yang berasal dari parpol. Setidaknya, kondisi ini rentan penyalahgunaan jabatan. Para direksi dan komisaris BUMN itu tentulah masih punya sedikit (atau banyak) "loyalitas" pada almamater politiknya. Walhasil, cerita bahwa BUMN menjadi sapi perahan dan ATM parpol pun terus bergulir.

Sapi perah? Tentu saja tidak sepenuhnya betul seperti itu. Sang sapi pun mendapatkan keuntungan dari aksi perah memerah itu. Seperti ternak sapi sungguhan yang disuplai pakan ternak dan mineral bergizi agar mampu memproduksi susu yang banyak untuk diperah, begitu pula hubungan DPR-BUMN.

Seringnya BUMN mengalami kerugian pun dimanfaatkan sebagai motif simbiosis mutualistis antara BUMN dan DPR. Dengan dalih kerugian, BUMN meminta subsidi dari APBN. DPR berikan keputusan untuk mensubsidi setelah lebih dulu menegosiasikan poin "wani piro"...

BUMN yang seharusnya jadi nafas keuangan negara, terbukti sangat jarang mendapatkan keuntungan signifikan. Ini juga indikasi kuat bahwa BUMN sering menjadi lahan basah bagi para oknum (?) politisi untuk menyedot bagian keuntungan perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun