Mohon tunggu...
pak sofin sinaga
pak sofin sinaga Mohon Tunggu... Freelancer - Saya seorang yang peduli sesama

karyawan swasta

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Semoga tulisan ini tidak dibaca oleh Bapak Presiden Jokowi

9 Agustus 2020   03:10 Diperbarui: 9 Agustus 2020   10:53 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bersimpati dengan serangan bertubi-tubi terhadap Bapak Hadi Pranoto yg akhir akhir ini ramai diperbincangkan baik di media massa mainstream ataupun media massa non mainstream, makanya saya membuat tulisan ini. Terenyuh dgn keterangan Bapak Hadi Pranoto tentang penelitian yg dilakukannya, teringat saya pada saat kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di kota Bogor sekitar tahun 1993-an di kawasan Bantar jati Bogor. Karena saya  kuliah mengambil jurusan kimia analisis tentu tak lepas dari bahan-bahan kimia yang jelas mahal.  Kuliah di jurusan ilmu eksak seperti Jurusan Kimia Analisis memang harus berkutat dengan suatu material /bahan kimia / reagent mahal yg harus dibeli, beda dgn keilmuan non eksak yg cukup berkutat dgn kertas dan omongan.  Hampir setiap jam kuliah  di laboratorium saat kita praktek , ujung-ujungnya harus membuang bahan kimia yg mahal tadi  hasil dari setiap praktek percobaan dari sebuah mata kuliah.  Demikian seterusnya setiap jam kuliah praktek di laboratorium. Tentu ini sangat berat sekali bagi sebuah perguruan tinggi swasta terlebih pada saat itu mahasiswanya hanya segelintir. Sekedar informasi, angkatan saya saat itu hanya 12 orang.

Hal yg sama jugalah yang dilakukan Bapak Hadi Pranoto membuang buang material yang mahal utk penelitiannya sejak dirinya memulai penelitian khasiat  herbal – herbal kekayaan alam Indonesia pada 20 tahun yang lalu di laboratoriumnya demi menemukan racikan yang tepat agar herbal herbal  tadi menjadi obat herbal yang mumpuni.  Dari satu percobaan ke satu percobaan yang lain yang mungkin sudah puluhan bahkan ratusan kali membuang dan membuang material yg mahal tadi setiap kali percobaan.  Ya membuang material tadi artinya membuang uang.  Dengan hanya mengandalkan biaya sendiri sudah jelas akan terjadi  keterbatasan ketersediaan terhadap alat dan bahan bahan/material yang mahal tadi.   Namun hal itu tak membuat dirinya menyerah hingga pada akhirnya Bapak Hadi Pranoto berani mengklaim dirinya menemukan obat herbal (bukan obat kimia) yang katanya obat herbal temuannya bisa membuat tubuh menghasilkan  antibodi  yang bisa melawan Covid-19.

Persoalan terjadi ketika Bapak Hadi Pranoto mempublikasikan obat herbal temuannya dan mengklaim bisa menyembuhkan pasien terinfeksi virus covid 19. Para pakar dan para ahli seperti kebakaran  jenggot. Semua angkat bicara sesuai bidangnya dan menyerang habis-habisan dengan kalimat kalimat  seperti “menimbulkan kegaduhan di masyarakat” dan tidak melalui “Ethical clearance” dan “ethical announcement” yang mana harus dilalui obat herbal temuan Bapak Hadi Pranoto. Miris saya melihatnya. Padahal sudah jelas Bapak Hadi Pranoto mengatakan bahwa obatnya adalah obat Herbal. Ya kita tahu ketika berbicara herbal ya nggak jauhlah seperti jamu. Ada banyak kita lihat di pasar pasar tradisional , mbak mbak penjaja jamu gendong menawarkan jamunya dengan kata kata : “ayo mas minum jamu ne ..obat penghilang rasa pegal..rasa linu..rasa cekot2 dan masuk angin”. Lantas apakah si mbak penjual jamu gendong tadi harus melewati “ethical Clearance” dan “ Ethical announcement” karena ada kata-kata “obat” yang dia teriakkan kepada khalayak di pasar tradisional tadi ketika menjajakan jamunya . 

Soal klaim Bapak Hadi Pranoto bahwa obat herbalnya mampu mengobati pasien terinfeksi Covid 19, biarlah masyarakat yang memilih dan menentukan. Kenapa kita harus mempidanakan orang yang ingin berbuat baik dan sudah mengorbankan waktu , tenaga dan biayanya sendiri untuk menyelamatkan bangsa ini yg sudah dalam keterdesakan akibat pasien terinfeksi covid 19 yang semakin melonjak? Toh ketika dikatakan obat herbal kita sudah tahu seperti jamu gendong dipasar tradisional tadi, tidak akan mematikan, yah kalau tidak mujarab, kan tidak apa toh, kan tidak akan mati dan tidak ada efek samping. Namanya juga usaha.  Apa itu Hoax atau pembohongan publik  untuk meraup keuntungan pribadi yang harus diperkarakan ke polisi?? Toh harganya tidak seberapa. Apa bedanya   seperti sebuah klaim dari sebuah  institusi pendidikan ternama yang penelitiannya didukung dana besar dari pemerintah dan laboratorium yg canggih mengklaim bahwa sudah menemukan racikan obat  untuk menyembuhkan pasien covid 19 (bukan menemukan obat tetapi hanya meracik) yg dikatakan sudah melewati uji in vitro dan uji in vivo  (Uji klinis), tetapi toh tidak mampu memperkecil angka  kematian pasien Covid 19 ?? Kenapa tidak ada yang ribut??? Kenapa tidak ada yang mempersoalkan?? Apakah karena sebuah institusi dan ada negara di dalamnya sehngga tidak ada yg mempersoalkan?  Bukankah ketika sudah diklaim sebagai obat yg sudah melewati uji klinis berlapis-lapis harusnya mampu meniadakan angka kematian? Tetapi ternyata tidak. Angka kematian tetap tinggi. Lantas dimana keefektifan uji uji tersebut? Kenapa perlakuan itu berbeda ketika Bapak Hadi Pranoto mempublikasikan  temuannya yang jelas jelas penelitiannya berbiaya sangat minim karena dari kocek sendiri dan  laboratorium yang  dipakaipun sederhana. Kenapa  semua menyudutkan beliau. Kalaulah biaya ada bukankah Bapak Hadi Pranoto juga akan melakukan uji uji kelayakan tadi.  Oh ya saya hampir lupa, saya jadi ingat ,ada pernah diberitakan juga, upaya pihak tertentu mendatangkan jamu herbal dari China yg katanya sempat dikonsumsi untuk pasien terinfeksi covid 19 di beberapa rumah sakit rujukan, kenapa tidak dipersoalkan ya..?? Apakah jamu yang sudah didatangkan dan dikonsumsi itu berkhasiat dan  sudah melalui uji klinis juga. Kenapa harus impor, bukankah ada banyak herbal hasil kearifan  lokal kita seperti halnya herbal temuan Bapak Hadi Pranoto ini.  Only heaven knows!

Seharusnya Pemerintah harus berterima kasih dan menghargai untuk  usaha anak bangsa  yang dilakukan dgn biaya sendiri seperti apa yang dilakukan oleh Bapak Hadi Pranoto. Negara harus hadir ketika ada usaha usaha perorangan dalam rangka  menyelamatkan bangsa ini yg sedang dalam keterdesakan. Negara harus merangkul Bapak Hadi Pranoto dan menjadi  “orang tua”  karena pemerintah punya dana besar dan alat yang canggih untuk menguji ulang  temuan Bapak Hadi Pranoto, bukan justru menyalahkan ini itu tanpa menguji dulu kebenaran klaim tadi. Apa susahnya Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan memintakan obat herbal temuan Bapak Hadi Pranoto tsb untuk diuji kembali sehingga dapat melalui tahapan tahapan uji klinis   seperti yang diteriakkan para pakar dan para ahli. Lantas bagaimana kalau misalnya kita berandai andai bahwa temuan Obat Herbal Bapak Hadi Pranoto itu benar benar mampu menyembuhkan pasien Covid 19,  bukankah ini akan menjadi aset nasional dan kebanggaan Bangsa ini yang kaya akan sumber alam herbal yang memang sudah diakui dunia?

Sesuai judul tulisan ini, memang seharusnya semoga tulisan ini tidak dibaca oleh Bapak Presiden Jokowi, oleh karena itu saya sangat berharap sekali bahwa pasien yang sudah sembuh dengan mengkonsumsi obat herbal temuan Bapak Hadi Pranoto bisa memberikan dukungan moril untuk Bapak Hadi Pranoto melalui testimoni kesembuhan yang sudah didapatkan  dengan mengkonsumsi obat Herbal tersebut. Terima Kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun