Seperti dalam sinetron, saya mulai memperkenalkan diri. Bicara ini. Bicara itu. Lalu tertawa pada saatnya tiba.
Hingga tiba yang saya harapkan. Dia menjerit ketika tanpa sengaja menyentuh kunci motor di dalam tasnya. Saya tertawa.
Pertemuan kedua kami juga seperti sudah ditakdirkan.
Sore itu saya harus berputar-putar di kompleks X. Aplikasi penunjuk arah di gawai sepertinya punya siasat untuk menipu saya. Saya sudah sesuai arahannya. Tetapi justru kuburan yang saya dapat.Â
Tampak satu keluarga berada di pusara yang kelihatannya masih baru. Maksudnya, salah seorang dari keluarga mereka ada yang meninggal. Eh, mungkin wafat tepatnya.Â
Ketika saya hendak putar balik, saya melihat wajah itu. Tak salah lagi. Anjali. Matanya sembab. Ia dipapah seorang laki-laki. Karena situasinya tidak begitu tepat, saya memilih untuk memandang ke arah lain.
"Maaf, bisa antar adik saya Mas?"
Saya terkejut. Tiba-tiba saja perempuan yang masih terisak itu sudah ada di motor saya. Di susul laki-laki itu.
"Lurus saja, nanti di sebelah mushola belok kanan"
Saya langsung mengikuti arahan itu. Tidak jauh. Namun jika harus memapah seoerang gadis yang sepertinya tidak puny kekuatan untuk berjalan, susah juga.
Lelaki itu turun. Disusul adiknya. Lalu saya tanpa diduga juga ikut turun. Setelah memarkir motor saya ngumpul di beranda. Beberapa orang bercakap-cakap tentang anggota keluarga yang baru saja tiada.