"Konspirasi mungkin.."
"Ah. Iya itu. "
Tetapi diam-diam ada juga yang memberi pujian. Yang merasakan bahwa kopid ini memang permainan tingkat dewa.
"Masuk rumah saki pasti kopid. Sakit apapun itu. Itu keponakanku. Edan"
"Betul. Proyek semua. Intinya duit dan duit"
Begitulah pembaca. Hari-hari terus berjalan. Setelah sempat reda, kini situasi yang katanya disebabkan kopid makin menjadi.Â
Setiap hari selalu ada pengumuman di masjid. Si A meninggal. Lalu istrinya. Saudaranya. Si B. Dan seterusnya. Penyebabnya macam-macam. Ada yang sakit parah tahunan. Ada yang mendadak. Kehabisan oksigen. Ditolak rumah sakit.Â
Hari itu, Andre Julio Martoyo duduk di depan saya. Matanya sembab. Ia terpukul dengan kepergian paman dan bibinya yang singkat. Juga ditambah dua temannya. Apalagi dia juga tidak bisa menyentuh jenazah almarhum.
Pembaca, Andre Julio Martoyo ini teman saya semenjak kecil. Selain kenekatannya yang saya ceritakan di atas, ia adalah pemuda yang baik. Ia pekerja keras. Sejak kecil menghidupi dirinya sendiri yang sebatang kara.
"Saya turut berduka. Saya tidak peduli kamu tidak percaya kopid. Dan itu hakmu dengan pikiran sadarmu."
Andre Julio Martoyo menunduk. Kini hanyalah saya yang dia punya. Seorang sahabat yang mungkin saja dia anggap seperti saudara. Seperti apa yang saya rasakan. Ia selalu ada di saat kondisi apapun.