Kesedihan yang lumer
dalam *bola mata indahmu ~ yang dulu membuat jantungku tergagap
kini menjangkitiku pelan dan terlalu berlebihan. kesedihan-kesedihan itu beranak pinak dalam ruang tersembunyi
di bilik jantungku.
setiap detak jantung berbunyi di hari-hari ini, kenangan kita yang telah kukubur sendiri di ceruk sepi memenuhi lorong kepala. Membuat napasku tersedak. Sesak menahan rindu yang sebelumnya mampu kutipu dengan waktu.
Bagaimana mengusir kesedihan yang menahun membakar bola mata ini?
: demikian suatu April yang sedikit lembap, di bangku stasiun sebelum kepergianmu, kamu menatap wajahku yang murung.
Ketika kereta tiba, dari balik jendela kamu lempar sedikit harapan lewat bola matamu yang dibekap kesedihan.
: aku hanya pergi, tetapi cerita kita abadi
Semenjak itu, kesedihan-kesedihanmu menulariku. Bertahun-tahun lamanya hingga akhirnya meledak juga.
Aku akhirya kalah. Sore itu, aku berdiri di stasiun. Menatap lengang yang tersisa. Ketika kereta tiba, aku melangkah menanggalkan berbagai urusan. Termasuk kesedihan yang menggerogoti kewarasanku.
Aku hanya pergi tetapi cerita kita abadi
: ujarku sendiri merasai sepi
Prambon, 8 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H