Ketika kenyataan dituliskan, maka cerita akan abadi.
***
Seperti sebelum ini, saya masih mengharap. Ketika sampai di rumah, berharap ada yang membukakan pintu. Menyuruhku segera menyimpan sepatu di rak. Menyuruhku makan.
***
Hari itu badanku bergetar hebat. Sepanjang perjalanan pikiranku melayang layang. Sesekali aku menoleh ke belakang. jantungku serasa berhenti. Pakdhe-pakdheku wajahnya lesu. Ada ketakbergairahan dari sorot mata mereka. Mungkin, mataku juga demikian. Di luar, hujan tak henti-hentinya mengiringi perjalan kami. Kepalaku berdenyut-denyut. Suara sirine ambulan menambah perjalanan tersebut menjadi perjalanan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
***
Pagi itu aku dibangunkan Ibu. Seperti biasanya, disuruhnya aku mandi. Makanan sudah siap di meja. Tapi perut menolaknya. Ibu pun menyuruhku mengantar sepupuku jalan-jalan keliling kota. Maklumlah, tujuan sepupuku memang ingin tahu jembatan suramadu. Maka, tak diperintah dua kali, kami berdua langsung berangkat.
Sekitar satu jam kami berputar-putar. Di rumah, kebetulan suasana lagi sepi. Bapkku tidur. Sementara budhe, masih menata baju-baju yang telah dicuci.
"Ibumu rewang nak"
Aku tersenyum.
***