Sampai pada akhirnya diatas papan tulis hanya tersisa tiga nama, yaitu nama orang tuanya, suaminya dan nama anaknya.
Dalam kelas tiba-tiba terasa begitu sunyi tanpa suara, semua Mahasiswa/mahasiswi tertuju memandang ke arah dosen, dalam pikiran mereka (para mahasiswa/mahasiswi) mengira sudah selesai tidak ada lagi yang harus dipilih oleh mahasiswi itu.
Tiba-tiba dosen memecahkan keheningan dengan berkata, “Silahkan coret satu lagi!”
Dengan pelahan-lahan mahasiswi itu melakukan suatu pilihan yang amat sangat sulit. Dia kemudian mengambil kapur tulis, mencoret nama orang tuanya.
DOSEN: Silahkan coret satu lagi!
Hatinya menjadi binggung. Kemudian ia mengangkat kapur tulis tinggi-tinggi. Lambat laun menetapkan dan mencoret nama anaknya. Dalam sekejap waktu, terdengar suara isak tangis, sepertinya sangat sedih.
Setelah suasana tenang, Dosen lalu bertanya, “Orang terkasihmu bukannya Orang tuamu dan Anakmu? Orang tua yang membesarkan anda, anak adalah anda yang melahirkan, sedang suami itu bisa dicari lagi. Tapi mengapa anda berbalik lebih memilih suami sebagai orang yang paling sulit untuk dipisahkan ?
Semua teman sekelas mengarah padanya, menunggu apa yang akan di jawabnya.
Setelah agak tenang, kemudian pelahan-lahan ia berkata, “Sesuai waktu yang berlalu, orang tua akan pergi dan meninggalkan saya, sedang anak jika sudah besar setelah itu menikah bisa meninggalkan saya juga, yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah suami saya.”
Note :
Terkadang dalam hidup ini kita sering di hadapkan akan pilihan sulit. Dan kita harus melalui semua itu dengan hati yang lapang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H