Mohon tunggu...
Ihwan Nasution
Ihwan Nasution Mohon Tunggu... Administrasi - Kembali Menulis

perindu hujan

Selanjutnya

Tutup

Money

Pilkada Serentak dan Pemimpin Peduli Pajak

15 Desember 2015   08:03 Diperbarui: 15 Desember 2015   11:12 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Selamat datang anak kandung Demokrasi.

Selamat buat para pemenang Pilkada serentak. Hajatan mahal bernilai 7,1 triliun rupiah. Demokrasi menuntut kontribusi dan sumbangan pemikiran dari bapak/ibu sekalian, memenuhi apa yang anda sebutkan pada alat peraga kampanye yang pasti usang pada waktunya. Saatnya membayar lunas utang yang anda janjikan kepada konstituen, negara dan diri anda sendiri.

Status bapak/ibu sekarang adalah pejabat publik, bukan artis, pengusaha, ataupun politisi. Pejabat publik identik dengan tanggungjawab yang mahaberat. Pemimpin adalah solusi, bukan bagian dari sebuah masalah, itu idealnya. Pemimpin harus mampu mengkonversi harapan menjadi perubahan nyata, dan itu pasti tidak mudah. Rakyat ada dibelakang jika bapak/ibu mampu meyakinkan bahwa apa yang bapak/ibu perbuat kelak menunjukkan keberpihakan kepada rakyat, sekalipun itu tidak populis.

Kematangan Demokrasi

Kita semua patut bangga, Indonesia tumbuh menjadi kekuatan demokrasi terbesar di dunia. Pilkada Serentak yang berjalan relatif lancar merupakan indikator kematangan demokrasi. Tapi keberhasilan yang sesungguhnya adalah ketika demokrasi berhasil melahirkan pemimpin yang berkarakter, visioner, jujur dan mampu menjawab kompleksitas permasalahan yang timbul. Pemimpin bukanlah sosok yang kerap nampang di baliho, melainkan figur serba bisa yang mafhum terhadap kebutuhan rakyatnya.

Kemandirian ekonomi sebagai sebuah kebutuhan

Persoalan ekonomi, sosial, keamanan, dan kesejahteraan rakyat harus memenuhi kepala bapak/ibu sekalian. Sekali lagi, jelas bukanlah hal yang mudah. Mengelola daerah dengan anggaran yang sebagian besar akan habis untuk pengeluaran rutin adalah tantangan yang sangat berat. Belum lagi tuntutan untuk menghidupkan sektor-sektor ekonomi produktif ditengah perlambatan ekonomi global, jelas bukan tugas yang mudah.

Pembiayaan pembangunan jelas tidak semudah memesan spanduk kampanye, begitupun mengundang investor untuk masuk tidaklah semudah merekrut tim sukses. Belum lagi tuntutan pengelolaan anggaran yang harus transparan, akuntabel dan memberikan dampak langsung bagi pembangunan.

Sebagai gambaran, sesuai Peraturan Presiden Nomor 137 Tahun 2015 tentang Rincian Anggaran dan Pendapatan dan Belanja negara (APBN) Tahun Anggaran 2016, total APBN 2016 bernilai Rp 2.095,7 triliun atau meningkat cukup tinggi dibandingkan APBN Perubahan 2015. Dari total tersebut distribusi 37,4% atau sekitar Rp 784,1 triliun dialokasikan melalui Kementerian Lembaga (KL). Dan 36,7% atau Rp 770,2 triliun di transfer ke daerah dan dana desa.

Nominal yang terlihat cukup besar, namun sesungguhnya teramat kecil untuk kemudian dibagi ke seluruh penjuru negeri. Persoalan redistribusi anggaran dan menggunakannya untuk pos-pos yang tepat menanti di depan mata. Defisit, utang, menyusul kemudian.

Tetap semangat bapak/ibu, pekik tekad perjuangan kala kampanye terbuka masih terngiang, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun