Mohon tunggu...
Moenir
Moenir Mohon Tunggu... Administrasi - Rakyat Biasa

Seorang pembelajar, lahir dan besar di kota Malang, kota pelajar, kota santri, sekaligus kota sepakbola..

Selanjutnya

Tutup

Nature

Cincin Api, Sejuta Ancaman Sejuta Pesona

11 September 2011   14:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:03 2308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia, pertemuan 3 lempeng dunia (Sumber dan hak Cipta gambar : Film Dokumenter PIP2B Kementerian PU Satker PBL)

Indonesia berada pada posisi yang sangat strategis. Secara geografis, berada di antara dua benua Asia dan Australia merupakan potensi ekonomi yang sangat luar biasa, demikian pula berada diantara dua samudera Hindia dan Pasifik yang juga menjadi pertemuan antara arus panas dan arus dingin membuat laut Indonesia kaya akan aneka ragam ikan. Besar luasan lautan yang jauh lebih luas dibandingkan daratan membuat nenek moyang kita menjadi pelaut-pelaut yang handal, roda ekonomi banyak berputar dengan memanfaatkan laut, baik sebagai media transportasi maupun sumber perekonomian itu sendiri. Jalur Cincin Api Pasifik di Indonesia [caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Indonesia, pertemuan 3 lempeng dunia (Sumber dan hak Cipta gambar : Film Dokumenter PIP2B Kementerian PU Satker PBL)"][/caption] Disamping itu, secara geologis, Indonesia juga berada pada titik pertemuan antara tiga lempeng dunia. Yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Indo Australia yang menyebabkan negeri yang subur dan kaya ini rawan akan bencana gempa. Pada daerah-daerah yang secara langsung menjadi titik pertemuan ketiga lempeng tersebut, seperti Sumatera Bagian Selatan, Jawa Bagian Selatan dan beberapa daerah lain, gempa dalam skala kecil seolah-olah menjadi santapan sehari-hari. Dan secara kebetulan pula, selain pertemuan ketiga lempeng tersebut, dalam peta Vulkanologis dunia, Indonesia juga berada pada jalur Cincin Api Pasifik, yaitu gugusan gunung berapi di kawasan pasifik, dan mengakibatkan Jalur yang dilalui rawan gempa dan letusan vulkanik dan gempa. [caption id="" align="aligncenter" width="436" caption="Jalur Cincin Api Pasifik di Indonesia (Sumber Gambar : http://j.mp/pQlCaY)"]

Jalur Cincin Api Pasifik di Indonesia (Sumber Gambar : http://j.mp/pQlCaY)
Jalur Cincin Api Pasifik di Indonesia (Sumber Gambar : http://j.mp/pQlCaY)
[/caption] Sejarah mencatat bahwa beberapa letusan gunung berapi di Indonesia, yaitu letusan Gunung Krakatu tahun 1883, dan letusan Gunung Tambora pada 1815  termasuk salah satu dari letusan gunung berapi terdahsyat di dunia. Puluhan bahkan ratusan ribu korban jiwa jatuh, selain itu, perubahan peta geografis juga terjadi akibat dahsyatnya letusan, abu yang dikeluarkan akibat letusan ini yang begitu banyak dan begitu tinggi menyebabkan lapisan abu tidak cepat turun dan bertahan di atmosfer, dan menyebar bahkan hingga ke Eropa dan menyebabkan perubahan iklim mengakibatkan bencana kelaparan dan menyebabkan korban tidak langsung yang jauh lebih besar lagi. Berada dalam daerah rawan letusan gunung berapi, membuat masyarakat kita memiliki tradisi kewaspadaan yang tinggi terhadap gejala-gejala letusan gunung berapi. Beberapa gejala yang bisa dirasakan secara langsung adalah :
  1. Gempa Vulkanik,
  2. Binatang yang bermigrasi turun dari gunung,
  3. Suhu disekitar gunung naik,
  4. Tumbuhan di sekitar gunung layu,
  5. Sering mengeluarkan suara gemuruh,
  6. Mata air atau danau berubah warna, mengeluarkan bau, bahkan bisa menjadi kering.

Pada era modern, tanda-tanda letusan gunung berapi bisa di tandai terlebih dahulu dengan berbagai peralatan ukur. Untuk mengkoordinasikan dan meminimalisir dampak letusan gunung berapi tersebut, pemerintah membentuk suatu badan khusus yang bertugas memantau aktivitas gunung berapi di seluruh Indonesia, yaitu Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). PVMBG mengkategorikan tanda atau isyarat aktivitas gunung berapi berikut tindakannya sebagai berikut :

Dalam rangka pengamatan tersebut, sejumlah pos pengamatan gunung berapi di sebar di seluruh wilayah Indonesia. Tujuannya adalah melakukan pengamatan dan pemantauan secara terus menerus sehingga ancaman bencana yang terjadi bisa dimimalkan adanya korban jiwa. [caption id="" align="aligncenter" width="336" caption="Saya di salah satu Pos Pengamatan di Gunung Kelud, Jawa Timur (Foto : Dok Pribadi)"]
Saya di salah satu Pos Pengamatan di Gunung Kelud, Jawa Timur
Saya di salah satu Pos Pengamatan di Gunung Kelud, Jawa Timur
[/caption] Sejuta Ancaman Sejuta Pesona Gunung Berapi memang menyimpan ancaman yang setiap saat dapat menimbulkan erupsi yang mengakibatkan adanya kerugian baik berupa korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur masyarakat dan pemerintah. Namun disamping itu, Gunung berapi juga menyimpan berbagai sisi positif, diantaranya adalah : Pesona Wisata Kawah Gunung Berapi Pesona keelokan alam Nusantara tidak hanya terdiri dari hamparan lautan dan lembah yang begitu indah dan kaya, akan tetapi juga dataran tinggi yang subur dan memikat. Lihat saja berbagai pesona wisata yang ditawarkan di berbagai dataran tinggi di Indonesia termasuk pada kawah gunung berapi. Tercatat beberapa kawah gunung berapi aktif menjadi obyek wisata yang sangat memikat. Diantaranya adalah Kawah Gunung Bromo Jawa Timur, Kawah Gunung Ijen Jawa Timur, Gunung Kelimutu di NTT dengan keelokan Danau Tiga Warnanya, Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat, Gunung Agung dan Gunung Batur di Bali, dan banyak gunung berapi aktif lainnya di Indonesia. Disamping pemandangan alamnya yang begitu elok, tradisi dan kepercayaan masyarakat setempat yang masih terpengaruh oleh kepercayaan Dhinamisme yang memberikan penghormatan terhadap kekuatan gaib yang misterius, termasuk diantaranya adalah Gunung Berapi membentuk perlakuan ritual yang masih dilakukan hingga saat ini. Di beberapa daerah, kegiatan Ritual tersebut menjadi salah satu obyek wisata yang sangat menarik. Sebut saja Upacara Kasada yang dilakukan Suku Tengger yang tinggal di sekitar Gunung Bromo. Upacara yang sudah berlangsung sejak era Majapahit ini dimulai dari Pura Luhur Poten yang terletak di padang pasir yang mengelilingi Kaldera Gunung Bromo, setelah itu upacara dilanjutkan dengan Larung Sesaji ke Kawah Gunung Bromo. Upacara ini berlangsung pada tengah malam hingga dini hari setiap malam bulan purnama di Bulan Kasada menurut penanggalan Jawa. Aktivitas sejak beberapa hari sudah dilakukan oleh warga suku Tengger dengan membuat berbagai macam sesaji yang akan dilarung di Kawah Gunung Bromo pada malam purnama. Seluruh aktivitas budaya ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik domestik maupun asing. Okupansi hotel di sekitar kawasan Bromo meningkat drastis pada hari dilaksanakannya Upacara Kasada. [caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Larung Sesaji pada Upacara Kasada (Sumber Foto : http://j.mp/nbQkgg )"]
Larung Sesaji pada Upacara Kasada (Sumber Foto : http://j.mp/nbQkgg )
Larung Sesaji pada Upacara Kasada (Sumber Foto : http://j.mp/nbQkgg )
[/caption] Potensi GeoTermal Menurut hasil penelitian yang dilansir oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), potensi GeoTermal yang dimiliki oleh Indonesia adalah terbesar di dunia dengan kemampuan menghasilkan energi listrik sebesar 28.100 Mega Watt. Dibandingkan dengan pemasok energi berbahan Nuklir ataupun Fosil, GeoTermal merupakan sumber energi yang ramah lingkungan, tidak menyebabkan polusi dan juga ancaman adanya radiasi. Disamping itu, berbeda dengan sumber energi fosil, GeoTermal merupakan sumber energi yang terbarukan, sehingga selama bumi masih berputar, sumber energi ini tidak akan pernah habis. Secara sederhana pemanfaatan energi dari GeoTermal ini dapat diilustrasikan Pembangkit listrik panas bumi meminjam panas dari bumi dengan  menggunakan uap dari sumber panas di dalam bumi. Selajutnya uap dari dalam bumi ini digunakan untuk memutar turbin yang akan mengaktifkan generator, sehingga listrik bisa dihasilkan. Bagian dalam bumi memiliki suhu tinggi. Panas inilah yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listik tenaga panas bumi. Untuk memudahkan dan efisiensi pembangunanya dilakukan dengan  mencari daerah-daerah yang relatif dangkal. Daerah yang dangkal lebih mudah diambil panasnya secara teknologi. Selain itu juga lebih murah tentunya dalam hal investasi. Keberadaan sumber panas bumi yang relatif dangkal ini ditandai dengan munculnya geyser, sumber air panas, fumarol, kolam air panas, dan lain sebagainya. Selanjutnya, di daerah yang berprospek menghasilkan panas bumi, dibuat sumur pemboran. Dari sumur-sumur produksi ini akan menghasilkan uap. Uap selanjutnya akan dialirkan menuju separator untuk memisahkan uap dengan air. Umumnya lapangan panas bumi ini menghasilkan fluida 2 fasa, yaitu uap dan air. Setelah bersih, uap ini akan dialirkan ke turbin, turbin selanjutnya akan memutar generator. Dan generator inilah yang akan mengubah energi kinetik menjadi energi listrik. Uap yang keluar dari turbin selajutnya akan masuk ke kondensor untuk dikondensasikan. Uap akan berubah wujudnya menjadi cair yang disebut dengan kondensat. Kondensat ini kemudian dialirkan ke  menara pendingin untuk mendinginkan suhunya. Lalu air yang sudah relatif dingin ini diinjeksikan kembali ke dalam bumi melalui sumur injeksi. Inilah yang menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang berkelanjutan. [caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Mekanisme Kerja PLTP (Sumber Gambar : http://j.mp/qbucya )"]
Mekanisme Kerja PLTP (Sumber Gambar : http://j.mp/qbucya )
Mekanisme Kerja PLTP (Sumber Gambar : http://j.mp/qbucya )
[/caption] Namun, sayangnya sampai saat ini Indonesia baru memanfaatkan geothermal untuk listrik sebesar 1.189 MW atau 4.3 persen dari potensi yang ada. Sisanya masih berada di perut Bumi sebesar 95 persen yang belum dipanen dan dimanfaatkan menjadi listrik (Koran Jakarta, 12 Desember 2010). Nilai Ekonomi Debu Vulkanis Debu Vulkanis yang dikeluarkan akibat erupsi gunung berapi disamping secara langsung menimbulkan berbagai macam kerugian dan kerusakan, disisi lain ternyata juga memiliki nilai ekonomi. Pasir yang dikeluarkan oleh gunung berapi sebenarnya seperti pasir biasa yang biasa digunakan sebagai bahan bangunan. Namun kandungan silika (SiO) yang tinggi membuat kualitasnya lebih baik dibandingkan pasir biasa. Dalam penggunaanya sebagai beton, ujung silika yang runcing membentuk partikel yang memiliki sudut. Pola partikel bersudut inilah yang membuat ikatan antara semen dengan pasir menjadi lebih kuat sehingga membentuk beton yang lebih kokoh. Kekuatan lainnya adalah adanya kandungan besi  (FeO) pada pasir vulkanis yang belum memiliki pelapukan, sehingga baik untuk campuran bahan bangunan. Disamping itu, pola silika yang seperti kaca yaitu berujung runcing membuat kemampuan pasir menyerap partikal tidak diinginkan jauh lebih baik dibanding pasir biasa. Sehingga partikel ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk penjernih air, fungsi pasir vulkanik ini akan menggantikan fungsi pasir biasa dan tetap membutuhkan bahan lain seperti zeolit dan karbon (arang). Disamping material yang berupa pasir dan batu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, material lain yang dikeluarkan akiba erupsi gunung berapi adalah dalam bentuk yang lebih kecil yaitu debu atau abu vulkanik. Ada beberapa pendapat tentang tingkat keasaman abu vulkanik ini, ada yang mengatakan kalau abu vulkanik bersifat asam ada juga pendapat yang menyatakan kalau abu vulkanik dapat meningkatkan pH tanah. Tapi kalau merujuk pada mitos bahwa tanah-tanah disekitar gunung merapi sangat subur sepertinya pendapat yang menyatakan abu vulkanik dapat mengasamkan tanah tidaklah benar. Kandungan unsur Sulfur dan unsur Silica dalam abu vulkanik juga akanberfungsi sebagai pemasok unsur hara tanaman. Jika dilihat dari sifat fisik abu merupakan hasil dari pembakaran yang mempunyai sifat seperti Batuan Zeolit dan Arang yang berfungsi sebagai penambat unsur hara dalam tanah sehingga tidak mudah tercuci oleh air. Dengan adanya abu vulkanik juga akan mempermudah penyerapan unsur hara oleh akar tanaman. Jika kita mengacu pada pemikiran diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya letusan gunung berapi dan menimbulkan hujan abu (abu vulkanik) akan membawa berkah kepada para petani. Abu vulkanik yang yang berjatuhan di lahan akan menjadi sumber unsur hara bagi tanaman dan akan meningkatkan ph tanah kita yang cenderung asam dan lelah karena penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus dan lama. Indonesia mungkin rapuh karena berada dalam deretan cincin api pasifik, namun sejuta pesona dan potensi juga tersimpan di dalamnya, tinggal bagaimana kita sebagai warga negara dapat mensyukuri dan memanfaatkan dengan baik. Salam. Dirangkum dari berbagai sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun