Mohon tunggu...
Moenir
Moenir Mohon Tunggu... Administrasi - Rakyat Biasa

Seorang pembelajar, lahir dan besar di kota Malang, kota pelajar, kota santri, sekaligus kota sepakbola..

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

LPI, PSSI dan Reformasi Sepakbola Nasional

14 Januari 2011   19:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:35 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sejarah panjang yang membentuk kompetisi tersebut diikuti pula oleh sejarah panjang masing-masing team peserta Liga Super Indonesia. Sehingga masing-masing team peserta LSI disamping mengikuti kompetisi secara nasional, namun di bawahnya juga memiliki akademi pembinaan dan liga domestik yang diikuti oleh team-team binaan yang tersebar ke dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil, sehingga bisa dikatakan bahwa kompetisi LSI dan tingkatan dibawahnya adalah sistem kompetisi yang memiliki dukungan yang masif dan disertai pula dengan sistem pembinaan yang telah berlangsung sejak lama.

Di tahun 2011 atau tahun ke 8 (delapan) kepemimpinan Ketua Umum PSSI paling kontroversial dan minim prestasi Nurdin Halid, muncul gelaran kompetisi lain yang disebut dengan Liga Primer Indonesia (LPI). Berdalih meneruskan hasil Kongres Sepakbola Nasional yang berlangsung di Malang, Jawa Timur tahun sebelumnya, kompetisi yang dimotori oleh raja minyak Arifin Panigoro ini diikuti oleh 19 team yang 15 diantaranya adalah team yang baru terbentuk dan notabene tidak atau belum memiliki sistem pembinaan dan dukungan suporter yang masif. Analisa dari berbagai pihak, kemunculan LPI adalah akumulasi dari kekecawaan terhadap PSSI pimpinan duet Nurdin Halid dan Nugraha Besoes.

Jauh sebelumnya, kemunculan PSSI dibawah pimpinan Ir. Soeratin berawal dari semangat nasionalisme dan kebangsaan ketika pada saat itu, organisasi sepakbola yang ada adalah organisasi sepakbola yang berdasarkan atas suku bangsa. Sehingga dengan semangat nasionalisme dan kebangsaan Ir. Soeratin membentuk PSSI yang memiliki tugas mulia untuk mempersatukan bangsa melalui sepakbola.

Kondisi persepakbolaan nasional yang minim prestasi dan kerapkali diwarnai dengan ketidakpuasan dan kecurigaan adanya ketidakjujuran dan minimnya sportifitas di dalam kompetisi dalam negeri mengundang seluruh pelaku dan pengamat sepakbola nasional untuk menyuarakan adanya reformasi Sepakbola Nasional. Kegerahan terhadap kondisi yang ada ini makin memuncak ketika Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menyerukan untuk dilangsungkannya Kongres Sepakbola Nasional yang diikuti tidak hanya oleh pelaku sepakbola yang terlibat didalam lapangan dan pengambil kebijakan dalam sistem sepakbola nasional,a akan tetapi juga diikuti oleh berbagai pihak dan elemen diluar itu yang respect terhadap kondisi sepakbola nasional, tidak terkecuali para jurnalis dan pengamat sepakbola.

Mandegnya hasil Kongres Sepakbola Nasional yang salah satunya menyerukan adanya reformasi membuat gerah para pihak terutama yang berada di luar sistem pengambil keputusan sepakbola nasional. Kegerahan dan kekecewaan itu semakin terakumulasi dan melibatkan banyak pihak termasuk taipan ternama Arifin Panigoro. Dengan menggelontorkan dana puluhan Milyar Rupiah, Arifin Panigoro yang juga dikenal penggila bola memotori jalannya LPI.

Berkiblat pada sistem kompetisi luar negeri khususnya eropa yang menganut sistem Industri Sepakbola dalam sistem kompetisinya, LPI digelar mulai 8 Januari 2011. Namun ada beberapa hal yang menurut pengamatan penulis lolos dari perhatian para penggagas LPI. Yang pertama adalah bahwa sistem kompetisi berbasis Industri Sepakbola di eropa adalah sistem kompetisi yang bersifatbottom up, sehingga setiap team yang mengikuti kompetisi telah masif sejak tingkatan bawah, mulai dari sistem pembinaan yang matang dan team-team binaannya, sehingga dengan dukungan (market) yang besar bisa dikatakan bahwa Industri akan berjalan dengan baik, karena sistem pasar akan berjalan dengan baik. Hal ini bertolak belakang dengan LPI yang lebih bersifat top down, dimana kompetisi ini bisa berjalan karena adanya kucuran dana yang luar biasa besar, dan sistem kendali yang tersentral di pusat. Yang kedua, sistem pembinaan sejak usia dini yang tidak atau belum diperhatikan dengan seksama di LPI mengancam masa depan masing-masing team, sehingga di khawatirkan LPI hanya akan menjadi industri, tanpa melahirkan dan membina sosok-sosok penuh talenta. Yang ketiga dan tidak kalah pentingnya, kucuran dana yang begitu besar akan memicu minat para pegiat proyek untuk mengajukan proposal proyek baru yaitu xxxxFC.

Seluruh elemen bangsa ini tentunya berharap ada 11 bintang lapangan hijau diantara 250juta rakyatnya yang berjuang memperjuangkan nama besar Indonesia di kancah Internasional. Hal tersebut tentunya memerlukan kerja keras dan ketulusan dari pihak-pihak terkait. Jika ada satu atau lebih orang yang tidak memiliki semangat kerja keras dan ketulusan berada di dalam suatu sistem, bukan berarti kemudian kita harus merombak dan merusak sistem tersebut. Semua pihak menyadari bahwa diperlukan adanya reformasi atau bahkan revolusi di tubuh PSSI, namun revolusi hanya akan berjalan jika di dukung secara masif dari bawah hingga keatas, bukan sebaliknya. (lek)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun