Kisah Dimalam Takbiran
Dikampung kami saat itu dicemari dengan adanya warung penjual minuman keras. Bahkan yang parahnya lagi disediakan pula wanita - wanita penghibur. Kabar berdirinya warung esek - esek itu tersebar cepat dibawa angin hingga sampailah kepada anak - anak remaja masjid. Menanggapi itu kami segera buat pertemuan. Membahas untuk mendemo agar warung itu ditutup.
Saatnya tiba. Berbondong - bondong kami mendatangi warung itu. Berdialog agar warung itu ditutup. Alhamdulillah dari pihak warung mengatakan akan ditutup. Tapi seiring berjalannya waktu warung itu tak kunjung tutup. Masih tetap menyebarkan maksiat dan kebisingan. Aku pun protes dan bertanya mengapa tidak ada aksi lanjutan. Saat itu ketua remaja masjid memberitahukan bahwa dia diancam. Jika aksi kami berlanjut maka mereka akan menculik anggota remaja masjid kami. Tak mau ambil resiko. Akhirnya kami hanya diam tak melanjutkan aksi kami.
Tapi tidak dengan kami, Â aku dan Sunaryo sahabatku. Kami menyusun strategi. Hingga akhirnya kami membuat rencana akan menyerang warung itu dengan telur busuk saat malam takbiran. Persiapan pun disusun. Siang sebelum takbiran keliling. Kami mengumpulkan berpuluh telur busuk yang memang sudah kami kumpulkan sekitar seminggu. Kebetulan sunaryo memiliki ternak ayam. Kami saling pandang. Kedua anak SMP ini membuat kesepakatan. Â Rencana ini tidak ada yang boleh tahu. Semua kami persiapkan dalam diam.
Malam harinya kami datang lebih awal dari seluruh peserta takbir keliling. Kami cari sudut yang paling aman untuk menyimpan telur - Â telur busuk itu. Setelah menurut kami aman kami turun dari gerobak truk yang akan membawa takbir keliling. Selesai sholat Isya berjamaah seluruh peserta naik satu persatu ke gerobak truk. Sebelum naik pemeriksaan dilakukan. Setiap peserta yang naik diperiksa apakah membawa batu, telur busuk dan yang lainnya. Wah kami mengambil posisi paling depan agar mendapat giliran pertama diperiksa. Aman karena telur busuk kami sudah duluan diatas gerobak.
Sekitar sepuluh truk yang membawa rombongan untuk takbir keliling. Hatiku mulai bergemuruh. Begitu juga dengan Sunaryo karena kulihat tubuhnya basah dengan keringat. Satu persatu truk berjalan. Gema takbir mengalun sungguh merdu. Semua bertakbir bahkan kami pun hanyut dengan gelombang suara takbir yang menggetarkan hati. Sesuai perkiraan truk kami mulai memasuki arah jalan menuju warung maksiat itu. Â Semakin dekat semakin berdegup kencang jantungku.
Sekitar 100 meter dari warung itu kami bersiap. Kedua tangan kami sudah mengepal telur busuk siap untuk dilemparkan. Suasana gerobak truk yang gelap. Membuat kami bebas bergerak tanpa satu orang pun yang curiga. Tepat didepan warung dengan sekuat tenaga kami melemparkan telur busuk itu. Terus berulang - Â ulang hingga persediaan telur kami habis. Truk yang berjalan lambat sangat membantu menyukseskan misi kami. Misi selesai. Nafas kami masing berderu kencang. Tubuh kami diguyur keringat. Tak ada satupun yang mengetahui misi kami. Hanya kami yang tahu dan Allah tentunya. Kami tersenyum sembari berkata rasakan bau busuk itu.
Pagi harinya saat hendak ke lapangan sholat idul Fitri Sunaryo menyampaikan kabar kepadaku. Ayahnya yang seorang polisi bercerita saat sarapan. Warung tadi malam diserang. Lari tunggang langgang semua pengunjungnya. Dikirain mereka polisi yang datang. Malam itu warung pun tutup karena bau busuk yang menyengat. Sunaryo menyimak dengan seksama.
Tapi dia tenang karena tak ada yang tahu siapa penyerang tempat maksiat itu. Setelah itu kami tak mengikuti perkembangan tentang warung maksiat tersebut. Tapi tak lama dari kejadian itu warung maksiat tutup entah apa sebabnya. Mungkin karena banyak aduan masyarakat yang merasa terganggu dengan kehadiran warung maksiat dilingkungan yang selama ini tenang.
Alhamdulillah sampai sekarang warung itu tak pernah muncul lagi. Setiap kali mengenang kisah ini. Aku senyum - senyum sendiri. Â Setiap takbir berkumandang kisah ini menari - Â nari dengan jelas di ingatanku. Sepenggal kisah kecil yang membekas dalam hidupku. Sunaryo... lebaran ini kami tidak bertemu.Kisah Dimalam Takbiran...Â
Dikampung kami saat itu dicemari dengan adanya warung penjual minuman keras. Bahkan yang parahnya lagi disediakan pula wanita - wanita penghibur. Kabar berdirinya warung esek - esek itu tersebar cepat dibawa angin hingga sampailah kepada anak - anak remaja masjid. Menanggapi itu kami segera buat pertemuan. Membahas untuk mendemo agar warung itu ditutup.Â