Mohon tunggu...
Pak Gie
Pak Gie Mohon Tunggu... Jurnalis - pembelajar

Berkebun dan Membaca

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Meragukan Narasi Perubahan Supian Suri di Depok

8 Oktober 2024   08:31 Diperbarui: 8 Oktober 2024   08:33 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: jabar.jpnn.com

Bursa Pemilihan Kepala Daerah (PIlkada) di Kota Depok kembali memanas. Saat ini ada dua Calon Kepala Daerah yang bersaing memperebutkan kursi Walikota. Imam Budi Hartono dan Ririn Farabi dari kubu petahana (PKS dan Golkar), serta Supian Suri-Chandra Rakhmansyah diusung 12 partai politik sebagai kubu penantang.

Sebagai seorang petahana, IBH dan Ririn mengusung wacana keberlanjutan. Pasalnya, IBH merupakan Wakil Walikota periode sebelumnya. Jadi dia maju sebagai Walikota untuk meneruskan kepemimpinannya.

Sementara, Supian Suri mengusung narasi perubahan. Dia bersama 12 parpol berkeinginan menggusur dominasi PKS yang sudah berkuasa selama 20 tahun terakhir.

Wacana Perubahan untuk Depok

Dalam berbagai pemberitaan, Supian Suri selalu menggaungkan perubahan kota Depok. Ia membawa visi: 'Bersama Depok Maju'.

Ya, kalau boleh jujur, visi soal Depok Maju ini lebih seperti mencontek visinya Prabowo-Gibran, sih. Namun bedanya ketika Prabowo-Gibran berposisi melanjutkan pemerintahan Jokowi, di sini Supian Suri malah memposisikan diri secara biner dari pemerintah kota.

Supian Suri and the gang, berusaha menjadi antitesis dari rezim sebelumnya. Misalnya, ketika rezim PKS dianggap ekslusif, maka dia ingin disebut inklusif. Ia menyebut pemerintah sebelumnya hanya mengutamakan kelompoknya, maka sebaliknya dia ingin membawa Depok sebagai milik semua orang ke depan.

Untuk mengukuhkan posisi itu, Supian Suri juga banyak mengkritik kegagalan Pemkot Depok dalam menyelesaikan masalah-masalah warga, seperti buruknya drainase sehingga menyebabkan banjir, tata kelola sampah yang serampangan, hingga kemacetan di berbagai ruas jalan, khususnya Sawangan.

Semua kritik itu valid saja, cuma saya agak kurang menangkap apa solusi konkret dari masalah-masalah yang disebutkannya, kecuali hanya nuansa kritiknya saja.

Jangan-jangan solusi yang dihasilkan nanti sama saja, atau terkesan normatif. Sehingga narasi perubahan itu tak lebih dari upaya meraup suara pada momen Pilkada. Sebab praktik populis-manipulatif ini tengah marak di berbagai kontestasi politik.

Skeptis dan Ragu

Banyak orang meragukan narasi perubahan yang diusung Supian Suri. Hal itu wajar mengingat posisi dirinya sebelum maju sebagai Calon Walikota ini.

Perlu diketahui, Supian Suri merupakan birokrat yang bekerja puluhan tahun di Pemerintah Kota Depok. Ia menempati banyak posisi sebagai pejabat dinas, dan terakhir menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda).

Sebagai seorang Sekda, Supian Suri menempati posisi birokrat tertinggi. Ia memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan berbagai urusan lintas dinas. Bahkan dalam hierarki pemerintahan, dia adalah orang ketiga dalam struktur Pemerintah Kota Depok.

Dengan begitu, Supian Suri sebenarnya adalah bagian dari rezim lama. Sebagai seorang pejabat, dirinya pasti terlibat pada barbagai masalah yang dikritiknya saat ini. Kalau dia menganggap pemerintah kota gagal, berarti dia menunjuk mukanya sendiri dong? Toh, dia juga pejabat Pemkot Depok. Lalu perubahan apa yang mau diusung?

Kedua, narasi perubahan hanyalah gimmick. Supian Suri bagaimanapun adalah orang lama di Depok. Dia bagian dari rezim PKS, atau paling tidak dekat dengan PKS, walaupun saat ini dia maju melalui partai lain.

Apalagi banyak rumor menyebutkan dia masih satu keluarga dengan Walikota Depok, KH. Idris Shomad. Entah benar atau tidak, paling tidak dia sebenarnya masih satu sirkel dengan kekuatan politik lama.

Dari situ narasi perubahan yang diusung Supian Suri mentah. Akhirnya banyak orang tak percaya, lagi, minimal meragukan klaim perubahan yang diusungnya.

Jadi, Pilkada Depok ini sama saja. Baik IBH maupun SS akan membawa Depok pada garis yang linear atau tak begitu berbeda jauh. Sebab keduanya lahir dari rahim yang sama, dan tumbuh di tempat yang sama.

Terus, masih percaya narasi perubahan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun