Saat ini di tempat tinggalku telah banyak perantau yang datang, bahkan tak sedikit mereka yang datang dengan anggota keluarga mereka. Mereka juga turut mengajak anak-anak mereka merantau sebagai wujud kasih sayang dan keutuhan keluarganya. Anak-anak merekapun bersekolah di sekolah dekat tempat tinggal mereka yang tidak dapat memberikan pelajaran agama Islam yang mereka anut karena keterbatasan sumber daya guru. Hal inilah yang mengingatkanku akan masa kecilku dulu yang juga sama seperti mereka.
Jika aku lihat gajiku sebagai seorang guru swasta memanglah tidak begitu besar, namun aku sedikitpun tidak mengharapkan bayaran dari pembelajaran yang kuadakan untuk mereka yang ingin belajar agama dan baca tulis Al-Qur'an. Pernah salah satu orang tua mereka menanyakan biaya belajar bersamaku, dan kujawab "tidak bu, tidak perlu bayar bu, ini semua saya niatkan untuk amal jariyah saya dan istri saya." Aku tak dapat berbagi uang kepada sekitarku, aku juga tak dapat memberi kebahagiaan dengan harta benda, dan aku tak dapat menyantuni mereka dengan sandang pangan.
Namun aku ingin berbagi, memberi dan menyantuni anak-anak yang ada di tempatku dengan ilmu yang aku miliki. Semangat mereka untuk belajar serta dukungan orang tua mereka yang rela mengantarkan anak-anaknya untuk belajar di tempatku menjadi sebuah kebahagiaan yang tidak dapat dibeli dengan apapun. Bahkan dengan kegiatan ini Tuhan menganugerahiku dengan berbagai kenikmatan yang nyata, kenikmatan lahir dan kenikmatan batin yang tak terduga dari arah mana datangnya.
Kebahagiaan tidaklah hanya tentang harta. Kebahagiaan merupakan rasa tenteram yang ada di dalam hati, yang menjadikan hati penuh dengan keikhlasan dan rasa syukur akan segala apa yang didapat dan apa yang dapat dilakukan. Kebahagiaan ini kemudian dapat mewujudkan dirinya dalam bentuk aksi-aksi, amal perbuatan baik yang manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri, namun juga dapat memberi dampak positif pada orang lain dan lingkungan di sekeliling kita.