Pembayaran nontunai menjadi salah satu upaya Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Kok bisa?
Lonjakan Transaksi E-Money
Berdasarkan data Statistik Sistem Pembayaran BI hingga April 2020, transaksi kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan Kartu Debet sekitar 477,24 juta transaksi dengan nilai Rp 494,52 triliun. Jumlah tersebut menurun dari Maret 2020 sebesar 561,25 juta transaksi dan Rp 586,04 triliun.
Nilai tersebut juga makin menurun jika dibandingkan Desember 2019 yang mencapai 616,92 juta transaksi dan Rp 653,31 triliun. Begitu juga jika dibandingkan secara tahunan (April 2019) sebesar 573,79 juta transaksi dan Rp 613,16 triliun. Transaksi tersebut diperoleh dari pembayaran tunai, belanja, transfer antarbank, dan transfer antarbank.
Sebaliknya, nilai transaksi pembayaran melalui uang elektronik (e-money) mencapai 401,01 juta transaksi dengan nilai Rp 15,03 triliun pada Maret 2020.
Pada April 2020, jumlah transaksi menurun menjadi 324,8 juta transaksi. Namun nominalnya melonjak menjadi Rp 17,55 triliun. Begitu juga saat dibandingkan secara tahunan (April 2019) dengan nilai Rp 10,67 triliun meski volume transaksi terbilang turun dari sebelumnya 451,65 juta transaksi .
Tabel Transaksi Uang Elektronik
Periode
Tahun 2020
Januari
Februari
Maret
April
Volume
457.944.919
431.467.683
401.008.518
324.878.568
Nominal
15.872.433
15.178.625
15.036.070
17.552.119
Volume dalam satuan transaksi
Nominal dalam juta Rp
Sumber: Bank Indonesia
Artinya, masyarakat sudah mulai sadar dalam bertransaksi secara nontunai, khususnya penggunaan e-money, baik dilihat secara bulanan atau tahunan. Ini juga berarti ekonomi tetap berjalan meski di tengah ketidakpastian pandemi virus corona baru (COVID-19).
Aku sendiri sudah memakai e-money di hampir setiap bank penerbit. Belum lagi dompet digital (e-wallet) dari setiap perusahaan rintisan (start-up). Pembayaran apapun semakin gampang. Apalagi warteg dekat rumah pun kini sudah terbiasa dengan sistem pembayaran nontunai.
Perkecil Risiko Penularan COVID-19
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudential Bank Indonesia Ita Rulina bilang, bank sentral telah memiliki Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). QRIS menjadi standar seluruh aplikasi pembayaran dari penyelenggara, baik bank maupun nonbank yang dapat digunakan masyarakat.
"Masyarakat tinggal scan (pindai) dari aplikasi kamera ponsel, langsung bayar transaksi. Kita tidak usah repot memikirkan uang kembalian," ujar Ita saat web konferensi dengan Kompasianers bertema Makroprudensial Aman Terjaga, Cerdas Berperilaku, dan Stabilitas Sistem Keuangan, Senin (15/6).
Menurut Ita, lonjakan sistem pembayaran nontunai akan mampu memperkecil salah satu risiko media penularan virus corona baru (COVID-19), khususnya melalui uang.
Bagaimana pun, kita setiap hari tentu bergelut dengan uang tunai. Baik untuk membeli kebutuhan pokok, pakaian, dan sarana kebutuhan harian.
Saat perpindahan uang dari satu orang ke orang lain, memungkinkan virus bisa bertukar tempat. Apalagi orang tersebut berisiko terkena COVID-19.
Tetap Kreatif dan Tidak Panik
Di tengah ketidakpastian pandemi COVID-19, kata Ita, masyarakat diminta tetap kreatif dan tidak panik. "Di saat kondisi seperti ini, peran keluarga sangat besar. Jangan malah tidak mau belanja karena takut COVID-19," kata Ita.
"Dengan COVID-19 ini, kita malah diajarkan tentang digitalisasi. Sekarang sudah marak konferensi video. Bahkan peluang untuk jualan daring (online) sangat besar," tambah Ita.
Digitalisasi mendorong lonjakan transaksi penjualan daring. Begitu juga transaksi sistem pembayaran daring. Pandemi COVID-19 justru memunculkan pengusaha digital baru.
Begitu juga lonjakan omzet penjualan sepeda, ponsel, hingga paket data. Kondisi pandemi COVID-19 mendorong masyarakat tetap kreatif dan tidak panik untuk segera beradaptasi sesuai kondisi.
Aku sendiri selalu belanja daring untuk memenuhi kebutuhan harian. Uang tunai cuma untuk bayar parkir atau warung yang benar-benar belum menerapkan sistem pembayaran nontunai.
Untuk mendorong perekonomian tetap terjaga, Bank Indonesia memacu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tetap beroperasi. Caranya, insentif bagi UMKM terus ditambah.
Salah satu skemanya, bank sentral melonggarkan Giro Wajib Minimum (GWM). Begitu juga telah memangkas suku bunga acuan menjadi 4,25 persen. Dengan skema itu, bank harus memperbesar pembiayaan (kredit) ke UMKM dengan bunga supermurah. "Harapannya, UMKM mampu bangkit lagi sehingga berdampak lebih besar ke perekonomian," kata Ita.
Belajar Dari Krisis 2008
Sejak krisis 1998 dan 2008, ekonomi nasional tetap bisa bangkit. Hal itu dipacu dari sektor UMKM yang tetap beroperasi untuk menjaga perekonomian nasional.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia, serta Sensus Ekonomi dari Badan Pusat Statistik pada 2016 menunjukkan, kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia mampu menyerap hingga 89,2 persen dari total tenaga kerja.
UMKM juga menyediakan hingga 99 persen dari total lapangan kerja. Selain itu, UMKM menyumbang 60,34 persen dari total produk domestik bruto (PDB) PDB nasional serta UMKM menyumbang 14,17 persen dari total ekspor dan mengontribusikan 58,18 persen dari total investasi.
Menurut Ita, sektor UMKM itu paling minim terdampak krisis keuangan global dan nasional. "UMKM kalau ditata bisa jadi daya tahan ekonomi kita. Makanya cintai produk Indonesia. Dampaknya akan sangat besar ke perekonomian," ujar Ita.
Jadi Pengusaha Di Tengah Pandemi
Aktris, dokter, sekaligus pengusaha, Nycta Gina bilang di setiap musibah pasti akan ada hikmah. Begitu juga setiap badai ada pelangi. "Jadi tidak usah panik atau parno berlebihan menghadapi pandemi COVID-19 ini," kata Gina yang kini aktif berjualan jilbab melalui akun media sosialnya.
Pemeran Jeng Kelin ini sempat mengenang saat berprofesi menjadi penyiar di masa lampau. Saat itu, ia bisa seharian bekerja. Belum lagi praktek menjadi dokter.
Namun, dengan kini sudah mulai berkeluarga, ia harus memikirkan waktu untuk suami dan anak-anaknya. Jalan satu-satunya menjadi pengusaha.
Ia sempat bingung saat awal menentukan jenis usaha. Lantas ia memutuskan untuk berjualan hijab dengan berkolaborasi dengan pengusaha lain dalam usaha printing. "Sekarang usaha tersebut sudah berjalan empat tahun," kenangnya.
Pemilik nama asli Rizna Nyctagina ini memberikan tips agar pengusaha UMKM tetap bertahan di tengah pandemi COVID-19. Apalagi para pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kini mulai merambah menjadi wirausaha.
"Yang penting mulai aja dulu. Jangan takut rugi, duit hilang, atau bangkrut. Intinya, selama kita berniat (usaha yang) baik, rezeki halal akan selalu datang. Kalau berpikir jauh ke depan, nanti malah tidak mulai-mulai usahanya," pesannya.
Soal kerugian usaha, kata Gina, tentu pasti ada. Namun dengan kerugian itu, kita akan belajar cara mengelola keuangan, arus keluar masuk barang, hingga penataan karyawan. "Kalau punya ide (usaha), jangan malu dituangkan dalam bentuk sesuatu. Siapa tahu bisa jadi bisnis dan penghasilan tambahan," katanya.
Di masa pandemi ini, Gina terus menggencarkan promosi meski telah mengurangi anggaran untuk influencer dan selebgram. Ia memilih berpromosi melalui akun media sosialnya, termasuk mempromosikan usaha lain dari followers-nya. "Lumayan dongkrak omzet untuk selamatkan barang yang sudah diproduksi dan bisa membayar gaji pegawai," ujarnya.
Meski mempromosikan barang dari orang lain, Gina merasa tidak pernah dirugikan. Ia tidak pernah menganggap UMKM lain sebagai pesaing. "Aku mempromosikan usaha dari orang lain karena kondisi saat ini emang susah. Jadi harus saling membantu sesama pengusaha."
Apalagi di era digital ini, untuk mempromosikan barang atau jasa sudah sangat gampang. "Belanja bisa dari rumah. Cukup ketik-ketik sedikit, bayar secara online, barang sudah sampai rumah. Kesempatan ini (menjadi pengusaha digital) sangat terbuka luas. Apalagi anak-anak muda sekarang sangat kreatif-kreatif," kata Gina.
Di tengah ketidakpastian pandemi COVID-19 dan lonjakan sistem pembayaran nontunai, Ita Rulina kembali menyatakan, pemerintah akan tetap mengeluarkan stimulus untuk memulihkan perekonomian. Terutama untuk menjaga kondisi makroprudensial dan stabilitas sistem keuangan.
"Pemerintah tidak bisa berjalan sendirian. Kami perlu Gina-Gina baru untuk menjawab tantangan saat ini," kata Ita.
Jadi sudah belanja online apa aja selama pandemi? Jangan lupa beli produk-produk Indonesia ya agar sektor UMKM kita bisa kembali berjaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H