Selain untuk menjaga mutu, QCC juga merupakan sarana efektif untuk membangun sumber daya manusia (SDM). Cara ini juga diperkenalkan Toyota Indonesia dengan menggairahkan moto, we make people before we make product. Strategi tersebut yang menjadi kunci kesuksesan Toyota di berbagai dunia.
Ini bisa terlihat dari Toyota Indonesia tidak hanya cukup mempertahankan pangsa pasar tapi juga harus dapat merebut hati pelanggan dengan beragam budaya di seluruh dunia.
Namun tidak semua pelanggan tahu rahasia di balik dapur tersebut. Pelanggan tahunya, produk bagus dan barang pesanan sampai. Kalau ada masalah, keluhan langsung bisa disampaikan dan masalah selesai.
Di buku tersebut ternyata semua SDM Toyota terlibat, mulai dari pimpinan tertinggi hingga level operasional untuk menjamin kualitas mutu poduk maupun jasanya.
QCC di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak 1980-an yang diperkenalkan di pabrik-pabrik di Indonesia, khususnya yang berafiliasi dengan Jepang. QCC diterapkan di Toyota Indonesia pada 1981, khususnya di PT Multi Astra dan PT Toyota Mobilindo.
Pemerintah saat itu pun telah menyusun gugus kendali mutu (GKM) dengan keterlibatan hingga 9.472 GKM dari 185 perusahaan, termasuk 32 industri kecil di Indonesia. Sejak 2006-2015 juga terjadi peningkatan hingga 400 persen jumlah penyaji GKM atau QCC ini.
Bahkan Perdana Menteri Singapura saat itu, Lee Kuan Yew, sempat menyuarakan kegelisahannya terkait keahlian pekerja Singapura yang belum setaraf dengan Jepang. “Pekerja di sini tidak sebangga atau memiliki keahlian di bidangnya dibandingkan dengan Jepang dan Jerman,”katanya.
Lee pun berguru kepada perusahaan-perusahaan Jepang yang aktif di Singapura terkait gerakan produktivitas. Dampaknya, Singapura menjadi peringkat kedua dari 139 negara terkait indeks daya saing global pada 2011-2012 berkat efektivitas perbaikan produktivitas tingkat nasional. Tentunya bersumber dari implementasi QCC tersebut.
Deputi Program Direktur untuk Pendidikan, Riset, dan Kemahasiswaan Program Vokasi Universitas Indonesia, Padang Wicaksono mengatakan, QCC yang terinspirasi dari filosofi Kaizen (perubahan secara terus menerus) akan meningkatkan produktivitas sebagai suatu bangsa besar.
Masalahnya, budaya Kaizen belum dimiliki bangsa Indonesia karena budaya kita lebih menekankan hasil serba cepat (instan). Padahal Kaizen menekankan kesabaran, daya tahan, dan orientasi penyempurnaan suatu proses sehingga menghasilkan keluaran (output) yang berprinsip harus lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Semangat Kaizen melalui aktivitas QCC ini sangat perlu diperkenalkan kepada siswa dan mahasiswa agar memahami cara memecahkan masalah secara sistematis. Cara ideal untuk mengajarkannya bisa melalui penerapan kurikulum pendidikan sejak dini.