[caption caption="Persiapan kereta komuter jurusan Kota-Bogor"][/caption]Salah satu ciri negara maju adalah mengutamakan transportasi umum bagi masyarakatnya. Salah satu transportasi umum yang harus ada adalah kereta, termasuk Rel Kereta Listrik (KRL).
Mengapa kereta harus menjadi transportasi utama? Pada dasarnya transportasi adalah sebuah media untuk memindahkan orang, bukan kendaraan.
Dengan menggunakan kereta, orang mampu berpindah dengan cepat, aman, nyaman, dan murah.
Beda dengan kendaraan (baik mobil maupun sepeda motor) yang sebetulnya sama-sama memindahkan orang, tapi kendaraannya juga ikut berpindah. Ini bisa dianggap transportasi yang tidak efisien dan efektif.
[caption caption="Gunakan transportasi umum, bukan kendaraan pribadi"]
Di sisi lain, pertambahan jumlah kendaraan tidak dibarengi dengan pembangunan infrastruktur, khususnya jalan yang memang arealnya semakin terbatas. Ini yang memicu kemacetan sulit dipecahkan bila transportasi berbasis kereta belum menjadi prioritas pembangunan pemerintah, baik kota maupun daerah.
Beruntung, PT Kereta Api Indonesia (KAI) melalui anak usahanya, PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) bertransformasi menjadi perusahaan yang semula terus merugi kini menjadi perusahaan yang untung.
KERETA MASA LALU
Sejak migrasi ke Jakarta pada 2008, saya benar-benar bisa merasakan transformasi bisnis PT KAI dan KCJ soal perkeretaapian.
Saat mudik, saya pernah naik kereta api ekonomi yang hanya Rp 50 ribu dari Kediri hingga Jakarta. Dengan harga yang murah tersebut, otomatis pelayanan yang diberikan pun ala kadarnya.
Saya pernah duduk di sambungan kereta hingga dekat dengan toilet yang baunya minta ampun. Benar-benar perjalanan tidak manusiawi waktu itu. Sampai tujuan, badan saya malah sakit karena dalam perjalanan sekitar 13-15 jam tersebut minim istirahat.
Terkait kereta komuter, saya memang bukan (belum) pengguna rutin transportasi umum tersebut karena lokasi kos dengan tempat kerja masih di Jakarta Pusat.
Namun bila saya ingin ke suatu tempat yang bisa dilalui jalur kereta komuter, saya akan pilih transportasi kereta.
Saat sekitar tahun 2009 memakai kereta, harga tiket cuma Rp 1.500 untuk perjalanan hingga ke Bogor.
[caption caption="Pembenahan Stasiun Universitas Indonesia. Dulu pinggir rel dipenuhi pedagang. Kini sudah disterilisasi."]
Mungkin kalau mendapat tempat duduk sih tidak masalah. Bagi yang harus berdiri mungkin harus siap kondisi badan. Jangan sampai tepar sampai tujuan.
Bila perjalanan akhir pekan, kita harus siap-siap berdesakan dengan pengguna lain. Saat itu saya pernah satu gerbong dengan orang yang mau ke Tanah Abang. Mereka membawa ayam atau barang yang akan dijualbelikan di salah satu pasar ritel terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Tahu sendiri bagaimana baunya di gerbong tersebut. Belum lagi kalau mereka berbicara. Rasanya seperti pasar Tanah Abang pindah ke gerbong tersebut.
Namun itu masih bisa dimaklumi. Saya pernah melihat pencopet dengan leluasa beraksi di gerbong kereta.
Saat itu ada ibu-ibu sedang asyik memakai telepon di dekat pintu kereta. Kebetulan kereta saat itu tidak memakai pintu dan masih banyak yang duduk di atas gerbong.
Saat kereta masih berhenti karena menunggu penumpang, pencopet beraksi mengambil ponsel si ibu tersebut. Si ibu berteriak,”copeeeeetttt.”
Namun apa yang terjadi? Satu gerbong pun hanya diam, menatap si ibu yang masih terkejut karena ponselnya dicuri. Tak ada yang bergerak. Tak ada yang membantu. Tak ada pengamanan di sekitar gerbong maupun stasiun. Akhirnya kereta berlalu dengan si ibu tetap diam hingga saya sampai di tujuan. Saya tidak melihat lagi si ibu itu.
Mengapa seisi gerbong cuek? Selidik punya selidik ternyata pencuri sudah memiliki jaringan khusus di situ. Jadi si pencuri akan langsung memindahkan barang ke penadah berikutnya secara cepat meski dalam satu stasiun.
Mengapa tidak ada yang membantu? Bila ada yang mengejar bisa-bisa kita malah habis dihajar. Niatnya membantu malah kita yang babak belur dihajar pencuri dan teman-temannya. Begitulah potret Ibu Kota yang ternyata lebih kejam juga dari ibu tiri. Haha..
Belum lagi cerita banyak anak muda tersengat listrik karena lebih asyik naik di atas atap kereta. Hampir tiap pekan berita remaja tersengat listrik selalu ada dan masalahnya sama, tidak ada kenyamanan memakai kereta saat itu. Daripada berdesak-desakan di dalam gerbong, lebih enak di atas gerbong.
Namun sekarang?
[caption caption="Kenyamanan di kereta komuter. Ruangan penuh pendingin udara sehingga bikin nyaman."]
Saat mencoba berangkat dari Stasiun Manggarai, saya hanya membayar Rp 5.000 untuk 7 jam pertama.
Soal harga tiket pun lebih murah karena masih ada subsidi dari pemerintah. PT KCJ memberi tarif Rp 2.000 untuk 25 kilometer pertama dan Rp 500 untuk setiap 1-10 kilometer selanjutnya.
[caption caption="Pengecatan pot di sekitar stasiun Universitas Indonesia"]
- Tiket Harian Berjaminan (THB)
Tiket ini untuk sekali perjalanan. Tiket ini memudahkan pengguna yang tidak setiap hari menggunakan kereta komuter.
Namun tiket ini mengharuskan pengguna menjaminkan uang sebesar Rp 10 ribu. Jangan khawatir, uang tersebut bisa diambil kembali saat kita keluar dari stasiun kereta dan tidak menggunakan jasanya lagi.
Jangan lupa menyebutkan stasiun tujuan saat membeli tiket tersebut karena memengaruhi harga tiket. Bila kita tidak berhenti pada stasiun yang disebutkan di awal, kita akan terkena penalti dengan membayar denda. Jadi harus hati-hati.
- Kartu Multi Trip (KMT)
Dengan kartu ini pengguna lebih mudah membayar tiket kereta tanpa perlu mengantre di loket. Kartu tersebut semacam uang elektronik yang diisi saldo. Bila saldo kurang dari Rp 11 ribu berarti pengguna harus menambah saldo di loket atau tempat mengisi saldo yang disediakan di stasiun.
Dengan kartu tersebut kita tidak akan dikenakan penalti ketika turun di stasiun mana saja. Namun saldo kartu akan dipotong sesuai jarak dari stasiun awal.
- Uang elektronik (e-money)
Pihak perbankan telah merilis e-money yang dapat digunakan untuk membayar transaksi elektronik. Misalnya BCA (Flazz), Bank Mandiri (emoney), Bank DKI, BNI,BRI (Brizzi).
Sistem pakainya sama dengan KMT. Pengguna bisa isi ulang di ATM maupun jaringan Electronic Data Capture (EDC) perbankan setempat di semua outlet. Cara memakainya pun tinggal menempelkan di pintu gerbang tiket. Saat ada tanda OK atau warna hijau, pengguna bisa melewati palangan pintu. Cara ini sama saat kita keluar dari stasiun. Mudah bukan?
Bingung jadwal kereta?
[caption caption="Aplikasi InfoKRL di Android yang memudahkan panduan naik kereta komuter."]
Aplikasi tersebut cukup sederhana karena hanya menyediakan tiga menu utama.
1. Posisi
Tahap ini menyediakan nomor kereta, posisi stasiun dan menyediakan tujuan dan jalur.
[caption caption="Menu utama di aplikasi InfoKRL"]
Tahap ini menyediakan jadwal keberangkatan kereta dari stasiun yang kita inginkan, termasuk waktunya. Kita juga bisa melihat posisi kereta yang akan kita naiki sudah sampai di stasiun mana.
[caption caption="Jadwal perjalanan kereta komuter di Jakarta"]
Tahap ini menyediakan peta rute kereta komuter Jabodetabek
Saya sempat mencoba aplikasi ini untuk melihat keberangkatan kereta. Memang sempat ada keterlambatan sekitar lima menit namun itu masih bisa dimaklumi. Anehnya, saat tiba di stasiun tujuan ternyata malah sesuai dengan yang ada di aplikasi tersebut.
Kebetulan saya naik dari Stasiun Universitas Indonesia pada 16.17 WIB. Kereta telat sekitar lima menit menjadi 16.22 WIB. Perkiraan waktu tiba di Manggarai sekitar 16.48 WIB. Ternyata waktu tiba justru sangat tepat.
Bila belum percaya dengan aplikasi tersebut, pengguna bisa bertanya pada petugas keamanan yang berseliweran di sekitar stasiun. Mereka ramah dan menjawab segala keluhan kita.
Sekarang naik kereta khususnya komuter pun nyaman, aman, cepat, efektif dan efisien. Efektif karena menghemat waktu perjalanan dari rumah ke tempat tujuan. Efisien karena biaya murah. Semoga ke depan, kereta komuter menjadi Best Choice for Urban Transport.
[caption caption="Pembangunan apartemen dan rusunami kian marak di sekitar stasiun untuk memudahkan masyarakat urban dalam memeroleh transportasi murah."]
PT KAI sekaligus KCJ kini tidak hanya membangun sarana (memerbaiki stasiun, membeli gerbong, meningkatkan kebersihan dan keamanan) tapi juga membangun sistem (persinyalan, hingga urusan tiket).
[caption caption="Di sekitar stasiun sudah banyak ojek yang membantu penumpang menuju tujuan yang diinginkan."]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H