[caption caption="Pintu gerbang Tol Cikopo menuju Palimanan"][/caption]
Pemerintah telah membangun Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) untuk mendukung kelancaran mudik Lebaran tahun ini. Namun tol yang resmi dioperasikan 30 Juni 2015 oleh Presiden Joko Widodo tersebut telah menelan beberapa korban kecelakaan.
Pertanyaannya, apakah tol yang akan memecah kemacetan arus Pantura tersebut sudah aman dan bebas dari kecelakaan?
Nah, penulis dan 49 Kompasianers telah berkesempatan mengunjungi Tol Cipali pada 4 Juli lalu untuk melihat kesiapan PT Lintas Marga Sedaya (LMS) selaku operator jalan tol tersebut dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selaku perwakilan pemerintah. Simak perjalanan menuju Cikopo-Palimanan di sini.
Dua pekan menjelang Lebaran, tol tersebut terbangun sempurna. Saking mulusnya, pengendara yang melalui jalan tol tersebut selalu memacu kendaraan secara kencang, Alhasil, pengendara yang tak bisa menguasai medan akan kesulitan mengatur laju mobil dan kecelakaan pun tak terelakkan.
Dari pantauan penulis, sepanjang jalur tol tersebut khususnya menjelang Lebaran masih minim rambu lalu lintas. Mungkin karena jalan tol terlihat mulus tanpa belokan tajam sehingga operator dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) tak memasang rambu lalu lintas dalam beberapa meter jalanan. Beruntung di beberapa titik sudah ada peringatan untuk hati-hati mengemudi.
Tol ini memang sedikit berbeda dengan tol kebanyakan di Tanah Air yang konturnya cenderung berbelok. Tol Cipali yang dibangun sepanjang 116,75 kilometer memang nyaris tanpa belokan tajam sehingga memicu pengendara memacu kendaraannya secara kencang.
Sengaja penulis menyajikan tulisan ini sebulan setelah Lebaran untuk melihat dampak di Tol Cipali, apakah kecelakaan masih terjadi atau sudah berkurang atau bahkan sudah nihil? Berdasarkan data Bidang Humas Polda Jawa Barat, total kecelakaan di Tol Cipali sebanyak 52 kejadian. Total kejadian tersebut tercatat sejak pembukaan Tol Cipali hingga 7 Juli 2015.
Setelah Lebaran pun sudah minim angka kecelakaan di tol tersebut. Kepolisian setempat pun sudah melansir penyebab kecelakaan diakibatkan karena kelalaian pengendara, khususnya terlalu kencang mengemudi.
Total korban meninggal dunia sejak pembukaan tol tersebut sebanyak 12 orang, luka berat 12 orang, dan luka ringan sebanyak 48 orang. Total kerugian material mencapai Rp 577 juta.
Namun pada 24 Juli 2015, kecelakaan kembali terjadi di Tol Cipali. Mobil Toyota Innova Nopol B 1805 EKX menabrak dan beradu muka dengan bus Setia Negara yang sedang melaju berlawanan arah di kilometer 166,200 jalur A sekitar pukul 23.15 WIB. Akibat insiden itu tujuh penumpang Innova tewas. Beruntung tak ada korban tewas dari bus Setia Negara.
Dari keterangan Polda Jabar, kecelakaan terjadi ketika mobil Innova datang dari Cirebon menuju Cikopo dan menabrak guardrail serta menyeberang parit median jalan.
Innova kemudian memasuki jalur berlawanan dan beradu dengan bus Setia Negara yang dari arah Jakarta. Pengemudi Innova kehilangan kendali.
Corporate Affairs PT Lintas Marga Sedaya (LMS) Wisnu Dewanto memeringatkan pengendara agar tak memacu kendaraannya secara kencang di Tol Cipali. Ia meminta pengendara hanya boleh memacu kendaraan maksimal 100 kilometer per jam meski jalan tol lengang.
“Biasanya kecelakaan terjadi saat pengendara memacu kendaraannya di atas 100 kilometer. Bahkan ada yang melaju di atas 130 kilometer per jam. Pengendara biasanya terlena jalanan kosong sehingga langsung ngebut,”katanya.
Apalagi sebelum Lebaran, Tol Cipali belum mengoperasionalkan rest area secara penuh. Tercatat, dari delapan rest area yang dibangun hanya empat rest area yang siap. Namun saat arus mudik Lebaran lalu, semua rest area telah beroperasi penuh.
“Mungkin pengendara ingin lekas sampai di kampung halaman. Melihat jalanan kosong, mereka langsung ngebut. Sangat mudah menginjak gas tapi sangat susah menginjak rem saat akan terjadi kecelakaan,”katanya.
Berikut pemaparan Wisnu Dewanto tentang Tol Cipali bisa dilihat di sini.
Dari penelusuran penulis, tol tersebut memang dipisahkan median jalan berupa parit seukuran satu lajur jalan. Bila pengendara tak hati-hati, mobil bisa menerobos parit tersebut dan bisa menabrak mobil lain yang berlawanan arah.
Hal ini disebabkan tak ada pembatasan jalan antarlajur. Seperti di Tol Cipularang yang dibatasi dengan beton setinggi minimal satu meter. Bagian kiri jalan pun tanpa pembatas karena batas jalan tol dengan tanah milik warga masih sekitar 3-4 meter lagi.
Jarak yang lebar tersebut rencananya akan digunakan untuk memerlebar jalan tol atau menyisakan jalan agar tak langsung masuk wilayah warga.
Ia meminta pemakai jalur Tol Cipali memanfaatkan rest area yang ada di KM 86, KM 102, KM 130, dan KM 166 menuju arah Palimanan. Untuk menuju Jakarta, rest area tersedia di KM 164, KM 130, KM 101 dan KM 86.
Untuk pengisian BBM, rest area yang menyediakan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) tersedia di KM 86 dan KM 130 di kedua lajur jalan tol, baik yang menuju Jakarta mau pun Palimanan.
Tol Cipali sudah memiliki konstruksi aspal mulus (rigid pavement) sepanjang 62,854 kilometer dan beton sambungan (flexible pavement) sepanjang 53,900 kilometer.
“Pemakaian beton sambungan karena tanah di bawah jalan tol masih belum kuat sehingga dikhawatirkan akan longsor bila tak memakai beton sambungan. Nanti bila tanah sudah kuat, seluruh jalur Tol Cipali akan memakai aspal secara penuh,”katanya.
Pengamat transportasi Dharmaningtyas menilai, pemerintah harus mengaudit Tol Cipali setelah Lebaran ini. Caranya dengan menghentikan sementara operasional jalur tersebut untuk mengevaluasi penyebab kecelakaan atau ada hal lain yang perlu diperbaiki.
Ia menyatakan, seharusnya Kepolisian tak menetapkan tersangka kecelakaan lalu lintas secara sepihak pada pengemudi kendaraan. Apalagi hanya mengidentifikasi pengemudi mengantuk atau lalai berkendara. Pasalnya, tol lain tak banyak mengalami kecelakaan seperti di Tol Cipali.
“Setelah diaudit, baru bisa ditemukan penyebab kecelakaan seperti apa. Jangan asal menuduh human error karena di tol lain tak seperti itu,”katanya.
Saat ditutup sementara, arus transportasi bisa dialihkan ke Pantura atau tol lain. Hal tersebut dianggap tak akan mengganggu lalu lintas karena konsentrasi arus mudik mau pun balik Lebaran telah selesai.
Audit tersebut penting dilakukan untuk mengantisipasi liburan akhir tahun atau persiapan Lebaran tahun depan. Apalagi tren penumpang mudik menggunakan kendaraan pribadi semakin meningkat setiap tahun.
Bagi pengendara mobil yang melalui Tol Cipali, PT LMS selaku operator jalan tol meminta pengendara mematuhi rambu lalu lintas dan tak memacu kendaraan dengan kecepatan maksimal.
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Velix Wanggai mengingatkan masyarakat, khususnya pengguna jalan agar mematuhi rambu lalu lintas di jalan Tol Cipali dan ruas jalan lainnya.
Penyebab kecelakaan yang sering terjadi di jalan tol biasanya dari faktor manusia (human error). Ia mengingatkan agar pengendara bijak memacu kendaraannya. Siap melaju di Tol Cipali?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H