Di Edu Farm milik Nestle, agronomis menargetkan satu pohon kopi bisa menghasilkan 1 kg kopi. Di lahan tersebut sudah ada 1.100 tanaman kopi berbagai jenis Robusta.
“Namun itu masih kalah dengan petani kopi di Vietnam yang mampu menghasilkan produktivitas sekitar 6 kg per pohon atau bisa 6 ton per hektare dengan skema perawatan tanaman signifikan,” katanya.
Nestle Lampung memiliki lebih dari 15 ribu petani binaan sejak 1996. Saat ini Nestle dengan program Nescafe Plan sedang menggencarkan produktivitas kopi di lahan terbatas.
Ada lima jenis kopi yang dikembangkan di Edu Farm Nestle di Tanggamus yaitu BP 42, SA 237, BP 409, BP 936, dan BP 939. Jarak tanaman pun diatur sekitar 2×3 meter.
Setiap baris (row) memiliki jenis kopi berbeda. Petani lokal juga dilibatkan untuk mengedukasi bagaimana menanam kopi secara benar, pengelolaan hingga pemanenan.
Pengujian biji dan bibit kopi didatangkan dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (ICCRI) Jember, Jawa Timur. Pengelolaan Edu Farm terdiri atas beberapa pemegang kebijakan seperti Pemerintah Kabupaten Tanggamus, Syngenta (untuk penanggulangan hama dan penyakit) dan ICCRI (bibit kopi).
Yudi mengaku menanam kopi memiliki tiga siklus panen. Biasanya Mei panen awal, Juli panen puncak dan September menjadi panen sisa. Sisanya menunggu tanaman kopi berbunga. Namun siklus panen tersebut hanya diperoleh dari petani hasil binaan Nestle berkat program Nescafe Plan.
“Kalau petani tradisional lain, bisa 2-3 tahun baru panen. Itupun hasilnya tidak maksimal,” kata Yudi.
Lantas berapa penghasilan petani kopi? Ferry menilai hasil kebun kopi setelah bergabung dengan program Nescafe Plan telah meningkat. “Penghasilan saya sekitar Rp 16-18 juta per tahun. Itupun belum termasuk hasil panen tanaman tumpang sari seperti mangga, cengkih, pisang. Meski tambahan tidak signifikan, kami bersyukur lahan kebun kami tetap menghasilkan selama paceklik,” kata Ferry.
Beruntung lagi, harga panen kopi hasil binaan Nestle mendapat harga berbeda dibanding pasar tradisional. Harganya sudah disesuaikan dengan pasar global dan petani bisa mengecek sendiri. “Pengepul tidak bisa menipu petani. Harga kopi global sudah ada patokannya. Kami pun juga tidak bisa menipu petani karena acuan tersebut,” kata Yudi.